Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Perang Baru Melawan Kejahatan Lingkungan
Oleh : Redaksi/Hijauku
Rabu | 01-08-2012 | 11:17 WIB

JENEWA, batamtoday - Sebuah konsorsium internasional menerbitkan panduan baru guna membantu negara memerangi kejahatan hutan dan satwa liar.


Setiap hari, tanaman dan satwa liar terus ditebang, dipetik dan diburu di wilayah yang kaya keanekaragaman hayati guna memuaskan kebutuhan pasar dunia.

Praktik penebangan, pencurian dan perburuan ilegal ini seringkali dikendalikan oleh organisasi atau sindikat kriminal.

Praktik illegal mengirim, memasok, memiliki serta mengosumsi tumbuhan serta satwa liar ini semakin marak sehingga mengancam kelestarian ekosistem dan ekonomi masyarakat yang menggantungkan kehidupannya dari sumber daya alam.

Dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari praktik perdagangan ilegal inilah yang melandasi aksi International Consortium on Combating Wildlife Crime (ICCWC) meluncurkan Wildlife and Forest Crime Analytic Toolkit dalam konferensi yang berlangsung di Jenewa, Swiss, minggu lalu (27/7).

Wildlife and Forest Crime Analytic Toolkit ini berisi panduan guna membantu negara mulai dari mengumpulkan dan menganalisis data serta bukti kejahatan, memersiapkan dan mengidentifikasi pelaku hingga membawa pelaku ke pengadilan.

Alat ini juga membantu negara melakukan analisis secara global dan sistematis atas pola perdagangan tumbuhan dan satwa ilegal guna memahami motif dibalik praktik pelanggaran hukum tersebut. Alat ini memberikan informasi dan pengalaman dari berbagai negara terkait strategi mereka mengatasi perdagangan liar dalam skala nasional, regional dan global.

Informasi mengenai perdagangan tumbuhan dan satwa ilegal masih sangat kurang jika dibandingkan dengan perdagangan ilegal lain seperti narkoba.

Untuk itu ICCWC juga bekerja sama dengan organisasi bea dan cukai di seluruh dunia menanggulangi masalah perdagangan satwa dan tumbuhan ilegal ini.

Kunio Mikuriya, Sekretaris Jenderal Organisasi Bea dan Cukai Dunia (World Customs Organization) menyatakan, pihaknya berkomitmen penuh untuk bekerja sama dengan ICCWC menanggulangi kejahatan lingkungan ini. 

“Panduan dari ICCWC ini melengkapi ‘senjata’ yang telah disusun oleh WCO dan organisasi internasional lain guna menanggulangi kejahatan lingkungan yang seringkali melintasi batas negara,” ujarnya sebagaimana dikutip dalam siaran pers UNEP, pekan lalu.

Kerugian dari perdagangan tanaman dan satwa ilegal ini diperkirakan mencapai US$16-27 miliar per tahun (termasuk perdagangan kayu dan hasil laut). Komoditas yang ramai diperdagangkan adalah bagian tubuh harimau, gading gajah, cula badak, burung-burung langka serta reptil.

Penelitian terbaru yang dilakukan Bank Dunia berjudul “Justice for Forests” melaporkan, kerugian negara akibat perdagangan kayu ilegal mencapai angka USD10 miliar per tahun.

Menurut laporan United Nation Office on Drugs and Crime The Globalization of Crime (UNOFDC) berjudul “A Transnational Organized Crime Threat Assessment”, wilayah Asia Tenggara adalah wilayah yang memiliki hutan alami berusia ratusan tahun yang luasnya mencapai 7% dari cadangan hutan dunia.

Wilayah ini juga memiliki berbagai macam spesies tanaman yang unik. Sebagai paru-paru dunia, hutan berfungsi menyerap CO2 penyebab perubahan iklim dan pemanasan global. Namun tingkat penggundulan hutan di Asia Tenggara adalah yang terpesat di dunia. Sebagian dari kerusakan hutan ini terkait dengan praktik penebangan illegal dan kejahatan terorganisir yang menimbulkan kerusakan yang tak bisa dipulihkan.

Masyarakat lokal juga rentan terkena dampak dari kerusakan lingkungan ini yang diperparah oleh perilaku korup pejabat di tingkat lokal hingga nasional, kekerasan, kehilangan pendapatan dan sumber kehidupan.

Lebih dari 50% kayu ilegal yang beredar di pasar dunia diperkirakan berasal dari Asia dan Eropa dan sekitar 20% dari kayu-kayu ilegal tersebut diekspor ke wilayah Uni Eropa dan sekitar 25% masuk ke China.