Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR Sayangkan Aksi Pembubaran Jemaat Gereja di Binjai, Coreng Kerukunan Beragama
Oleh : Irawan
Selasa | 06-06-2023 | 10:40 WIB
ashabul_kahfi_ace_hasan_b.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi saat memimpin Rapat Kerja dengan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi menyayangkan aksi pembubaran jemaat yang sedang beribadah di Gereja Mawar Sharon (GMS) di Binjai, Sumatera Utara. Insiden itu terjadi karena jemaat gereja beribadah di lokasi yang tidak memiliki izin rumah ibadah.

Peristiwa pembubaran jemaat itu diungkapkan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) yang mengeluarkan pernyataan mengejutkan terkait pembubaran gereja di Kota Binjai itu.

Ashabul Kahfi menilai, aksi pembubaran paksa Jemaat Gereja Mawar Sharon mencederai kerukunan umat beragama di Indonesia. Ia meminta Kementeria Agama (Kemenag) segera mengusut tuntas perkara tersebut.

"Kami menyayangkan kejadian pembubaran paksa di jemaat Gereja Mawar Sharon Binjai, hal itu mencoreng kerukunan umat beragama. Kami desak Kemenang segera mengambil langkah konkret terkait permasalahan tersebut," ungkap imbuh Ashabul saat Rapat Kerja Komisi VIII dengan Kementerian Agama di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/6/2023).

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini meminta agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Sebab Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar harus menunjukkan sikap toleransi sesama umat beragama.

"Kita tidak mau kejadian serupa terulang kembali, Indonesia harus menunjukkan sikap toleransi yang kuat antara sesama umat beragama. Jangan sampai nanti kita sebagai muslim diperlakukan serupa di negara lain yang mayoritas penduduknya beragama non muslim tentu tidak enak," papar Politisi Fraksi PAN ini.

Seperti diketahui, Jemaat Gereja Mawar Sharon (GMS) di Binjai, Sumatera Utara dibubarkan paksa oleh masyarakat ketika tengah beribadah.

Seperti dilansir laman detikcom, Insiden itu terjadi karena jemaat gereja beribadah di lokasi yang tidak memiliki izin rumah ibadah.

Fakta ini awalnya diungkap Sekretaris Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Henrek Lokra. Ia menyebut peristiwa itu terjadi pada Jumat 19 Mei 2023 lalu.

"Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengecam keras aksi pembubaran ibadah secara paksa dan provokatif yang dilakukan oleh beberapa kelompok masyarakat," kata Henrek Lokra melalui keterangannya Kamis (31/5/2023).

"Terhadap jemaat Gereja Mawar Sharon (GMS) Binjai pada Jumat, 19 Mei 2023 di Kelurahan Satia, Kecamatan Binjai Kota, Kota Binjai, Sumatera Utara," ucapnya.

Pdt Janes Q Padang yang merupakan perwakilan Kristen di Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Binjai, menjelaskan duduk perkara peristiwa pembubaran paksa itu.

Dia menyebut, awalnya sekitar 40-an warga yang mengatasnamakan warga lingkungan 1 datang berunjuk rasa saat jemaat GMS sedang beribadah.

"Warga sekitar yang mengatasnamakan mereka warga Kelurahan Setia Lingkungan 1, ketika mereka datang aksi damai atau unjuk rasa ke tempat," kata Pdt Janes Q Padang, Kamis (1/6/2023).

Saat warga unjuk rasa, Janes dipanggil oleh pihak Kesbangpol Binjai untuk datang ke lokasi. Saat itu, warga mempersoalkan tentang keputusan bersama menteri mengenai rumah ibadah.

"Kebetulan kita dipanggil oleh Kesbangpol Binjai, ada pihak kepolisian, ada lurah, jadi ketika kita di sana utamanya tuntunan mereka kenapa tidak sesuai dengan keputusan bersama menteri 90 pengguna 60 tanda tangan lingkungan," ucapnya.

Setelah mendengar tuntutan warga, Janes merasa ada kesalahpahaman mengenai keputusan bersama menteri tersebut.

Mengingat lokasi yang digunakan oleh jemaat GMS bukan lah rumah ibadah, namun tempat ibadah sementara.

Mengetahui hal itu, Janes kemudian menelpon perwakilan umat Islam di FKUB untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat. Mengingat masyarakat yang berunjuk rasa itu merupakan pemeluk agama Islam.

"Jadi waktu itu kita coba memberikan penjelasan, saya kemarin itu telepon ustadz yang merupakan mewakili dari teman kita muslim di FKUB supaya teman ini menjelaskan, karena kan massa yang hadir kebetulan teman kita yang muslim, jadi teman itu menjelaskan apa bedanya rumah ibadah dan rumah ibadah sementara atau istilah kita di lapangan tempat ibadah sementara," bebernya.

Namun setelah dijelaskan, warga tetap tidak mau mengindahkan penjelasan tersebut. Mereka kemudian melarang adanya aktivitas ibadah di lokasi itu dan mempersoalkan kenapa keluar rekomendasi dari FKUB jika di lokasi itu diperbolehkan ibadah.

"Tapi teman kita yang unjuk rasa ini tidak mau mendengar, hanya berkata tidak boleh ibadah di sini, kemudian kenapa bisa keluar rekomendasi Kemenag di Februari, kenapa bisa keluar rekomendasi (GMS bisa ibadah di situ) FKUB yang kita keluarkan di April," ungkapnya.

Janes menyebutkan jika FKUB maupun Kemenag memiliki kewenangan dalam memberikan rekomendasi untuk pelaksanaan ibadah. Rekomendasi yang dikeluarkan oleh FKUB tersebut keluar setelah mereka meninjau langsung lokasi tersebut.

"Kalau dalam di peraturan bersama menteri itu kan laporan tertulis, jadi istilahnya kita sudah meninjau bahwa itu ada peredam di lantai dua itu, di bawah itu mereka buka usaha kopi makanya namanya Kopi Teman, lalu di lantai dua lah mereka buat tempat ibadah itu, jadi kita survei jadi tidak mengganggu lah kalau menurut kami FKUB kalau berbicara suara, jadi itulah permasalahannya," sebutnya.

Rekomendasi itu juga dikeluarkan karena setiap warga negara dilindungi untuk melaksanakan ibadah berdasarkan agama masing-masing. Setelah rekomendasi keluar, pemerintah daerah akan mengeluarkan izin sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan.

"Ketika rapat, pihak FKUB selalu berkata bahwa negara melindungi setiap warga masyarakat pemeluk agama sesuai agama dan kepercayaan masing-masing, itu hak asasi nya mereka dan itu hak konstitusi yang dilindungi undang-undang, baik FKUB maupun Kemenag itu kan semacam rekomendasi, izin kan bukan kami yang buat, itu kan pemerintah atas rekomendasi-rekomendasi ini," ujarnya.

Setelah masalah ini mencuat, FKUB dan bersama beberapa pihak terus melakukan rapat untuk membahas hal itu. Terakhir, rapat dilakukan kemarin bersama Wali Kota Binjai dan keputusan akan dikeluarkan dalam waktu dekat.

"Pada waktu kita rapat baik di kantor dewan, camat, Kesbangpol, di Balai Kota, dan Aula Wali Kota, kita berkata supaya pemerintah bisa mengambil jalan keluar dan kita memberikan masukan jika ini perlu duduk bersama. Wali Kota, Wakil Wali Kota dan Sekda yang hadir di situ mengatakan dengan rekomendasi dan masukan-masukan tokoh agama ini kami akan membuat keputusan tentang hal ini dalam waktu dekat," ucapnya.

Janes mengatakan jika jemaat GMS baru belakangan ini beribadah di lokasi itu. Sebab, ruko yang merupakan milik salah satu jemaat GMS itu baru selesai dibangun.

"Kalau berapa lamanya, mungkin baru-baru ini karena ruko ini baru juga, ruko itu kan pemiliknya jemaat mereka," katanya.

Jemaat GMS juga tetap melaksanakan ibadah di lokasi yang didemo oleh warga sekitar. Selama ibadah, kepolisian menjaga lokasi tersebut.

"Tetap di situ (beribadah pasca kejadian), sejauh ini kita dengar pihak kepolisian mengamankan biar tidak ada keributan," tutupnya.

Editor: Surya