Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kerusakan Hutan Tropis Memicu Krisis Air
Oleh : dd/hc
Jum'at | 07-09-2012 | 12:40 WIB

BATAM, batamtoday - Penebangan hutan (deforestasi) berpengaruh besar pada curah hujan di wilayah tropis.


Hal ini terungkap dari hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh University of Leeds dan NERC Centre for Ecology & Hydrology yang dirilis Rabu (5/9/2012) lalu.

Temuan baru ini mengungkap konsekuensi serius penebangan hutan terhadap kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan Amazon dan hutan Kongo.

Para peneliti menemukan, di wilayah tropis, udara yang melewati hutan yang lebat akan menghasilkan hujan setidaknya dua kali lebih banyak dibanding udara yang melewati wilayah dengan sedikit vegetasi (tumbuh-tumbuhan). Bahkan dalam beberapa kasus, keberadaan hutan-hutan tropis ini akan meningkatkan curah hujan di wilayah negara-negara lain yang letaknya ribuan kilometer jauhnya.

Dengan menggabungkan data di lapangan dan prediksi tingkat kerusakan hutan pada masa datang, para peneliti memerkirakan bahwa kerusakan hutan tropis akan mengurangi curah hujan di wilayah Amazon hingga seperlima (21%) pada saat musim kemarau tahun 2050. Penelitian ini telah diterbitkan pada hari yang sama di jurnal ilmiah “Nature”.

Dr Dominick Spracklen dari School of Earth and Environment, University of Leeds yang memimpin penelitian ini menyatakan terkejut mengetahui bahwa hutan menjaga curah hujan di lebih dari separuh wilayah tropis. “Kami menemukan bahwa hutan Amazon dan hutan Kongo menjaga curah hujan di wilayah sekitarnya – dan menjadi sumber air utama penduduk.”

“Penelitian kami juga menemukan bahwa penggundulan hutan di wilayah hutan Amazon dan Kongo bisa menimbulkan bencana (kekeringan) bagi penduduk yang tinggal di negara-negara di sekitarnya, yang berjarak ribuan kilometer jauhnya.”

Selama ratusan tahun, para peneliti terus berdebat tentang dampak pepohonan terhadap peningkatan curah hujan. Namun hampir semua peneliti sepakat bahwa tanaman atau pepohonan menjaga kelembapan udara melalui dedaunan melalui proses bernama “evapotranspiration”. Kuantitas dan cakupan geografis dari hujan yang dihasilkan oleh hutan skala besar belum terungkap hingga penelitian ini diterbitkan.

Para peneliti menggunakan data curah hujan dan vegetasi yang diambil dari pengamatan satelit milik NASA, bersama dengan model yang memrediksi pola aliran udara di atmosfer guna mengetahui dampak dari hutan tropis.

“Kami meneliti fenomena yang terjadi di udara pada masa lampau – dari mana udara itu berasal dan berapa banyak hutan yang dilewati,” ujar Dr Spracklen.

Guna memahami polanya secara detil, mereka meneliti perjalanan massa udara yang datang dari berbagai wilayah hutan, dan melihat berapa banyak dedaunan dan tanaman yang dilewati oleh udara selama 10 hari terakhir sebelum akhirnya terjadi hujan.

Hasilnya, semakin banyak vegetasi (tumbuh-tumbuhan) yang dilewati oleh udara, udara menjadi semakin lembab dan air hujan yang dihasilkan semakin banyak.

Penelitian yang didanai NERC ini menemukan bahwa hutan Amazon menjaga curah hujan di wilayah pertanian di sebelah utara Brasil. Sementara hutan Kongo meningkatkan curah hujan di wilayah selatan Afrika yang sangat tergantung pada air hujan untuk irigasi pertanian.

Tanpa hutan yang lestari, wilayah-wilayah ini akan menderita kekeringan yang akan berdampak besar bagi kehidupan petani. Gambaran yang sama juga bisa ditemukan di wilayah tropis yang lain termasuk di Indonesia.