Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bamsoet Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum Unpad

Keberadaan PPHN Dapat Menjaga Kesinambungan Pembangunan Nasional
Oleh : Irawan
Minggu | 29-01-2023 | 09:04 WIB
bamsoet_doktor_unpad_b.jpg Honda-Batam
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) meraih gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Pajajaran Bandung (Foto: Isimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Bangsa Indonesia sangat memerlukan PPHN (Pokok-Pokok Haluan Negara) sebagai pedoman untuk memastikan pembangunan berjalan berkesinambungan pada setiap pergantian pimpinan nasional atau daerah.

Khususnya menghadapi Revolusi Industri 5.0 dan Indonesia emas yang penuh tantangan dan dinamika. Tanpa perencanaan jangka panjang yang matang, tidak mungkin Indonesia mewujudkan Indonesia yang sejahtera, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerto raharjo.

Demikian sepenggal materi disertasi Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, di depan Sidang Terbuka Terbuka Promosi Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (28/1/2023).

"Penelitian ini juga menemukan dua novelty atau temuan baru. Pertama, gagasan mengenai kontruksi GBHN menjadi menjadi PPHN tanpa amandemen. Kedua, rekontruksi GBHN menjadi PPHN yang dapat dilakukan dengan berlandaskan pada konvensi ketatanegaraan delapan lembaga tinggi negara, antara lain Presiden, MPR, DPR, DPD, BPK, MK, MA dan KY, dengan penyesuaian beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan," ungkapnya.

Selanjutnya dikatakan, karena itu, menjadi lebih sempurna jika penjelasan Pasal 7 ayat 1 UU No.12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU No.15 tahun 2019 dihapus.

"Sehingga kekuatan TAP MPR RI yang bersifat regeling atau pengaturan bisa hidup kembali sebagai bentuk hukum PPHN yang tidak bisa ditorpedo melalui Perppu ataupun judicial review ke Mahkamah Konstitusi," papar Bamsoet, seperti yang disampaikan lewat Siaran Pers Sekretariat Jenderal MPR RI.

Ketua DPR RI ke-20 dan Mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang hukum, HAM dan keamanan ini, menjelaskan semenjak kemerdekaan, Indonesia telah melalui dua periode pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru yang dalam pelaksaan pembangunanya memiliki pola dan nama berbeda. Pada masa Orde lama pelaksanaan pembangunan dilakukan bersarkan Ketetapan MPRS Nomor 1/MPRS/1960 tetang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai GBHN, Ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960 Tentang Garis-garis Besar Pembangunan Nasional Semesta Berencana 1961-1969, dan Ketetapan MPRS Nomor IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-pedoman Pelaksanaan GBHN dan Haluan Pembangunan.

Pada Masa Orde Baru Pelaksanaan pembangunan dilakukan berdasarkan Ketetapan MPR tentang GBHN, dan untuk merealisasikan GBHN ditetapkan Rencana Pembangunan Lima Tahun yang terwujud dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Sedangkan sejak masa Reformasi hingga saat ini, TAP MPR RI ditiadakan sebagai dasar hukum dan GBHN tidak lagi dipraktekan sebagai instrumen pelaksanaan pembangunan, tetapi dilakukan berdasarkan undang-undang, dengan dibentuknya UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang kemudian diturunkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Menengah, dan Pendek.

UU SPPN dan UU RPJN mengandung beberapa kelemahan, misalnya tidak mengatur keharusan kesinambungan pelaksanaan pembangunan manakala terjadi pergantian kepemimpinan di tingkat nasional dan daerah.

Akibatnya, setiap presiden, gubernur, hinggal walikota/bupati terpilih memiliki paradigma pembangunannya masing-masing.Misalnya, Presiden Abdurrahman Wahid yang kemudian Presiden Megawati Soekarnoputri menghasilkan peraturan perundang-undangan yang menjadi konsep "clean and good government".

Lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghasilkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), serta Presiden Joko Widodo dengan Nawacita.

"Masing-masing paradigma tidak memiliki keterkaitan, sehingga pembangunan yang dilakukan antar periode pemerintahan terkesan tidak selaras dan tidak berkesinambungan," jelas Bambang Soesatyo yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila.

Dirinya menerangkan, keberadaan PPHN dapat menjaga kesinambungan pembangunan nasional karena mempunyai kekuatan hukum mengikat, meskipun terjadi peralihan kekuasaan lembaga eksekutif, yaitu Presiden, termasuk juga lembaga legislatif antara lain MPR, DPR dan DPD RI.

Bahkan menurutnya, hingga tingkat pemerintahan yang lebih kecil yaitu desa. Pengawasan pelaksanaan PPHN dapat dilakukan sesuai sistem ketatanegaraan menurut UUD NKRI Tahun 1945.

Mekanismenya dapat dilakukan oleh DPR RI berupa pengembalian RUU APBN untuk diperbaiki pemerintah manakala tidak sesuai dengan PPHN.

Menurut Bamsoet, kehadiran PPHN dapat membuat pembangunan nasional kembali menemukan roh dan jatidirinya sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan konstitusi.

Sekaligus mengingatkan kita pada gagasan pentingnya perencanaan pembangunan nasional sebagaimana dikemukakan oleh pendiri bangsa pada tahun 1947. Hal ini sebagaimana terlihat dalam Tujuh Bahan-bahan Pokok Indoktrinasi, yang tujuannya adalan mewujudkan Indonesia yang maju, sejahtera dan makmur.

"Jika di tahun tersebut, Presiden Soekarno dan pendiri bangsa sudah mampu menggambarkan pentingnya pemanfaatan nikel di Sulawesi, Emas di Papua, gas alam dan timah di Sumatera, serta batubara di Kalimantan, seharusnya saat ini kita juga harus mampu membuat perencanaan jangka panjang dalam memanfaatkan potensi kekayaan alam Indonesia untuk memakmurkan Indonesia," pungkasnya.

Dalam kesempatan mempertahankan disertasinya tersebut, Bambang Soesatyo mendapatkat predikat Cumlaude dan berhasil mempublikasikan dua artikelnya pada dua jurnal internasional terindeks Scopus, serta masaa studi kurang dari tiga tahun.

Para penguji terdiri dari Ketua Sidang, Rektor Unpad, Prof. Rina Ibdiastuti, Sekretaris Sidang Prof. Huala Adolf, Ketua Tim Promotor Prof. Ahmad Ramli dan co Promotor Dr. Ary Zulfikar, dan Representasi Guru Besar Prof. I Gde Pantja Astawa. Serta Oponen ahli yang terdiri dari Menkumham Prof. Yasonna H. Laoly, Menkopolhukam Prof. Mahfud MD, Guru Besar Tata Negara Pro. Yusril Ihza Mahendra, Dr. Adrian E. Rompis, dan Dr. Prita Amalia.

Selain Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Ketua DPR RI Puan Maharani, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dan tiga Kepala Staff Angkatan, hadir secara virtual dan menyampaikan selamat.

Selain itu turut hadir Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah, Ahmad Muzani, Lestari Moerdijat, Jazilul Fawaid, Hidayat Nur Wahid Yandri Susanto, dan Fadel Muhammad.

Kemudian Ketua BPK RI Isma Yatun, Ketua MK Anwar Usman bersama istri Idayati, Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata, Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar, Wakil Ketua DPR RI Lodewijk Freidrich Paulus, dan Wakil Ketua DPD RI Sultan Najamudin.

Editor: Surya