Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Terindikasi Bakal Carut Marut, Komisi II DPR Berharap agar Pelaksanaan Pemilu 2024 Bisa Dikendalikan dengan Baik
Oleh : Irawan
Kamis | 09-06-2022 | 16:04 WIB
januar_rizqi_komisi_2b.jpg Honda-Batam
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin dan Anggota Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin menilai masa kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 rawan carut-marut jika tak mampu dikendalikan dengan baik.

Sebab masa kampanye di satu sisi adalah puncak dari pesta demokrasi, namun di sisi lain juga menjadi ajang luapan seluruh emosi, harapan, kekesalan, dan kegembiraan yang bercampur-baur menjadi satu.

"Orang yang punya kekesalan, punya kebencian, bisa disalurkan di tempat ini. Sehingga, kampanye itu bisa menjadi ajang yang carut-marut jika semua pihak tidak mampu mengendalikan suasananya," jelas Yanuar dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema 'Mengawal Tahapan Pemilu 2024' di Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Kamis (9/6/2022). Turut hadir Anggota Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda.

Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) DPR RI ini berkaca di era Pemilu 2014 dan 2019. Meskipun perhelatan Pemilu telah usai, namun residu konfliknya masih terasa hingga kini.

Ditambah, adanya potensi kenaikan money politics yang tidak bisa hilang.

"Kenapa naik? Karena 2024 ini pemilu di mana keadaannya berbeda dengan pemilu sebelumnya. Dari sudut pilpres, semua kandidat dimulai dari awal," ujarnya.

Di sisi lain, tren money politics itu didorong oleh politisi yang hasrat untuk berkuasa jauh lebih kuat dibandingkan periode-periode sebelumnya.

Sehingga, semua peserta pemilu akan mencari jalan beragam cara untuk mendapatkan suara sebanyak-banyaknya. Jika suasana ini tidak terkendali, tidak ada kontrol berdasarkan aturan moral yang kuat maka akan terdorong untuk menghalalkan money politics yang jauh lebih kuat.

"Karena itu saya berkali-kali dengan Bawaslu juga menyampaikan ini bagaimana caranya mencegah suasana semacam ini. Kalau sudah terjadi tentu menindak. Tetapi jauh lebih penting bagaimana mencari jalan supaya mengantisipasi ini tidak terlalu parah," ujar legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat X tersebut.

Sedangkan Anggota Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menilai masih ada pekerjaan rumah (PR) besar terkait penataan Pemilu 2024, yakni diperlukannya satu kodifikasi hukum acara penyelesaian sengketa Pemilu secara utuh.

Untuk itu, ia mengajak kepada pemerintah dan penyelenggara Pemilu untuk bersama menyusun kodifikasi hukum acara pemilu tersebut guna memberikan keadilan dan kepastian hukum dalam seluruh proses sengketa kepemiluan di Indonesia.

"Kita memerlukan satu kodifikasi hukum acara penyelesaian sengketa pemilu secara utuh, yang sekarang tersebar di bawah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), di lembaga peradilan dibawah Mahkamah Agung (MA), di Mahkamah Konstitusi (MK), Sebagian dalam konteks kode etik di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)," jelas Rifqi, sapaan akrabnya.

Menurut politisi PDI-Perjuangan tersebut, saat ini jika terjadi sengketa Pemilu hukum acara yang ada belum bisa menghasilkan kepastian hukum dan kepastian waktu atas putusan sengketa tersebut.

Padahal menurutnya, dalam konteks penegakan hukum kepemiluan, perlu dipastikan keadilan pada satu pihak dan juga kepastian hukum kepada pihak yang lain.

"Karena kalau sampai sengketa itu berlarut-larut, ambil contoh sengketa Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) di beberapa kabupaten yang kemudian diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui pemungutan suara ulang (PSU) beberapa kali. PSU pertama, PSU kedua, PSU ketiga, akan memakan waktu, menunda kepastian hukum, dan yang lebih penting adalah memangkas periodisasi jabatan yang harusnya menjadi hak bagi pejabat politik yang memenangi kontestasi Pemilu itu," papar legislator dapil Kalimantan Selatan I ini.

Rifqi menilai jika sampai karena sengketa itu kemudian memangkas jabatan, maka menurutnya saat itu negara menegakkan hukum diatas segala ketidakpastian.

"Karena itu kita sekarang harus berikhtiar untuk menciptakan konsolidasi yang kita sebut dengan kodifikasi hukum acara kepemiluan di Indonesia. Satu hukum acara inilah yang nanti akan menjadi dasar dari seluruh mekanisme sengketa Pemilu termasuk Pilkada di dalamnya yang mudah-mudahan bisa menghasilkan kepastian hukum dan keadilan bagi pihak yang lain," tutup Rifqi.

Editor: Surya