Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Stres Akibat Pekerjaan Picu Penuaan Dini
Oleh : Redaksi/Inilah.com
Senin | 30-07-2012 | 11:47 WIB

BATAM, batamtoday - Stres yang timbul akibat pekerjaan disebut memberi kontribusi terjadinya penuaan dini pada seseorang. Seperti diungkapkan penelitian baru dan dilansir dari MSNBC.


Bukan hanya berpengaruh pada umur seseorang yang memiliki efek merusak DNA, stres juga menurunkan sistem kekebalan tubuh, sistem kardiovaskular, dan bahkan menyebabkan kanker. Masalah pekerjaan adalah menjadi hal yang umum yang menyebabkan stres.

Studi yang dipimpin oleh Kirsi Ahola dari Institut Kesehatan Kerja Finlandia ini mengukur panjang bagian DNA yang disebut telomeres dan bagaimana ukurannya tergantung dari tingkat stres yang dialami. Ini menemukan mereka yang cenderung stres akibat pekerjaan memiliki telomeres yang lebih pendek.

Yang penting karena telomeres, yang terletak di ujung kromosom, memiliki peran sebagai topi pelindung sistem perjalanan yang membantu memastikan bahwa instruksi genetik yang dibawa oleh gen pada kromosom diterjemahkan secara tepat sehingga sel-sel mendapatkan pesan yang tepat.

Sementara telomeres menjadi lebih pendek seiring dengan pertambahan usia, juga akibat oksidasi dan kimia. Sering kali, ketika telomere mencapai ukuran yang kritis (sangat pendek), sel-sel di otak menjadi mati atau prosesnya disebut apoptosis. Ini membuat kesalahan genetik dan menyebabkan ‘pikun’.

Dalam studi yang diterbitkan dalam jurna lPLoS One,juga melihat sel-sel darah atau leukosit, sekelompok sel yang berfungsi untuk kekebalan tubuh terhadap mereka yang memiliki stres akibat pekerjaan dengan yang tidak. Hasilnya,mereka yang stres memiliki leukosit lebih rendah ketimbang yang tidak mengalami stres.

Akibatnya, para pekerja terancam dengan apa yang disebut penuaan dini. Selain itu pemendekan telomer juga dikaitkan dengan timbulnya parkinson, diabetes tipe 2, penyakit jantung dan kanker. Singkatnya, pekerjaan yang terus-menerus membuat stres bisa membuat Anda tua lebih cepat sebelum waktunya.

"Saya pikir hasil ini harus digunakan ketika mempertimbangkan bahaya kesehatan dan mmebuat undang-undang di tempat kerja," kata Ahola kepada NBC News. "Stres kerja kronis dapat menjadi risiko kesehatan dan harus dicegah," katanya lagi.

Dia mengakui bahwa baik faktor individu dan lingkungan mempengaruhi timbulnya stres, sehingga kondisi obyektif tempat kerja bisa memiliki efek yang lebih besar atau lebih kecil terhadap timbulnya stres tergantung pada sejumlah sifat-sifat pribadi.

Namun Aoife O'Donovan, seorang peneliti di University of California San Francisco, yang mempelajari hubungan antara telomere dan stres, mengatakan, ilmu pengetahuan belum bisa membuat sebab yang pasti tentang pengaruh panjang telomer dengan stres, penuaan dan penyakit.

Karena selain pekerjaan, stres juga bisa dipicu seperti masalah perkawinan, kemiskinan, pengalaman anak usia dini, jenis kelamin (laki-laki cenderung memiliki telomeres yang lebih pendek) - serta genetik dan perilaku kesehatan seperti merokok dan diet - juga tampak mempengaruhi panjang telomer.

Misalnya, orang yang mengalami trauma masa kecil cenderung kurang mampu mengatasi stres di kemudian hari dan juga cenderung memiliki telomeres lebih pendek. Para peneliti Finlandia mengambil beberapa faktor, tapi itu tidak mungkin untuk menyaring mereka sepenuhnya.

Namun demikian, O'Donovan tidak meragukan validitas dari hubungan antara stres kerja dan pemendekan telomere. "Ketika Anda mendapatkan dosis stres yang cukup tinggi, hampir tidak ada yang tangguh," jelasnya.

"Orang bisa tahan terhadap satu atau dua jenis stres dalam jangka waktu tertentu, tetapi setelah menjadi kumulatif, jarang untuk menemukan orang-orang tangguh," sambungnya.