Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Melawan Penyebaran Radikalisme di Media Sosial
Oleh : Opini
Rabu | 20-07-2022 | 08:40 WIB
A-radikalisme81_(1)_jpg222.jpg Honda-Batam
Ilustrasi radikalisme dan terorisme. (Foto: Ist)

Oleh Rahmat Gunawan

PENYEBARAN paham dan ideologi radikal masih menjadi ancaman yang serius bagi bangsa Indonesia. Apalagi di dalam era digital seperti saat ini, perkembangan media sosial yang semakin cepat menjadi salah satu peluang bagi kelompok radikal dalam menyebarluaskan paham dan ideologi mereka.

Seperti yang disampaikan oleh anggota Komisi I DPR RI, Taufiq R. Abdulah yang mengingatkan kelompok-kelompok radikal sangat aktif mengampanyekan paham-paham radikal melalui media sosial. Bahkan mereka sampai menggunakan media sosial sebagai salah satu cara untuk melakukan rekrutmen.

 

Untuk mencegah penyebaran paham radikal, perlu adanya peran serta civil society untuk melakukan kontra narasi di media sosial. Upaya tersebut penting demi menjaga generasi milenial dari paham yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.

Penulis sependapat dengan yang disampaikan oleh Taufiq, bahwa perkembangan media sosial harus diambil manfaatnya untuk merekatkan persatuan dan kesatuan generasi penerus bangsa. Jangan sampai kemajuan media sosial menjadi ruang yang subur bagi penyebaran paham radikal yang bertentangan dengan Pancasila dan NKRI.

Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus bangsa harus aktif dalam menyebarkan kontra narasi radikalisme, dengan menyebarkan hal-hal positif yang dapat mempererat keutuhan, persatuan dan kesatuan Indonesia.

Penulis mengajak kepada seluruh masyarakat untuk waspada terhadap konten-konten media sosial yang memuat narasi berisi informasi yang memecah-belah persaudaraan, kebhinekaan, dan menghambat kemajuan bangsa. Jangan dengan mudah mempercayai konten yang tersebar di media sosial karena kita perlu melakukan cross check kembali kebenaran dari isi konten yang tersebar di media sosial tersebut.

Salah satu yang menarik perhatian penulis adalah saat optimalisasi peran santri dalam antisipasi radikalisme yang digelar di Kudus. Para santri dari salah satu Pondok Pesantren di Kudus yang menjadi peserta mengikuti kegiatan dengan antusias.

Salah satu santri menanyakan sikap yang harus diambil terhadap banyaknya informasi di era digitalisasi. Termasuk informasi paham radikalisme yang mudah diakses oleh semua kalangan.

Bupati Kudus Hartopo mengapresiasi santri yang mau bersama-sama bersinergi untuk memerangi radikalisme. Banjirnya informasi yang tak terbendung memang menjadi dampak negatis digitalisasi. Namun, santri justru bisa mengambil bagian untuk memanfaatkan teknologi dengan dakwah mencegah paham radikal.

Paham radikal bukanlah bagian dari ajaran agama Islam, Justru radikalisme akan meruntuhkan ideologi Pancasila yang selama ini menjadi dasar Negara Republik Indonesia. Para santri perlu memahami dan tidak gampang terpengaruh informasi yang menyesatkan.

Oleh karena itu, perlu menyaring informasi yang didapat sebelum disebarluaskan. Para santri pun harus memahami bahwa Islam tidak mengajarkan radikalisme dan mencemooh golongan lainnya.

Menurut penulis, para santri sebagai salah satu generasi penerus bangsa harus memanfaatkan kemajuan media sosial untuk mengajak masyarakat menjauhi radikalisme. Para santri juga perlu dihimbau untuk menerapkan moderasi beragama yang telah diajarkan di pesantren.

Suhadi selaku Kepala Kantor Kemenag Kudus memaparkan bahwa moderasi beragama adalah cara pandang untuk mengimplementasikan ajaran agama Islam sesuai konteks dan membangun kemaslahatan uum. Suhadi menegaskan pentingnya bagi santri untuk ikut andil dalam mencegah radikalisme.

Dengan menerapkan moderasi beragama, akan menuntun para santri sejak dini agar tidak terhasut ajakan kelompok-kelompok radikal yang menyebarkan paham dan ideologi yang tidak sesuai dengan ideologi Pancasila. Sehingga para santri sebagai generasi penerus bangsa tidak tercemar dengan ajaran dan paham radikal yang dapat merusak generasi penerus bangsa.

Selain itu, Pengurus Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Makmun Rasyid ikut mendorong masyarakat untuk melakukan sinergitas dengan pemerintah dalam memerangi penyebaran ideologi radikalisme.

Ada tiga hal yang dapat dilakukan ditengah-tengah masyarakat seperti melakukan kontra ideologi atau kontra narasi di media sosial, penguatan moderasi beragama, serta menjaga kearifan lokal. Kegiatan kontra radikal-terorisme secara terus menerus dan efektif dilakukan oleh segenap pemerintah dan masyarakat. Masyarakat perlu terlibat dalam melawan penyebaran radikalisme sebagaimana substansi amanat UUD 1945 untuk sama-sama menjaga NKRI.

Penulis berpendapat bahwa dengan kemajuan media sosial seperti saat ini, masyarakat tidak hanya dituntut untuk memiliki hard skill yang baik, tetapi adab yang baik juga. Masyarakat perlu mewaspadai propaganda radikal terorisme di media sosial. Kelompok radikal terorisme gemar mengumbar narasi kekerasan di media sosial.

Penulis juga berpendapat bahwa pengaruh kelompok radikal terorisme tersebut berbahaya karena dengan narasi-narasi yang mengatasnamakan agama, seringkali kelompok tersebut mendapat sambutan masyarakat.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, BNPT akan terus menggandeng tokoh lintas agama. Mereka secara bersama-sama akan mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk peka terhadap propaganda maupun ajakan yang dilakukan kelompok radikal tersebut.

Penulis setuju dengan langkah yang dilakukan BNPT karena narasi keagamaan yang digaungkan kelompok radikal tersebut menghalalkan kekerasan terhadap sesama umat manusia, tidak sesuai dengan kaidah agama dan prinsip negara. Sehingga kerja sama antara BNPT dan tokoh lintas agama merupakan tindakan yang tepat.

Menurut penulis, agama memiliki peran yang sangat penting untuk mempersatukan bangsa Indonesia. Dalam penafsirannya agama harus ada pandangan yang moderat, agama harus dijadikan sumber inspirasi, menjadi sumber solusi masalah sosial, menjadi motivasi pemberdayaan umat serta merekatkan posisi sosial kemasyarakatan.

Jadi, agama sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, karena itu agama harus dilindungi dan bukan diekspoitasi yang dapat mengakibatkan munculnya kelompok-kelompok radikal.

Penulis mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mewaspadai jika ada pihak-pihak tertentu yang mengajak melalui cara-cara kekerasan karena cara tersebut tidak cocok dengan nilai agama, prinsip berbangsa dan bernegara yang berlandaskan Pancasila, nilai hukum dan etika moral bangsa.

Peran organisasi kemasyarakatan juga sangat penting dalam melakukan kontra narasi atas narasi di media sosial untuk menangkal dan melawan narasi kelompok-kelompok radikal. Sehingga dapat meredam dan menghilangkan narasi radikal di media sosial yang dapat memecah persatuan bangsa Indonesia.*

Penulis adalah kontributor Bunda Mulia Institute Jakarta