Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Guo Borgol
Oleh : Opini
Selasa | 30-05-2023 | 12:48 WIB
dahlan_iskan-Guo-Borgol-01.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Wartawan senior Indonesia Dahlan Iskan. (Istimewa)

Oleh Dahlan Iskan

SETENGAH mati Tiongkok mengejar konglomerat yang jadi buron ini. Bertahun-tahun. Tidak berhasil. Ia lari ke Inggris: nyantol ke Tony Blair. Lalu lari ke Amerika Serikat: nyantol ke orang dekat presiden (waktu itu) Donald Trump.

Tiongkok kini tidak perlu pusing lagi. Yang dikejar sudah masuk lubang yang dibuatnya sendiri.

Di lubang itu Guo Wengui, konglomerat yang dikejar-kejar itu, tidak bisa lari-lari lagi. Lubangnya dalam: kamar tahanan FBI Amerika.

Ia mulai diborgol bulan lalu. Di New York. Dimasukkan tahanan khusus: tidak bisa diusahakan menjadi tahanan luar. Pun dengan uang jaminan.

Yang menangkap Guo Amerika sendiri. Kali ini tanpa ada permintaan dari Tiongkok.

Dulu Tiongkok meminta-minta bantuan Amerika untuk menangkap Guo. Tidak digubris. Justru Guo dilindungi. Guo sudah dianggap jadi warga negara Amerika.

Tiongkok memang risih atas keberadaan Guo di Amerika. Ia terus menggalang kampanye anti Tiongkok. Terus menjelekkan negara asalnya. Memojokkan partai Komunis Tiongkok. Menghujat Presiden Xi Jinping.

Amerika senang sekali.

Di Amerika pun ia cepat menjadi populer. Jadi idola orang-orang Tionghoa perantauan di sana. Terutama yang sama-sama anti komunis. Termasuk yang pro Taiwan.

Apalagi mereka tahu: di Amerika, Guo dekat dengan Steve Bannon, salah satu tangan kanan Trump. Bannon adalah sayap anti Tiongkok paling keras di Partai Republik.

Pasangan Guo-Bannon sangat ideal untuk menggempur Tiongkok.

Dua orang itu, suatu saat, membuat rakyat New York terkejut. Yakni ketika Covid mulai melanda Amerika. Tiba-tiba ada pesawat kecil muter-muter di atas langit New York. Pesawat itu mengibarkan banner berwarna biru. Tulisannya: Selamat Datang Pemerintah Federal Tiongkok.

Orang pun bertanya-tanya apa maksudnya. Tak lama kemudian muncul di layar live online: gambar Guo bersama Bannon. Posisi mereka di pantai New York. Dengan latar belakang patung Liberty.

Di penampilan itulah keduanya menjelaskan: pemerintah komunis Tiongkok segera berakhir. Segera digantikan pemerintahan federal Tiongkok. Berarti, menurut dua tokoh itu, Tiongkok segera menjadi negara serikat seperti Amerika.

Wabah Covid, menurut mereka, menjadi penanda akhir kekuasaan Xi Jinping.

Propaganda seperti itu sangat memuaskan emosi orang Tionghoa di Amerika yang anti komunis. Guo tahu itu. Sadar itu. Medsos milik Guo diikuti jutaan orang. Mulai dari Instagram sampai Facebook dan podcast-nya. Begitu sering Guo dan Bannon saling mengundang di podcast masing-masing.

Kesadaran baru Guo itu memberi inspirasi pada jiwa dagangnya. Massa pengikut itu bisa jadi sumber pendanaan bisnisnya. Maka Guo mendirikan bisnis media dan crypto. Ia menggalang dana dari masyarakat. Terkumpullah dana sebesar USD 1 miliar. Sekitar Rp 15 triliun.

Guo membeli apartemen Penthouse di Manhattan. Membeli Lamborghini. Bugatti. Ferrari. Kapal pesiar. Membayar fee konsultasi dalam jumlah besar ke Bannon.

Sebagian orang Tionghoa di Amerika mulai mencurigai Guo. Mereka mulai mempersoalkan moralitas Guo. Banyak pula yang kemudian membongkar borok Guo. Lewat medsos.

Tercatat sampai 5.500 orang Tionghoa Amerika yang menyetor uang ke lembaga milik Guo. Antara USD 1.000 sampai USD 100.000. Semacam pembelian saham. Mereka itu yang kini merasa tertipu oleh Guo. Lalu menghujat Guo.

Mereka yang mengkritik Guo itu lantas dijadikan musuh. Mereka diberi gelar oleh Guo sebagai pengkhianat. Guo pun menyerang mereka lewat medsos. Lalu kirim pendemo ke rumah-rumah mereka. Salah satu pendemo itu, menurut media di Amerika, balik menyerang Guo. Alasannya: janji dapat bayaran setelah demo tidak dipenuhi.

Penggalangan dana Guo itu dianggap ilegal. Badan pengawas pasar modal di sana menjatuhi Guo denda sangat besar: lebih USD 530 juta.

Guo sendiri belakangan bertengkar dengan Bannon. Saling gugat di pengadilan. Soal uang yang tidak dibayarkan.

Terakhir, bulan lalu, Guo ditangkap. Di apartemen mewahnya di Manhattan. Ia diborgol. Dimasukkan tahanan.

Beberapa jam kemudian ada kebakaran di apartemen mewahnya.

Guo lari dari Beijing tahun 2014. Tidak lama setelah Xi Jinping berkuasa. Penguasa baru itu melancarkan gerakan antikorupsi besar-besaran. Xi melihat Tiongkok sudah terlalu jauh menyimpang dari ideologi komunisme. Kapitalisme sudah berlebihan --dengan bumbu penyedapnya: korupsi.

Beberapa konglomerat ditangkap. Yang kooperatif dibedakan dengan yang keras kepala. Apalagi yang sampai melarikan diri. Guo pilih melarikan diri. Bisnis real estate-nya, salah satu yang terbesar di Tiongkok, ia tinggalkan. Bersama dengan utang raksasanya di bank milik negara.

Hotel-hotel mewah di sekitar stadion Olimpiade sarang burung adalah milik Guo. Termasuk gedung yang bentuk arsitekturnya seperti obor yang apinya lagi terbawa angin yang terkenal itu.

Guo memang dapat proyek besar dari Olimpiade Beijing tahun 2008. Ia jadi salah satu orang terkaya di Tiongkok.

Guo asli provinsi Shandong. Dari keluarga sangat miskin. Ia pintar mencari hubungan. Bisa dapat banyak proyek. Pun ketika lari ke Inggris. Ia bisa dekat dengan mantan Perdana Menteri Tony Blair. Tony-lah yang memberikan rekomendasi sehingga Guo bisa membeli apartemen mewah di Manhattan.

Ibarat tupai yang sangat pandai meloncat, Guo kini lagi jatuh. Bahwa kali ini ia tidak bisa menggunakan kekayaannya untuk membayar uang jaminan karena Amerika sudah berhitung: Guo akan lari. Ia punya kemampuan untuk kabur. *

Penulis adalah wartawan senior Indonesia