Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

MPR Nilai Sistem Proporsional Tertutup Berangus Fungsi Aspirasi Anggota DPR
Oleh : Irawan
Kamis | 23-02-2023 | 08:04 WIB
001122_mpr-01.jpg Honda-Batam
MPR Nilai Sistem Proporsional Tertutup Berangus Fungsi Aspirasi Anggota DPR. (Ist)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Anggota MPR RI dari Dave Akbarshah Fikarno Laksono anggota MPR RI Fraksi Partai Golkar menegaskan sikapnya menolak sistem proporsional tertutup. Perdebatan mengenai sistem Pemilu belakangan menguat karena gugatan sekelompok orang atas UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi.

"Sekarang ini proporsional terbuka, pemilihan kepala pemerintahan pusat hingga daerah, hingga desa secara langsung, ini kan memberikan otoritas ataupun memberikan amanah, memberikan kesempatan bagi rakyat untuk menentukan siapa yang rakyat inginkan menjadi perwakilannya," kata Dave dalam diskusi Empat Pilar MPR RI Bertajuk 'Sistem Pemilu dan Masa Depan Demokrasi Pancasila' di Media Centre DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (22/2/2023)

Dia menekankan, jangan sampai hak rakyat menentukan wakilnya dilucuti lewat sistem proporsional tertutup. Ia mengingatkan sistem proporsional terbuka baru dilaksanakan penuh pada Pemilu 2009 hingga 2019.

Menurut Dave, sistem ini adalah kemajuan demokrasi Indonesia. Sebab, sebelumnya sistem proporsional tertutup dan semi terbuka sudah pernah dijalankan dalam sejarah kepemiluan Indonesia.

"Ini adalah suatu kemajuan dari sistem demokrasi kita, ini yang benar- benar memberikan kesempatan (bagi rakyat), untuk melakukan sistem pemilu tersebut, rakyat bisa memilih, rakyat bisa menentukan calon, dan juga melakukan efisiensi daripada keuangan negara," paparnya.

"Itu harus kita patahkan dan harus kita putus, jangan sampai demokrasi diberangus, jangan sampai demokrasi itu diputus, dan jangan sampai fungsi aspirasi ini akhirnya lambat laun hilang sehingga tak adalagi pendekatan, pengenalan kepada masyarakat," imbuhnya.

Sedangkan Anggota MPR dari Fraksi Partai Demokrat Wahyu Sanjaya mengatakan, rakyat ingin melihat calonnya, apakah yang mereka dukung sudah sesuai atau tidak

"Kalau ini dikembalikan pada sistem tertutup di mana kita hanya mencoblos logo partai, kesempatan bagi rakyat untk mengenal lebih jauh calonnya itu menjadi kurang bagus, tidak sesuai yang terjadi selama ini," jelas Wahyu.

Wahyu menuturkan bahwa semua sudah capek saat Reformasi dulu. Jadi, sangat tidak mungkin harus balik lagi ke sistem proporsional tertutup.

"Saya bingung sebenarnya, masih ada orang atau kelompok yang menginginkannya pemilu dengan menggunakan sistem proporsional tertutup. Termasuk ada yang menggugat ke MK. Kami melihatnya bahwasanya maslah tertutup dan terbuka itu domainnya di DPR, bukan di tempat lain," kata Wahyu heran.

Wahyu melihatnya, dengan sistem yang sudah jalan ini, yakni terbuka saat ini, tidak ada yang bertentangan dengan Pancasila, dan UUD 1945. Kenapa musti diperdebatkan lagi?

"Tapi kalau hal itu ada persoalan politis, ya kami tidak tahu. Kenapa bisa gaduh seperti saat ini. Bahkan sampai ada gugatan ke MK. Kami benar-benar tidak mengerti," ujar Wahyu.

PDIP Ingin Hattrick

Sementara itu, Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, DR. Ujang Komarudin mengatakan dari berbagai diskusi dengan banyak pihak, terungkap PDI Perjuangan atau PDIP menjadi satu-satunya partai yang paling rapi dalam menyusun para calon anggota legislatifnya.

Susunan para Caleg PDIP itu menurut Ujang, memang disiapkan untuk menghadapi Pemilu legislatif dengan sistem proporsional tertutup.

"Partai yang paling rapi menyusun Calegnya adalah PDIP. Tapi semuanya disusun dalam sistem Pemilu proporsional tertutup," kata Ujang.

Ujang menduga para Caleg partai berlambang banteng hitam dengan moncong putih itu disusun dengan format sistem Pemilu tertutup ditujukan untuk meraih kemenangan dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden.

"PDIP ingin hattrick, Menang Pilpres dan menang Pileg, cara yang memungkin untuk itu, ya tertutup. Kalau terbuka, PDIP kan sudah jadi musuh bersama dalam kontek menentukan sistem Pemilu legislatif," tegasnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) itu menjelaskan, pilihan terhadap sistem proporsional terbuka di Pemilu 2024 nanti merupakan konsensus dari sembilan Fraksi di DPR RI, sehingga melahirkan UU tentang Pemilu.

"Melalui sistem proporsional terbuka ini, demokrasi Indonesia sudah terbilang maju. Kini ditarik-tarik lagi ke belakang seperti era Orde Baru. Pertanyaan saya, kapan mau tinggal landasnya demokrasi di Indonesia ini? Sistem Pemilu proporsional terbuka saja yang sedang jalan saja masih digugat," ujarnya.

Secara logika, kata Ujang, mestinya Partai Golkar yang sangat menginginkan sistem proporsional tertutup karena akan membawa bangsa ini ke sistem Orde Baru di bawah kekuasaan Presiden Soeharto.

"Faktanya, Partai Golkar juga menghindar dari gagasan sistem proporsional tertutup, karena di sistem proporsional terbuka hanya orang-orang terbaik yang muncul. Sebaliknya, kalau tertutup, maka tertutup peluang bagi orang-orang yang berjuang untuk demokrasi seperti aktivis," pungkasnya.

Editor: Surya