Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR Nilai Pemerintah Kurang Libatkan Partisipasi Publik dalam Penyusunan RUU Sisdiknas 2022
Oleh : Irawan
Selasa | 06-09-2022 | 15:28 WIB
ruu_sidiknas_2022_b.jpg Honda-Batam
Forum Legislasi dengan tema 'RUU Sisdiknas dan Peta Jalan Pendidikan Nasional', Selasa (6/9/2022)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda menilai pemerintah kurang melibatkan masyarakat, khususnya stakeholder pendidikan dalam menyusun RUU Sisdiknas. Pemerintah dinilai perlu serius mengajak publik dalam penyusunan RUU Sisdiknas 2022.

"Kenapa pemerintah kok tidak melibatkan partisipasi maksimal terhadap publik stakeholder pendidikan. Ada apa? saya kira bisa ke sana pertanyaan publiknya," kata Huda dalam Forum Legislasi dengan tema 'RUU Sisdiknas dan Peta Jalan Pendidikan Nasional', Selasa (6/9/2022).

Ia memandang, pemerintah seharusnya membuka partisipasi publik seluas-luasnya. Menurutnya, melahirkan partisipasi dalam rangka merumuskan kebijakan menjadi sangat penting.

"Ini menurut saya perlu jadi concern kedua. Stakeholder pendidikan merasa tidak menemukan momentum dari RUU Sisdiknas ini karena merasa tidak terlibat secara penuh," ujarnya.

Terkait isu tidak adanya tunjangan profesi guru di dalam draf RUU Sisdiknas tersebut, Huda mendesak agar tunjangan itu tetap diadakan. Ia menyarankan agar Kemendikbud membuat opsi pasal lain jika ada perubahan.

"Bahwa kemudian dari tunjangan profesi ini yang seringkali disampaikan Kemendikbud karena tidak ingin mengebiri hak guru untuk mendapatkan tunjangan profesi karena syarat untuk mendapat tunjangan profesi harus mendapatkan sertifikasi yang dianggap panjang antrenya, ya level perubahanya tidak diadakan tunjangan profesinya, menurut saya di level teknisnya, turunan di situnya, bukan lalu menghapus tunjangan profesi" katanya.

Politikus PKB itu juga mengusulkan agar dibentuknya Pokja Nasional RUU Sisdiknas. Pokja Nasional RUU Sisdiknas tersebut merupakan forum untuk memastikan agar penyusunan RUU Sisdiknas melibatkan pihak yang belum dilibatkan.

"Pembentukan Pokja Nasional ini menjadi urgen di mata saya supaya stakeholder pendidikan punya forum yang bisa merumuskan DIM dan akan lebih produktif menurut saya ketimbang kira-kira pemerintah membiarkan, kosultasi publiknya nggak dibuka lagi terus kemudian sementara kelompok yang resistance terhadap pemerintah juga makin tinggi," katanya.

Sedangkan Kadep Litbang PB PGRI Sumardiansyah mengatakan, PGRI melihat sistem pendidikan nasional berisikan mimpi, cita-cita, gagasan ide tentang bagaimana menciptakan sebuah desain pendidikan yang ideal.

"Sistem pendidikan nasional sebagai sebuah produk konstitusi seharusnya mampu mempersatukan kita, bukan memisahkan dan memecahbelah kita. Hal ini kaitannya dengan komunikasi dari kemendikbud ristek yang memang selama ini bermasalah, sehingga menimbulkan kegaduhan," tuturnya.

Menurutnya, Kemendikbudristek dalam melakukan bentuk kebijakan politik ini seperti meninggalkan kekuatan-kekuatan yang sudah lama berjuang untuk dunia pendidikan.

"Mungkin bisa ditanyakan sejauh mana teman-teman PGRI dilibatkan, sejauh mana teman-teman Nahdlatul Ulama dilibatkan, teman-teman Muhammadiyah, Taman Siswa dan sebagainya. Jangan sampai proses penyusunan sebuah produk hukum, melibatkan sebuah kekuatan baru. Di mana kekuatan baru itu bukan berakomodasi dengan kekuatan lama, tapi malah berhadap hadapan. Ini yang menciptakan masalah sebetulnya, dalam konteks tertentu maka kita seperti ini pecah belah," paparnya.

Sementara terkait tiga draft RUU Sisdiknas 2022 yang telah beredar, Sumardiansyah mengaku telah membandingkan draft versi bulan April dan draft versi bulan Agustus.

"Kami kaget ketika salah satu klausul yang menyangkut hajat hidup orang banyak, yang menyangkut amanat konstitusi yang menyangkut identitas kita sebagai sebuah profesi eksistensi itu hilang. Apa yang hilang itu mengenai tunjangan profesi," pungkasnya.

Editor: Surya