Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Peran Mahasiswa dalam Mencegah Penyebaran Hoaks Jelang Pemilu 2024
Oleh : Opini
Jumat | 11-08-2023 | 16:36 WIB
A-Sumpah-pemuda4.jpg Honda-Batam
Ilustrasi peran mahasiswa melawan hoax. (Foto: Ist)

Oleh Ananda Prameswari

JELANG Pemilu 2024 semua persiapan dilakukan, agar program ini berjalan dengan sukses. Satu hal yang juga penting adalah mencegah penyebaran berita hoaks karena akan mengacaukan Pemilu dan menaikkan tingkat golput. Para pelajar dan mahasiswa mencegah penyebaran hoaks dengan edukasi literasi internet dan membuat masyarakat paham perbedaan antara hoaks dan berita yang asli.

Hoaks adalah berita palsu yang sengaja dibuat, dengan tujuan untuk menjatuhkan pihak tertentu. Sayangnya sebagian kalangan masyarakat Indonesia masih minim literasi sehingga mudah termakan oleh hoaks. Mereka juga malas mengecek kebenaran dari sebuah berita dan memakannya mentah-mentah, dan langsung menyebarkannya ke komunitasnya masing-masing.

Hoaks sangat berbahaya karena bisa mengacaukan perdamaian masyarakat dan membuat Pemilu berpotensi gagal. Oleh karena itu masyarakat, terutama pelajar dan mahasiswa wajib mencegah hoaks agar tidak ada perpecahan. Pelajar dan mahasiwa adalah calon pemimpin di masa depan dan mereka dilatih untuk ikut bertanggung jawab dalam kesuksesan Pemilu, dengan cara mencegah penyebaran hoaks.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengajak pelajar dan mahasiswa di Biak Numfor, Papua, untuk menjadi cerdas dan tidak terjebak oleh hoaks. Mereka juga wajib untuk ikut aktif dalam penyebaran hoaks atau berita bohong pada Pemilu 2024.

Koordinator Bidang Politik dan Pemerintahan Kemenkominfo Dwi Dyaningsih menyatakan bahwa warga Biak harus mendukung Pemilu yang damai, cerdas, dan aman. Mereka wajib berhati-hati dalam membaca berita dan informasi di media sosial, karena pada Pemilu 2019 lalu banyak hoaks yang bertebaran.

Dwi melanjutkan, cara untuk mencegah hoaks adalah para pelajar harus melakukan crosscheck terlebih dahulu saat ada berita yang ada di media sosial. Penyaringan informasi wajib dilakukan agar tidak terkena hoaks.

Dalam artian, para pelajar dan mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa harus ikut aktif dalam mencegah hoaks sebelum sampai sesudah Pemilu 2024. Perdamaian harus dijaga agar pemilu berlangsung dengan lancar tanpa ada kerusuhan, bahkan pertumpahan darah. Oleh karena itu perdamaian wajib dijaga dengan memberantas hoaks dan propaganda yang bisa menyesatkan dan membuat panas hati masyarakat, karena mereka diperdaya oleh provokator yang membuat berita palsu tersebut.

Hoaks terjadi karena masyarakat sudah hidup di era keterbukaan dan bisa mengakses internet kapan saja melalui gadget. Sayangnya kebebasan yang kebablasan itu bisa membuat masyarakat terjeblos dalam hoaks, karena mereka tidak bisa membedakan antara berita asli dan hoaks (palsu).

Saat masa kampanye dan Pemilu, hoaks bertebaran dan sengaja dibuat untuk menjungkalkan lawan politik. Dengan berita bohong maka masyarakat akan memilih capres tertentu dan menghindari capres yang lain. Hoaks ditambah dengan black campaign adalah resep jitu dalam mematikan suatu capres atau caleg.

Hoaks juga bisa meningkatkan tingkat golput (golongan putih) karena berita-berita yang tersebar di media sosial hanya jeleknya saja. Jika ada hoaks maka yang tampak hanya keburukan para capres, sehingga masyarakat malas untuk menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2024.

Oleh karena itu para mahasiswa dan pelajar berperan penting untuk menghalau derasnya arus hoaks, demi keberhasilan Pemilu 2024. Mereka wajib mengedukasi masyarakat dan mengajari cara membedakan berita asli dan hoaks. Rata-rata hoaks tersebar dengan judul yang provokatif dan dimuat di media yang tidak kompeten.

Sementara itu, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Dedi Prasetyo menyatakan bahwa Polri bakal mengawasi media sosial menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Pesta demokrasi harus berlangsung dengan damai. Langkah ini diambil setelah pengalaman di Pemilu 2019 lalu saat media sosial menjadi medium sangat aktif pada masa pemilu.

Dalam artian, jelang pemilu Polri melakukan pengamanan tak hanya di dunia nyata tapi juga di dunia maya. Penyebabnya karena masyarakat Indonesia sangat aktif di media sosial. Dengan pengamanan maka diharap dunia maya jadi lebih tertib dan tidak ada kericuhan, jelang maupun ketika pemilu 2024.

Pada awalnya, media sosial diciptakan untuk mencari teman di dunia maya dan menemukan kawan lama yang telah lama menghilang. Namun sejak tahun 2014 media sosial berubah drastis menjadi tempat peperangan dan persebaran hoaks. Kata-kata buruk dan hate speech seolah-olah menjadi santapan sehari-hari bagi netizen. Padahal media sosial bukanlah tempat bagi kaum barbar, dan seharusnya digunakan sebagaimana mestinya.

Jangan sampai memori buruk tahun 2014 dan 2019 terulang ketika banyak hoaks yang tersebar di dunia maya. Mulai dari nama palsu capres atau caleg tertentu, isu mengenai keluarganya, dll. Hoaks sangat meresahkan karena bisa menyulut permusuhan antar warga dan memicu tawuran di dunia maya.

Mahasiswa dan pelajar berperan besar untuk mencegah penyebaran hoaks demi kesuksesan Pemilu 2024. Jika ada hoaks maka bisa mengacaukan situasi di tengah masyarakat, bahkan menaikkan tingkat golput. Oleh karena itu mereka wajib mengedukasi orang-orang di sekitarnya bahwa hoaks adalah kebohongan dan jangan dipercaya begitu saja.*

Penulis adalah Kontributor Ruang Media Jakarta