Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Terdakwa Kasus Suap PON Riau, Eka Dituntut 3,5 Tahun Penjara
Oleh : ant/si
Kamis | 16-08-2012 | 20:28 WIB
terdakwa_eka.jpg Honda-Batam

PKP Developer


Terdakwa Eka Dharma Putra saat Persidangan di Pengadilan Tipikor, Pekanbaru

PEKANBARU, batamtoday - Pegawai Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Riau, Eka Dharma Putra, dituntut 3,5 tahun penjara terkait statusnya sebagai terdakwa kasus suap PON XVIII Riau di sidang Tipikor, Pekanbaru, Kamis (16/8/2012).



"Menuntut supaya Majelis Hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa hukuman penjara tiga tahun enam bulan," kata Jaksa Penuntut Umum KPK, Muhibuddin.

Pada sidang yang berbeda, Jaksa Penuntut Umum KPK pada Kamis (16/8) juga menyatakan tuntutan yang sama terhadap terdakwa dari PT Pembangunan Perumahan (PP) Rahmat Syahputra.

Sama seperti Rahmat, Jaksa juga meminta terdakwa didenda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan dan perintah agar terdakwa tetap ditahan.

Jaksa Penuntut Umum KPK dalam penuntutan menyatakan terdakwa Eka bisa dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang (UU) No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Jaksa menyatakan terdakwa Eka secara bersama-sama melakukan tindakan suap dengan terdakwa Rahmat Syahputra dan tersangka mantan Kepala Dispora Riau Lukman Abbas selaku atasannya serta saksi Satria Hendri dan Agung Sanyoto dari pihak kontraktor. "Uang lelah" sebesar Rp900 miliar yang diserahkan kepada anggota DPRD Riau dimaksudkan untuk memuluskan revisi Perda terkait penambahan anggaran proyek arena menambak PON Riau.

Yang mengejutkan, Jaksa Penuntut Umum KPK mengatakan tindakan penyuapan juga dilakukan terdakwa Eka bersama Gubernur Riau HM Rusli Zainal.

Jaksa menyatakan fakta dalam persidangan bahwa terdakwa Eka mengaku tak bisa mengelak untuk memberi "uang lelah" karena perintah dari atasannya, Lukman Abbas. Sedangkan, Lukman Abbas dalam kesaksiannya di persidangan mengatakan pemberian "uang lelah" dilakukan sesuai dengan perintah dan arahan dari saksi Gubernur Riau yang langsung dibantah oleh Rusli Zainal dipersidangan.

"Bantahan itu bertolak belakang dengan isi rekaman yang diperdengarkan di pengadilan," kata Muhibuddin.

Atas perintah itu, terdakwa mengatur pemenuhan permintaan "uang lelah" Rp900 juta dan secara aktif terus berkomunikasi dengan anggota DPRD Riau untuk urusan itu. Uang tersebut berasal kontraktor proyek PON Riau, yang tergabung dalam Kerjasama Operasi (KSO) antara lain PT Pembangunan Perumahan Rp445 juta, Adhi Karya Rp319 juta, dan Wijaya Karya Rp126 juta.

Dana sebesar Rp900 juta itu merupakan sebagian dari "uang lelah" sebesar Rp1,8 miliar yang diminta anggota DPRD Riau untuk revisi dua Perda No.5/2008 dan No.6/2010 tentang penganggaran proyek sarana olahraga PON XVIII.

Rahmat bersama terdakwa Eka Dharma Putra disebut ikut menyerahkan uang sebesar Rp900 juta pada 3 April kepada anggota DPRD Riau M. Faisal Aswan. Penyerahan uang dilakukan di rumah Faisal di Jl. Aur Kuning Perumahan Aur Kuning Blok J-24 Pekanbaru.

Uang itu rencananya akan diserahkan kepada Ketua Pansus Revisi Perda M. Dunir untuk dibagikan kepada seluruh anggota DPRD Riau, setelah pada saat yang sama rapat Paripurna pengesahan revisi Perda No.5/2008 tak jadi ditunda karena ada kepastian "uang lelah". Namun, KPK akhirnya menangkap tangan terdakwa saat membawa "uang lelah" tersebut.

Ketua Majelis Hakim Tipikor Krosbin Lumban Gaol menunda sidang hingga tanggal 27 Agustus mendatang.

Eva Nora SH, selaku penasehat hukum terdakwa Eka Dharma mengatakan sudah selayaknya majelis hakim meringankan hukuman bagi Eka.

"Seharusnya hukuman dikurangi karena terdakwa sudah mengakui perbuatannya dan menyesali perbuatannya. Jadi sudah selayaknya hakim mengurangi hukumannya," kata Eva.

Sidang kasus suap PON Riau kini sudah menghadirkan empat terdakwa, yakni Eka Dharma Putra selaku Kasie Sarana dan Prasarana pada Dinas Pemuda dan Olahraga Riau, dan Rahmat Syahputra. Sedangkan, dua anggota DPRD Riau yang menjadi terdakwa antara lain M. Dunir dan M. Faisal Aswan.

Meski begitu, KPK sudah menetapkan delapan tersangka dari DPRD Riau, satu diantara adalah Wakil Ketua DPRD Riau Taufan Andoso Yakin yang disebut sebagai salah satu pemrakarsa "uang lelah" proyek PON. Belakangan, KPK juga menetapkan tujuh anggota DPRD Riau lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah anggota Pansus revisi Perda No.5/2008, antara lain Abu Bakar Sidik, Adrian Ali, Teuku Muhazza, Zulfan Herry, Syarif Hidayat, Muhammad Rum Zein, Lukman Asy`ari.

Selain itu, KPK juga menetapkan status tersangka kepada mantan Kepala Dispora Riau Lukman Abbas.