Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Peran Media Tangkal Hoaks dan Ujaran Kebencian Jelang Pemilu 2024
Oleh : Opini
Rabu | 12-07-2023 | 16:04 WIB
A-black-campign3.jpg Honda-Batam
Ilustrasi ujaran kebencian jelang Pemilu 2024. (Foto: Net)

Oleh Tyas Permata Wiyana

KABAR palsu alias hoaks dan ujaran masih menjadi potensi ancaman yang bisa terjadi jelang Pemilu 2024. Tentu saja diperlukan langkah-langkah guna mewaspadai hal tersebut, semata agar pemilu dapat berjalan secara kredibel.

Hoax dan Ujaran kebencian menjadi masalah pelik utamanya di momen tahun politik. Hoax digunakan untuk menggiring opini sesata dan ujaran kebencian digunakan untuk menjatuhkan lawan politik. Hal tersebut tentu saja tidak bisa dibiarkan karena keduanya dapat merusak marwah demokrasi di Indonesia.

Jelang pelaksanaan pemilu 2024, pemerintah Kalimantan Barat bersama KPU dan BAWASLU setempat telah melakukan berbagai langkah guna upaya pencegahan informasi hoax yang dipastikan banyak beredar di tengah masyarakat. Upaya tersebut dilakukan dengan menjalin kerjasama berbagai pihak, termasuk media dan organisasi jurnalis yang ada di provinsi tersebut.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalimantan Barat, Ramdan mengajak media untuk mencegah informasi hoax dari media yang tidak resmi guna meredam penyebarluasan berita yang tidak sesuai fakta pada pelaksanaan pemilu 2024 mendatang. KPU Kalbar juga terus berkoordinasi dengan media maupun asosiasi terkait dengan media untuk mencegah berita yang tidak valid dari media tidak resmi.

Ramdan mengatakan, media dapat berperan penting terkait penyebarluasan berita agar masyarakat di Kalbar dapat berpartisipasi secara menyeluruh dalam proses pemilihan umum. Peran media juga sangat penting guna menyampaikan informasi di seluruh Kalbar, bertujuan agar masyarakat mengetahui dan bersedia untuk membantu serta mengambil bagian pada pemilu yang sah.

Kemudian dalam kepentingan penyelenggaraan terapan pemilu, tentu saja ada iklan kampanye di media, dan hal tersebut merupakan salah satu syaratnya harus terdaftar atau teregistrasi di dewan pers. Hal ini perlu disadari karena dalam media yang mengabarkan tersebut harus terverifikasi oleh dewan pers.

KPU Kalbar juga menyadari akan pentingnya media, sehingga pihaknya juga perlu masukan atau saran dari berbagai asosiasi yang mengayomi media tersebut. Ramdan berharap agar pihaknya mendapatkan dukungan dari media, serta dapat terlibat dalam memberikan edukasi kepada masyarakat yang ada di Kalimantan Barat dalam proses perekrutan menuju 14 Februari 2024.

Hal serupa juga dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga menjalin kerjasama dengan AMSI, AJI dan IJTI dalam pencegahan penyebaran hoax. Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga pengawas Pemilu, Bawaslu Kalimantan Barat menjalin kerjasama dengan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) untuk mencegah pemberitaan hoax yang akan beredar pada tahun politik.

Ruhermansyah selaku Ketua Bawaslu Kalimantan Barat mengatakan, pihaknya berharap dengan nota kesepahaman dengan tiga asosiasi pers, yakni AMSI, AJI, dan IJTI. Mudah-mudahan bisa diikuti oleh para sahabat-sahabat Bawaslu kabupaten dan kota untuk menindaklanjuti kerjasama dengan lembaga organisasi tersebut. Dengan hal tersebut nantinya pengawasan partisipatif dalam menghadapi penyelenggaraan pemilu akan menjadi salah satu upaya pencegahan.

Dirinya menjelaskan, adapun ruang lingkup nota kesepahaman meliputi bimbingan teknis peliputan dan publikasi di lingkungan Bawaslu Provinsi Kalbar dan penyampaian informasi awal dugaan pelanggaran. Kemudian melakukan peliputan dan publikasi tentang pengawasan pemilu dan menggalang upaya pengawasan melalui publikasi media yang memenuhi standar jurnalistik yang baik.

Upaya kerjasama tersebut rupanya disambut baik oleh Ketua AMSI Wilayah Kalbar, Kundori, pihaknya menyambut baik program Bawaslu Kalbar yang melakukan kolaborasi dengan organisasi media dan jurnalis dalam rangka mengawal proses Pemilu 2024. Karena dalam membendung hoax dan ujaran kebencian dibutuhkan kolaborasi.

Apalagi dengan masifnya media sosial saat ini menjadi salah satu cara untuk menyebarkan berbagai macam informasi entah itu benar ataupun salah. Tentu saja penyebaran hoax atau berita bohong dapat mengakibatkan perpecahan antarwarga di negara Indonesia.

Pada kesempatan berbeda, pihak Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) telah melakukan berbagai antisipasi penyebaran berita bohong terkait dengan PEMILU 2024. Apalagi pada 2022, Polri telah menerima 113 laporan terkait kasus tersebut, Jumlah tersebut hampir empat kali lipat lebih banyak ketimbang laporan di 2021 yaitu 33 kasus. Data di e-MP Robinopsnal Bareskrim Polri menunjukkan terjadi peningkatan jumlah penindakan, pelapor dan terlapor sejak 2021 sampai 2022. Ini menunjukkan bahwa jumlah penindakan terhadap berita hoax menjelang pelaksanaan Pemilu 2024.

Masyarakat tentu saja perlu memahami bahwa pengguna media sosial selalu diawasi oleh kepolisian dan pemerintahan. Bila menyebarkan hoax, polisi dan pemerintah akan mengidentifikasi apakah unggahan tersebut berpotensi memecah persatuan dan kesatuan. Merujuk pada UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik mengatur soal penindaan terhadap kasus penyebaran berita bohong.

Masyarakat perlu mewaspadai berita yang berpotensi mengancam persatuan dan berita yang mengajak untuk membenci golongan tertentu, agar terhindar dari keinginan untuk menyebarkan informasi tersebut, apalagi Pelaku yang menyebarkan informasi bohong terancam hukuman penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.*

Penulis adalah kontributor Persada Institute Jakarta