Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

MPR Dorong SBY Bentuk Satgas Inventarisasi Hasil Penyelidikan Kasus Pelanggaran HAM
Oleh : Surya
Senin | 30-07-2012 | 20:05 WIB
Lukman-Hakim-Saefuddin1.jpg Honda-Batam

Lukman Hakim Saefuddin, Wakil Ketua MPR RI

JAKARTA, batamtoday  - Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin mendorong Presiden Susilo Bambang Yudyonos (SBY) agar segera membentuk semacam task force (satgas) yang langsung di bawah koordinasinya untuk  melakukan inventarisasi semua hasil penyelidikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat selama ini oleh Komnas HAM dan sejumlah tim pencari fakta yang pernah dibentuk.



“Terhadap berbagai temuan itu, satgas tersebut menyeleksinya, mana kasus yang memungkinkan dibawa ke jalur hukum dan mana yang tidak perlu. Untuk itu presiden harus segera membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc. Adapun terhadap kasus-kasus yang tak memungkinkan dibawa ke pengadilan HAM, satgas menindaklanjutinya dengan mengajukan formulasi dan desain upaya rehabilitasi, ganti rugi, dan sebagainya,” kata Lukman Hakim Saefudin dalam Dialog Pilar Negara, bertema "Pelanggaran Ham Masa Lalu dan Solusi Masa Kini" di Jakarta, Senin (30/7/2012)

Sedangkan Sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam mengatakan sikap Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang akan menuntaskan pelanggaran berat HAM yang terjadi di tahun 1965 merupakan sebuah proses yang dimulai semenjak tahun 2003 lalu.

Saat itu, menurut Asvi, ada sejumlah pelanggaran berat Ham antara lain G 30 S PKI, penembakan misterius di tahun 1980-an, Talangsari, Dom Aceh dan Tanjung Priok yang diminta masyarakat untuk dituntaskan.

"Dari berbagai dugaan pelanggaran berat HAM yang diinventarisir dan didalami semenjak tahun 2003 lalu, Komnas Ham akhirnya memutuskan kejadian tahun 1965 dan penculikan oleh Kapasus terhadap sejumlah aktifis di Indonesia tahun 1980-an patut dibuka kembali," kata Asvi Warman Adam

Pentingnya menuntaskan kasus pelanggaran HAM bagi Indonesia, menurut ahli peneliti utama LIPI itu justru langkah awal untuk mencegah terjadinya pelanggaran ham di masa datang. Sebaliknya, terjadinya pelanggaran HAM berulang kali justru karena tidak satupun diantara pelanggaran HAM yang diselesaikan sehingga kejadian itu berlanjut terus.

"Barangkali itu pula yang menjadi inspirasi bagi Kopasus pada tahun 1979 hingga 1980 menculik sejumlah aktifis karena menculik itu mereka pahami sebagai hal yang biasa. Padahal perbuatan itu masuk kategori pelanggaran berat HAM," tegas Asvi Warman Adam.

Dikatakannya, niat Komnas HAM untuk mengungkap pelanggaran berat HAM tahun 1965 dan penculikan oleh Kopasus merupakan sebuah prestasi tersendiri bagi Komnas HAM. "Dengan bersikap seperti itu, Komnas HAM yakin betul bahwa berbagai investigasi dan temuannya cukup kuat dijadikan bukti hukum tentang telah terjadinya pelanggaran berat Ham di Indonesia," ujarnya.

Terakhir Asvi Warman Adam menegaskan kalau nanti terjadi persidangan khusus HAM jangan lagi diserahkan kepada pengadilan HAM Adhoc di Indonesia karena selalu meloloskan tersangka pelaku pelanggar berat HAM.