Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bintang Wanita
Oleh : Opini
Jum\'at | 12-08-2022 | 08:52 WIB
A-putri-josua_jpg2.jpg Honda-Batam
Istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawati tampak memegang tangan Brigadir J saat sesi foto bersama ajudannya. (Foto: Repro)

Oleh Dahlan Iskan

MEDIA inilah yang harus dicatat sebagai pembuka peristiwa Duren Tiga. Media mainstream. Kalau tidak, bisa jadi peristiwa itu terkubur -- mungkin untuk selama-lamanya.

Media itu ada di Jambi. Wartawan itu sebenarnya telat tahu: ada polisi, asal Jambi, yang mati tertembak. Sudah dua hari sebelumnya.

Wajar telat. Rumah polisi itu di pedalaman. Sang korban juga dikubur di pedalaman itu. Kurang bisa menarik perhatian seketika.

Si wartawan lantas ke Polda Jambi. Humas Polda tidak tahu. Ia meminta si wartawan ke Kabid Propam. Mungkin bidang Propam yang tahu. Ini kan menyangkut anggota Polri.

Tapi Propam Polda Jambi juga tidak tahu. Tidak bisa menjawab. Maka Propam Jambi menanyakan itu ke Propam Mabes Polri.

Ferdy Sambo pun ambil kesimpulan: berarti peristiwa Duren Tiga sudah diketahui media. Tidak bisa lagi ditutupi. Harus disiapkan jawaban yang tepat. Yang bisa membantu menyusun jawaban itu harus orang yang memahami media.

Irjen Pol Ferdy Sambo tidak sulit mencari orang yang punya kualifikasi dekat dengan media. Ia juga sosok yang aman. Tepercaya. Ia penasihat ahli Kapolri, bidang komunikasi publik.

Maka Jenderal Sambo menelepon Sang penasihat media: Fahmi Alamsyah.

Awalnya muncul berita Fahmilah yang diminta menyusun skenario jalannya peristiwa. Baiknya seperti apa. Agar bisa diterima logika media. Belakangan Fahmi membuat klarifikasi: ia hanya diminta membuat draf press release.

Sampai di sini kita belum bisa memastikan. Versi mana yang benar. Kita juga belum tahu. Seberapa sama draf yang disusun Fahmi itu dibanding dengan keterangan pers yang dibacakan Kahumas Mabes Polri yang bersejarah itu.

Saya menghubungi Fahmi. Ia terlihat ramah dan terbuka. Saya pun berkenalan.

"Apakah kita pernah bertemu?" tanya saya. Ternyata kami belum pernah berjumpa. Setelah basa-basi saya mulai bertanya: apakah pengunduran dirinya sebagai penasihat Kapolri itu suka rela atau diminta.

Ia mulai tidak menjawab. Demikian juga pertanyaan lain yang menjurus ke inti persoalan. Saya memaklumi. Ini soal yang sensitif baginya.

Fahmi dikenal di kalangan media sebagai Pemimpin Redaksi portal Inilah.com. Tapi ia sudah lama tidak di situ lagi. Ia juga dikenal punya semacam perusahaan media. Atau mungkin konsultan media. Namanya: NewsLink.

Ia sudah lama berada di lingkungan Mabes Polri. Bukan Kapolri sekarang yang kali pertama mengangkatnya sebagai staf ahli. Itu sudah sejak Kapolri sebelumnya. Bahkan sebelumnya lagi.

Fahmi sudah membuat pernyataan pers sebelum saya kontak itu. Saya memujinya ketika ia mengundurkan diri. Agar tidak menyulitkan Kapolri.

"Saya hanya diminta membuat poin-poin keterangan pers yang akan disampaikan ke media," ujar Fahmi ke media. Cerita yang diungkapkan ke pers itu, katanya, sesuai dengan keterangan Sambo padanya. Via telepon.

Di akhir pembicaraan itu Fahmi mengusulkan ke Sambo agar Humas Mabes Polri sudah harus membacakan itu paling lambat Senin tanggal 11 Juli, jam 16.00.

Menurut Fahmi, di akhir hubungan telepon itu Sambo juga mengatakan ini padanya: "meskipun ini aib keluarga dan memalukan, tapi demi kehormatan, istri saya sudah lapor tentang pelecehan seksual ke Polres Jakarta Selatan".

Berdasar keterangan Sambo seperti itulah Fahmi bikin draf keterangan pers yang dimaksud. Lalu dikirim ke Sambo. Setelah membaca itu Sambo mengirim WA ke Fahmi.

"Oke, Mi, saya sudah kirim ke Kadiv Humas," kutip Fahmi.

Maka terjadilah apa yang kemudian terjadi. Keterangan pers itu menjadi bencana. Itu dianggap hanya skenario untuk menutupi apa yang sesungguhnya terjadi.

Mungkin tidak menutupi semua. Soal seks itu, misalnya, kelihatannya tidak akan diralat. Mungkin hanya lokasinya yang akan lebih dijelaskan: bukan di rumah Duren Tiga.

Juga bukan sore itu. Bukan menjelang tembak-menembak tanggal 8 Juli 2022.

Itu di Magelang. Menko Polhukam Mahfud MD sudah memberi isyarat soal adanya motif pelecehan seks itu. Saya suka dengan kalimat isyarat yang diucapkan orang dekat Gus Dur ini: motif peristiwa itu hanya boleh diketahui orang dewasa.

Anda belum dewasa. Janganlah ingin terlalu tahu.

Kalau motifnya memang hanya untuk 17 tahun ke atas berarti amanlah soal yang lain-lain. Berarti klimaks peristiwa ini hanya akan terjadi sekali. Jangan harapkan melebar ke klimaks yang berikutnya dan berikutnya.

Berarti Sambo itu lelaki sejati: jangan sampai istri disentuh lelaki siapa pun. Biar pun jabatan tinggi taruhannya. Biar pun penjara seumur hidup ancamannya.

Laki-laki di mana pun merasa boleh tetap laki-laki di depan banyak wanita. Tapi istri harus hanya boleh memandang satu bintang. Meski pun Jendral Sambo berbintang dua.*

Penulis adalah wartawan senior