Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menelaah Manajemen Risiko Pembiayaan Perbankan Syariah
Oleh : Opini
Senin | 06-06-2022 | 08:52 WIB
A-EKA-DAFI-DINDA.jpg Honda-Batam
Dafi Pralibdo, Eka Widya Sasmita, Dinda Suci Ramadhani, mahasiswa UIB. (Foto: Ist)

Oleh Eka Widya Sasmita, Dafi Pralibdo, Dinda Suci Ramadhani

PERBANKAN syariah berkembang pesat pada beberapa tahun terakhir. Perbankan syariah ialah bank yang menjalankan kegiatan usahanya atau prosedur perbankan dengan menerapkan prinsip syariah atau hokum islam.

Adapun prinsip syariah yang dimaksud meliputi prinsip keadilan dan keseimbangan, kemaslahatan, universalisme, dan juga tidak termasuk gharar, riba, zalim serta hal-hal yang dilarang, sebagaimana yang diatur oleh fatwa Majelis Ulama Indonesia.

Selain itu, fungsi sosial juga di amanatkan kepada perbankan syariah melalui Undang-Undang Perbankan Syariah seperti menjadi lembaga baitul mal. Lembaga baitul mal sendiri ialah sebuah lembaga yang menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf yang telah ditentukan oleh pemberi wakaf.

Perbankan dan resiko saling berkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Resiko didalam sebuah perbankan beserta lembaga keuangan diartikan sebagai suatu kondisi yang sulit dan terlihat dalam bidang keuangan maupun dalam bidang lainnya tanpa adanya keberanian dalam mengambil resiko tersebut.

Jika terjadi demikian, maka bank kemungkinan tidak akan bisa beroperasi lagi. Oleh karena itu, perbankan membutuhkan sistem manajemen resiko, dimana manajemen resiko sendiri merupakan serangkaian metodologi dan prosedur yang bertujuan buat mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan resiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha perbankan.

Manajemen resiko pada bank syariah berbeda dari bank konvensional, hal utamanya karena jenis resiko perbankan syariah di bawah hukum Syariah. Suatu perbedaan ini akan tampak dalam resiko operasional bank syariah, termasuk identifikasi resiko, penilaian resiko, peramalan resiko dan pemantauan resiko. Perbankan syariah dengan segala kompleksitasnya yang beragam dan melekat pada kegiatan usahanya, akan selalu berhadapan dengan berbagai jenis resikonya.

Dalam penerapan manajemen resiko yang matang, kondisi - kondisi eksternal dan internal industri perbankan berkembang pesat dimana disertai dengan kompleksitas resiko kegiatan perbankannya. Oleh sebab itu, perbankan syariah memerlukan manajemen resiko agar dapat memberikan manfaat berupa meminimalkan kerugian finansial dan non-finansial.

Adapun tujuan manajemen resiko pada perbankan syariah adalah untuk memberikan berbagai informasi penting terkait resiko kepada regulator serta meyakinkan bank bahwa bank tidak akan mengalami kerugian.

Sedangkan, fungsi manajemen resiko yaitu meminimalkan kerugian dari berbagai resiko yang mungkin tidak dapat dikendalikan, sebagai alat untuk mengukur eksposur resiko dan konsentrasi resiko, serta mengalokasikan jumlah modal dan membatasi resiko yang mungkin terjadi.

Ada beberapa Resiko yang biasanya diatur oleh sistem perbankan syariah, antara lain: Resiko pembiayaan, Resiko pasar, Resiko operasional, Resiko likuiditas, Resiko kepatuhan, Resiko hukum, Resiko reputasi, Resiko strategis, Resiko imbal hasil, dan Resiko investasi.

Manajemen Resiko Pembiayaan

Berbicara manajemen resiko pembiayaan tentulah kita bisa melihat beberapa faktor internal yang mempengaruhi resiko pembiayaan, diantaranya Adanya tindak kecurangan dari oknum pengelola pembiayaan yang biasanya dipegang oleh marketing pembiayaan dan tim pemroses pengambil keputusan limit pembiayaan.

Kemudian faktor lainnya yaitu minimnya pengetahuan para pengelola pembiayaan yang dalam hal ini biasanya yang bereperan adalah marketing pembiaayaan pula. Lalu, kemampuan sistem informasi yang dibentuk pada bank yang bersangkutan tidak cukup baik dalam melakukan proses pembiayaan. Serta terkait kebijakan dan regulasi perbankan yang berkaitan, dan faktor internal yang terakhir adalah lemahnya organisasi pada bank itu sendiri.

Selain memiliki faktor internal, resiko pembiayaan sendiri memiliki faktor eksternal yang muncul diantaranya yaitu kegiatan perekonomian dimana kebijakan pemerintah yang diluar perkiraan bank, serta adanya bencana alam dan musibah secara tiba-tiba terjadi, ada pula tekanan politik di luar bank yang mempengaruhi kebijakan bank sentral.

Sehingga menimbulkan kompromi terhadap prinsip-prinsip pembiayaan syariah, kegagalan dalam proses likuidasi juga turut menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi pembiayaan yang telah disepakati, serta yang terakhir adanya persaingan antar perbankan yang cukup tajam dalam hal pembiayaan.

Seperti yang telah disampaikan pada faktor internal di atas, Penyebab yang paling umum terjadi pada resiko pembiayaan adalah adanya tindak kecurangan dari oknum pengelola pembiayaan yang biasanya dipegang oleh marketing pembiayaan dan tim pemroses pengambil keputusan limit pembiayaan sehingga terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman dan pemberlakuan penilaian pembiayaan yang kurang cermat.

Contohnya Nasabah Fulan dengan skema murabahah mengambil KPR pada Bank Syariah A dengan jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun. Ditahun pertama hingga tahun kelima, Nasabah Fulan masih lancar dalam pembayaran angsuran. Pada tahun ke-6, Nasabah Fulan di PHK tanpa pesangon yang cukup dari perusahaannya.

Dari peristiwa yang terjadi, Bank Syariah A berpotensi menghadapi resiko pembiayaan karena Nasabah tidak memiliki pendapatan lagi untuk membayar angsuran rumah yang sudah diambil pada proses pembiayaan di Bank Syariah A.

Resiko tersebut bisa dicegah dengan cara dalam pemberian batas wewenang keputusan pembiayaan yang dipegang oleh pemutus limit (authorize limit) setiap pembiayaan yang di ajukan serta batas jumlah pembiayaan yang dapat diberikan kepada jenis usaha atau perusahaan tertentu (credit line limit), dan juga melakukan diversifikasi pembiayaan seperti mengubah target pasar untuk produk pembiayaan bagi nasabahnya.

Namun apabila telah mendapatkan resiko yang besar terhadap kualitas pembiayaan yang diberikan, perbankan syariah telah melakukan penyusunan rencana darurat dalam pengendalian manajemen resiko pembiayaan.

Biasanya ini dilakukan dengan berintegrasi dengan beberapa bank induk umum yang hampir rata-rata di Indonesia adalah bank konvensional.*

Penulis adalah mahasiswa Magister Manajemen Universita Internasional Batam