Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Survei Fiskal Regional dan Solusi Kemiskinan
Oleh : Opini
Kamis | 16-02-2023 | 10:24 WIB
Edy-Sutriono1.jpg Honda-Batam
Edy Sutriono.

Oleh: Edy Sutriono

Ekonomi Indonesia 2022 sebagaimana dirilis BPS beberapa hari yang lalu tumbuh sebesar 5,31 persen (coc). Capain tersebut sangat baik di tengah tantangan pemulihan ekonomi pasca pandemi, inflasi, geopolitik dan bayang-bayang resesi dunia.

Sektor transportasi dan pergudangan menjadi pengungkit tertinggi pertumbuhan, sementara pengeluaran didominasi ekspor barang dan jasa yang memiliki nilai tambah daya saing. Industri pengolahan dan konsumsi rumah tangga menjadi kontributor terbesar PDB.

Ekonomi yang tumbuh tersebut dihadapkan tantangan satu dampak pandemi yang masih terasa yakni kemiskinan. Persentase penduduk miskin pada September 2022 sebesar 9,57 persen yang meningkat dibandingkan Maret 2022. Dari angka kemiskinan tersebut sebagian tergolong miskin ekstrem dan menjadi perhatian Presiden agar nol persen pada tahun 2024.

Upaya intervensi fiskal belanja pemerintah sebagai penopang utama ekonomi telah banyak dilakukan dengan berbagai program yang bersifat perlindungan sosial, insentif dan pemberdayaan. Isu mengenai intervensi fiskal 'spending better' dan efektif menjadi penting. Upaya fiskal telah dapat secara perlahan menurunkan angka pengangguran terbuka dan disparitas pendapatan serta meningkatkan Nilai Tukar Petani. Kondisi dan prospek perekonomian 2023 yang optimis dan waspada, mengapa dan bagaimana menangani kemiskinan yang masih terjadi?

Survei Fiskal Regional untuk Efektivitas Fiskal Menangani Kemiskinan

Menilik karya Abhijit Banerjee dan Esther Duflo pemenang Nobel Memorial Prize in Economics tahun 2019 yang mengembangkan metode riset 'Randomized Controlled Trials'. Metode mereka dianggap berhasil memberikan evidence yang cukup untuk formulasi kebijakan publik yang berkualitas termasuk di bidang pengentasan kemiskinan. Salah satu faktor keberhasilan metode mereka adalah kualitas survei yang dilakukan langsung kepada masyarakat penerima program dan dapat mengukur apakah program yang diukur dampaknya sudah berjalan baik, perlu perbaikan, atau justru kontraproduktif dan harus dihentikan.

Keandalan survei untuk pengambilan kebijakan dilakukan Bank Indonesia dan diperkuat dalam Undang-Undang BI bahwa survei dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu diperlukan yang bersifat makro atau mikro untuk mendukung pelaksanaan tugas BI. Setiap badan diwajibkan memberikan keterangan dan data yang diperlukan untuk keperluan survei tersebut.

Berkaca keberhasilan survei yang dikembangkan Banerjee dan Esther dan analog survei moneter, Kementerian Keuangan di daerah selaku Regional Chief Fiscal and Economist yang dimotori Ditjen Perbendaharaan dapat mengalokasikan sumber daya pada program yang secara spesifik diformulasikan untuk menyelesaikan akar kemiskinan di level mikro dan sekaligus memberikan insentif pada pengembangan ekonomi lokal. Survei kemiskinan dapat didesain untuk memberikan informasi tingkat kemiskinan di wilayah tertentu, tipe kemiskinan yang ditemukan, karakteristik populasi miskin, dan faktor lain yang mempengaruhi kemiskinan.

Dengan demikian program intervensi fiskal tidak hanya mengandalkan kuantitatif data sekunder, namun mulai menambahkan data primer spesifik yang mendeteksim mengintervensi dan mengukur dampak fiskal melalui survei mandiri kepada masyarakat secara langsung. Program pengentasan kemiskinan memiliki banyak dimensi, maka konsep monitoring dan evaluasi harus menyeluruh sehingga mampu menangkap seluruh aspek yang menjadi akar atau penyebab kemiskinan berbasis data dan bukti (data and evidence based).

Selanjutnya komunikasi yang efektif perlu dilakukan untuk membuat hasil survei diketahui oleh masyarakat secara umum. Beberapa metode kreatif bisa dilakukan, misalnya melalui konten media sosial, media massa cetak maupun digital, berbicara di forum publik seperti seminar, podcast, dan turun secara langsung membagikan hasil survei kepada masyarakat guna meningkatkan partisipasi mereka dalam survei serta meningkatkan krediilitas survei di mata masyarakat.

Kebijakan pengentasan kemiskinan seringkali dominan dan sporadis dilaksanakan melalui program perlindungan sosial berupa bantuan sosial. Pada kenyataannya program bansos tersebut sampai kepada masyarakat yang miskin disebabkan pengangguran karena keterbatasan lapangan kerja, upah minim karena bekerja paruh waktu, atau bahkan dari sosial budaya masyarakat yang menerima apa adanya (Indeks Kebahagiaan tinggi). Program bansos yang dilaksanakan tentu menjadi tidak efektif karena bersifat temporer dan lebih perlu program pemberdayaan masyarakat.

Oleh karena itu, menjadi penting Survei Fiskal Regional dapat menjadi alat untuk dapat memberi solusi secara mikro terhadap kemiskinan yang dilakukan secara regional. Dari hasil survei dapat melakukan intervensi dan bauran kebijakan regional dengan proporsi yang tepat secara nyata menangani kemiskinan. Kluster penyebab kemiskinan yang disebabkan rendahnya tingkat pendapatan dilakukan intervensi dengan memperbaiki kualitas pendidikan dan pelatihan, keterampilan, kartu pra kerja, dan perluasan lapangan kerja yang padat karya. Kemiskinan karena pendidikan dengan memperluas akses pendidikan, bantuan keuangan keluarga miskin, menambah manfaat KIP, faktor kesehatan dengan memperluas akses perawatan kesehatan, JKN, edukasi hidup sehat, perlindungan sosial dengan program bantuan perlinsos dan keterbatasan akses pasar dan infrastruktur melalui peningkatan infrastruktur dasar, sanitasi, listrik, dan transportasi.

Penulis adalah Chief Economist Ditjen Perbendaharaan, Kemenkeu.

*) Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi tempat penulis bekerja.