Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DOB Papua Diharapkan tak Jadi Beban Masa Depan dan Cek Kosong seperti UU Otsus
Oleh : Irawan
Minggu | 25-12-2022 | 17:04 WIB
Yoris_raweyai_b1.jpg Honda-Batam
Ketua Komite II DPD Yorrys Raweyai, Anggota DPD daerah pemilihan (Dapil) Papua (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua Komite II DPD Yorrys Raweyai, Anggota DPD daerah pemilihan (Dapil) Papua menyampaikan refleksi politik pada 2022, khususnya yang terjadi di Papua. Ia mengajak publik untuk tidak melupakan konstelasi sosial dan politik yang berlangsung di ujung timur Indonesia, yakni Papua.

Pasalnya ia melihat, Papua seakan cenderung menjadi wilayah yang selalu diabaikan oleh semua pihak. Padahal, permasalahan dan persoalan baru selalu muncul setiap waktunya.

"Itulah yang terasa dari waktu-waktu. Berbagai macam aturan dan kebijakan dikeluarkan untuk merespons persoalan kedaerahan Papua, tapi tidak kunjung memenuhi persepsi dan visi yang sama," ujar Yorrys lewat keterangannya, Ahad (25/12/2022).

Ironisnya, permasalahan tersebut juga timbul dari kanal-kanal yang disebut sebagai pihak yang menyuarakan orang asli Papua. Beberapa di antaranya adalah Majelis Rakyat Papua (MRP), Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), hingga tingkat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Persoalan demi persoalan bermunculan justru di saat begitu banyak kanal representatif seperti DPD, DPR, DPRP dan MRP yang sedianya menjembatani kesenjangan pemahaman tentang apa yang dimaksudkan oleh pemerintah pusat dan apa yang dikehendaki oleh rakyat Papua," ujar Yorrys.

Pada 2022 sendiri, terdapat empat daerah otonomi baru (DOB) di Papua, yakni Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya. Empat DOB tersebut dipandangnya akan menjadi tantangan baru, baik bagi pemerintah dan orang asli Papua.

Menurutnya, pemekaran wilayah di Papua bukan hanya soal politik kontestasi dan pembagian kekuasaan dan jabatan. Namun, sejauh mana substansi persoalan di Papua terjamah dan terakomodasi lewat kebijakan tersebut.

"DOB di Papua adalah tantangan baru di tengah persoalan yang sudah menumpuk. Jika tidak dikelola dengan baik, maka apapun yang dihasilkan pada tahun 2022 ini akan menjadi beban sosial dan politik bagi masyarakat Papua," ujar Yorrys.

Cek Kosong
Dalam kesempatan ini, Senator asal Papua Yoris Raweyai mengajak publik untuk tidak melupakan konstelasi sosial dan politik yang berlangsung di ujung timur Indonesia, yakni Papua.

Termasuk ihwal Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua itu diteken Presiden Jokowi (Jokowi) pada Senin (19/7/2021).

Menurutnya, muatan undang-undang tersebut sangat ideal sebagai usaha mempercepat pembangunan kesejahteraan dan peningkatan pelayanan publik yang berkesinambungan dan berkelanjutan.

Namun, muatan ideal itu cenderung tidak memiliki pengaruh signifikan untuk melahirkan perubahan. "UU Otonomi Khusus yang baru itu seperti cek kosong yang melompong, menyamakan persepsi melalui sosialisasi menyeluruh dan berkesinambungan tidak kunjung terwujud. Padahal, begitu banyak figur representatif yang bisa diajak bekerja sama untuk mewujudkan kesamaan persepsi tersebut," ujar Yorrys.

Sejak Otonomi Khusus Jilid II diundangkan, pemerintah telah mengeluarkan dua peraturan turunan, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 106 Tahun 2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Papua. Serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 107 tentang Penerimaan, Pengelolaan, Pengawasan dan Rencana Induk Percepatan Pembangunan dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus Provinsi Papua.

Terakhir pada 2022, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 121 tahun 2022 tentang Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua. Namun hingga saat ini, elemen kedaerahan dari Papua belum merespon aturan-aturan turunan tersebut.

"Satu hal yang menjadi pertanyaan besar, hingga saat ini elemen kedaerahan yang terdiri dari pemerintah daerah (termasuk DPRP) serta lembaga kultural MRP tidak satupun merespons aturan-aturan itu dalam bentuk peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah khusus," ujar Yorrys.

"Bisa dipastikan, masa depan Papua cenderung didominasi persepi pemerintah pusat," sambungnya menegaskan.

Editor: Surya