Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Analisis Risiko Kebakaran di Perkantoran
Oleh : Opini
Jumat | 03-06-2022 | 17:08 WIB
A-BAGUS-RYAN.jpg Honda-Batam
Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Internasional Batam, Bagus Anggara Sudarmanto dan Ryan Alfredi. (Foto: Ist)

Oleh Bagus Anggara Sudarmanto dan Ryan Alfredi

KEBAKARAN adalah salah satu bencana yang diakibatkan oleh kurangnya pencegahan kebakaran, pengetahuan penanganan kebakaran tingkat awal, serta kelalaian dalam membuat rencana penanganan.

Kebakaran menyebabkan kerugian materil yang sangat besar kebakaran juga dapat mengakibatkan cedera serius, cacat permanen hingga kematian. Hingga saat ini angka kebakaran di kota Batam menurut data Dinas Pemadam Kebakaran melalui laporan tahunan 2020 setidaknya ada 235 kejadian, terdapat peningkatan 14 kasus dibandingkan tahun sebelumnya (2019).

Kebakaran di perkantoran baik swasta maupun pemerintah menjadi tempat yang paling sering mengalami kejadian kebakaran. Salah satu kejadian kebakaran yang yang paling baru terjadi di lingkungan perkantoran DPRD Kota Batam pada Januari 2022 lalu.

Salah satu ruangan fraksi terbakar menghanguskan seisi ruangan, api menyala cukup besar sehingga membutuhkan 4 mobil pemadam kebakaran (DAMKAR) untuk memadamkan api.

Belakangan diketahui penyebab kebakaran karena kegagalan arus listrik. Hal ini sudah harus menjadi perhatian khusus karena kantor pemerintahan seharusnya memiliki pengamanan berlapis atau ganda untuk mencegah terjadinya kebakaran.

Pada dasarnya kebakaran di perkantoran dapat dicegah dengan berbagai cara, salah satunya dengan mengimplementasikan sistem manajemen risiko atau dalam standar internasional diatur pada ISO 30001 – Risk Management.

ISO 30001 versi 2018 sendiri memiliki 8 prinsip dasar antara lain, terintegrasi, terstruktur & komprehensif, dapat menyesuaikan, inklusif, dinamis, informasi yang tersedia, faktor manusia dan budaya serta peningkatan yang berkelanjutan.

Dengan menerapkan sistem manajemen risiko tersebut masing-masing perkantoran dapat mengidentifikasi dan menganalisa risiko apa saja yang mungkin akan terjadi, dengan cara melakukan penilaian terhadap suatu risiko yang akhirnya dapat menentukan tindakan yang paling efektif dan efisien yang akan diambil untuk mencegah suatu kerugian yang tidak diinginkan dalam suatu kejadian kebakaran.

Menurut data dari laporan tahunan Dinas Pemadam Kebakaran tahun 2020 pada sektor industri dimana sistem manajemen risiko sudah di implementasikan dengan baik dan establish secara menyeluruh, maka tidak ada kasus kebakaran pada sektor tersebut selama tahun 2020.

Penerapan manajemen risiko kebakaran juga harus di ikuti dengan implementasi peraturan atau regulasi yang terkait dengan pencegahan atau tindakan pada saat terjadi kebakaran seperti:

- Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 02/Men/1983 Tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik.
- Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 186/Men/1999 Tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.

- Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 04/Men/1980 Tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan APAR
- Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. Ins.11/M/BW/1997 Tentang Pengawasan K3 Khusus Penanggulangan Kebakaran

Selain peraturan atau regulasi di atas, dapat juga ditambahkan standar atau aturan internasional seperti NFPA standard series (National Fire Protection Association).

Sebagai contoh, NFPA 24 Standard for the Installation of Private Fire Service Mains and Their Appurtenances, NFPA 13 E Recommended Practice for Fire Department Operations in Properties Protected by Sprinkler and Standpipe Systems serta standard NFPA lainnya.

Tentunya dalam implementasi peraturan dan standar tersebut dibutuhkan orang-orang yang kompeten (terlatih, berpengalman, tersertifikasi) dan komitmen dari pucuk pimpinan suatu organisasi pemerintahan atau swasta dalam penerapannya.

Dengan dikombinasikannya sistem manajemen risiko ISO 30001 dan peraturan perundangan lainnya maka kejadian kebakaran ditempat kerja dapat dicegah dan di eliminir.

Sejatinya dibeberapa perkantoran khususnya perkantoran modern, telah memiliki sistem penanggulangan kebakaran seperti, alat pemadam api ringan (APAR), alat pendeteksi asap dan atau panas (api), hidran, sprinkler system dan alarm kebakaran.

Namun dikarenakan tidak adanya sistem manajemen risiko yang terimplementasi mengakibatkan peralatan tidak bisa bekerja atau berfungsi secara optimal. Hal ini dikarenakan organisasi tidak menerapkan sistem perawatan rutin, pelatihan pekerja untuk penggunaan alat pemadam kebakaran, simulasi kebakaran (dril), sertifikasi kelayakan dan keamanan peralatan.

Juga, membentuk tim tanggap darurat, menentukan titik kumpul sementara, serta hal lain yang terkait dengan tindakan pencegahan dan penanganan kebakaran yang seharusnya pada sistem manajeman risiko hal tersebut sudah teridentifikasi, terkendali serta termonitor dengan optimal.

Pada akhirnya, tindakan yang menyeluruh untuk mencegah terjadinya kebakaran di tempat kerja merupakan tanggung jawab semua pihak, namun merupakan akuntabilitas dari pucuk pimpinan suatu organisasi.

Dari data atau keterangan yang didapatkan dilapangan ini besar harapan pemerintah melalui Dinas-Dinas terkait agar semakin gencar melakukan kampanye atau sosialisasi mengenai pentingnya sistem manajemen risiko kebakaran dimulai dari kantor-kantor pemerintah kemudian berlanjut kepada kantor-kantor swasta.*

Penulis adalah mahasiswa Magister Manajemen Universitas Internasional Batam