Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Nyanyang Minta KSOP dan Instansi Terkait Perketat Pengawasan Labuh Jangkar Ilegal di Perairan Kepri
Oleh : Aldy
Kamis | 07-07-2022 | 10:40 WIB
Nyanyang-Gerindra.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Wakil Ketua Komisi III DPRD Kepri, Nyanyang Haris Pratamura. (Foto: Aldy)

BATAMTODAY.COM, Batam - Wakil Ketua Komisi III DPRD Kepri, Nyanyang Haris Pratamura, meminta Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) masing-masing daerah untuk lebih meningkatkan pengawasan terkait labuh jangkar ilagal di Perairan Kepri.

Nyanyang berharap potensi Perairan Kepri harus benar-banar bisa digarap untuk mendongkrak perekonomian daerah maupun nasional. Di mana, Pemprov sudah mendapat kewenangan untuk mengelola beberapa wilayah labuh jangkar di Perairan Kepri, meliputi Perairan Tanjung Balai Karimun, Pulau Nipah, Pulau Galang, Tanjung Berakit dan lainnya.

"Kapal yang masuk ke Perairan Kepri itu pasti melalui perwakilan atau agen. Mereka wajib melaporkan ke KSOP setempat, terkait kedatangan dan keberangkatan kapal, beserta aktivitas selama berada di Perairan Kepri," kata Politisi Gerindra itu saat ditemui di Kawasan Mega Legenda, Batam Center, Rabu (6/7/2022) sore.

Dengan demikian, Nyanyang meminta agar KSOP masing-masing daerah di Kepri memperketat pengawasan, karena indikasi labuh jangkar ilegal itu masih ada. "Pengawasan harus diperketat, yang labuh ilegal harus ditindak dan diproses hukum," tegas Nyanyang.

Indikasi masih adanya labuh jangkar ilegal itu, dapat dilihat dari perkara yang sekarang tengah ditangani Kejari Bintan di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang. Ada dua kapal asing yakni MT Zevs dan MT Polan, hampir tiga bulan lebih labuh jangkar ilegal di Perairan Tanjung Berakit, Kabupaten Bintan.

Kedua nahkoda dari kapal itu diproses pidana pelayaran, yakni perkara nomor: 195/Pid.B/2022/PN Tpg atas nama terdakwa Molokoedov Artem dan perkara nomor: 194/Pid.B/2022/PN Tpg atas nama terdakwa Ricardo C Camacho.

"Setelah proses hukumnya selesai, kami akan meminta KSOP untuk menjelaskan, sejauh mana kewajiban yang harus dibayar, termasuk biaya lego jangkar oleh pemilik kapal melalui agen, sebelum kedua kapal tersebut meninggalkan Perairan Provinsi Kepri," tegas manatan anggota DPRD Batam ini.

Dikatakan Nyanyang, untuk menghindari kebocoran pendapat negara yang lebih banyak lagi akibat kegiatan labuh jangkar ilegal di Provinsi Kepulauan Riau, maka penegakan hukum yang kuat dan benar menjadi cara menyelamatkan citra Negara Indonesia di mata dunia internasional.

"Pemerintah Provinsi Kepri sangat serius dalam peningkatan pendapatan daerah, dari segi labuh jangkar dan kegiatan lainnya saat berlabuh. Pemerintah tidak bisa berdiri sendiri dalam pengawasan, akan tetapi bekerjasama dengan agen yang telah ditunjuk serta instansi terkait lainnya," jelasnya.

Adapun perkara nahkoda MT Zevs dan MT Polan diproses di PN Tanjungpinang, bermula ketika kapal asing dengan muatan cargo yang diketahui adalah Fuel Oil Low Sulfur (FO) dengan nilai triliunan Rupiah, melakukan kegiatan ship to ship transfer air bersih untuk keperluan kapal di Perairan Tanjung Berakit. Sebelum kegiatan ship to ship tersebut selesai TNI AL lewat Tim VBSS KRI USH-359 langsung melakukan penegakan hukum.

Sumber BATAMTODAY.COM, yang meminta namanya tidak dipublikasi, mengatakan pemilik Kapal MT Zevs adalah Supra Chartering Company berkebangsaan Ukraina. Dalam kapal tersebut didapati jumlah ABK sebanyak 25 orang WNA, di antaranya 9 orang WN Russia, 2 orang WN Georgia dan 14 orang WN Ukraina. Nahkoda adalah Molokodov Artem.

Sementara, pemilik Kapal MT Polan adalah Evros Management S A, berkebangsaan Liberia. Dalam kapal tersebut didapati jumlah ABK sebanyak 28 orang WNA, di antaranya 27 orang WN Filipina dan 1 orang WN Sri Lanka. Nahkoda adalah Ricardo C Camacho.

Lanjut sumber, penetapan tarif labuh jangkar yang tergolong PNBP itu, sesuai PP nomor 15 tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Perhubungan.

"Tentunya, kegiatan ilegal dari kapal-kapal asing ini dengan melakukan pemanfaatan ruang laut di Provinsi Kepulauan Riau, sangat merugikan sekali. Terdapat beberapa regulasi hukum yang telah dilanggar yakni Undang Undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran serta melanggar Pasal 47 ayat (1) jo Pasal 49 UU nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan," ungkap sumber, saat ditemui di Kawasan Batam Center, Rabu (6/7/2022).

Sumber juga menyoal putusan lembaga peradilan terhadap perkara pelayaran, khususnya kapal-kapal asing, yang menurutnya tidak memberikan efek jera. "Hampir sebagian besar putusan yang telah dijatuhkan oleh pengadilan, tidak memberikan hukuman penjara kepada narkoda kapal-kapal asing, melainkan hanya dijatuhi hukuman percobaan," bebernya.

Untuk itu, pria yang merupakan praktisi hukum ini, berharap aparatur negara yang mempunyai kewenangan penindakan terhadap kapal-kapal labuh jangkar ilegal dapat menjaga marwah dan kedaulatan NKRI. Begitu juga dengan lembaga peradilan agar putusan yang dibuat menimbulkan efek jera.

"Tujuannya jelas, untuk menimbulkan efek jera kepada kapal-kapal asing lainnya apabila kembali melakukan pelanggaran," pungkasnya.

Editor: Gokli