Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tumbuhkan Reputasi Lembaga Amil Zakat dengan Manajemen Risiko
Oleh : Opini
Kamis | 02-06-2022 | 16:04 WIB
A-SUSANNA-MASTER.jpg Honda-Batam
Susanna, mahasiswa Magister Manajemen Universitas Internasional Batam. (Foto: Ist)

Oleh Susanna, S.I.Kom

KEMISKINAN dapat mengancam akidah, akhlak, dan akal sehat seseorang, sehingga dapat menjerumuskan diri sendiri, keluarga dan masyarakat ke dalam berbagai permasalahan sosial-ekonomi.

Oleh karena itu, keadaan fakir dan miskin adalah sebuah bencana dan harus segera ditangani, salahsatunya melalui kehadiran Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang menjadi harapan bagi dhuafa untuk membantu mereka keluar dari jeratan masalah sosial-ekonomi dengan pendayagunaan dana Zakat Infak Sedekah (ZIS).

Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011, terdapat Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk masyarakat. Kedua organisasi ini memiliki tugas yang sama, yaitu menghimpun, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat.

Akan tetapi, saat pengurusan izin operasi LAZ, LAZ harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari BAZ. Hal ini dikarenakan posisi BAZ sebagai koordinator, sehingga LAZ juga harus menyerahkan laporan secara berkala kepada BAZ.

Saat menjalankan kegiatan penghimpunan, LAZ tidak memiliki otoritas memaksa agar seseorang membayar zakat, sehingga tidak ada sanksi bagi orang-orang yang tidak mau melaksanakan zakat.

Oleh karena itu, dibutuhkan strategi khusus agar penghimpunan dan pendayagunaan ZIS dapat optimal. Strategi ini dapat mengacu pada beberapa aspek, antara lain aspek syariah, aspek teknologi, aspek manajemen, aspek legal dan aspek reputasi.

Zakat merupakan bentuk ibadah vertikal kepada Allah sekaligus merupakan ibadah yang horizontal, karena menyangkut kebutuhan manusia. Menurut Sadewo (2014), sifat dan karakter masing-masing ibadah dapat didekati menggunakan prinsip 5W+1H.

Dalam persoalan how, dalam ibadah zakat pengaturannya diserahkan kepada manusia. Sebab, sifat dan kebutuhan setiap manusia berbeda. Strategi penghimpunan ZIS dan kaitannya pada aspek syariah dan aspek teknologi adalah proses ijab kabul atau penyerahan zakat dari muzakki kepada amil secara langsung tidak lagi banyak terjadi.

Karena akibat pemanfaatan teknologi, sehingga muzakki dapat menyalurkan dananya melalui transfer via bank, ATM, maupun QRIS dan virtual account. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan muzakki terhadap amil meningkat, tanpa harus bertatap muka dengannya.

Sedangkan pada aspek manajemen, ZIS yang merupakan dana masyarakat harus dikelola dengan perhatian ekstra menggunakan sistem manajemen yang baik dan profesional.

LAZ sebagai pengelola ZIS harus membuat perencanaan yang matang agar penghimpunan, pengelolaan, pendistribusian dan pendayagunaan ZIS dapat berjalan dengan maksimal serta tepat sasaran.

Penerapan manajemen yang baik tidak hanya sebatas membuat perencanaan dan pelaporan, tapi juga memperkuat kapasitas SDM amil zakat dengan mengikuti pelatihan, bimbingan hingga sertifikasi amil.

Struktur organisasi yang jelas dan tidak tumpang tindih juga menjadi penting agar terciptanya budaya organisasi yang sehat. Selain itu, kegiatan monitoring dan pelaksanaan evaluasi rutin terhadap kinerja amil dan organisasi juga harus dilakukan untuk melihat sejauh mana hasil yang telah dicapai oleh LAZ dan apa saja yang harus dirubah atau diperbaiki.

Langkah mendasar pada aspek legal yang harus dilakukan oleh LAZ adalah memperoleh izin operasional dari Kementerian Agama. Izin operasional ini dapat diurus oleh LAZ berdasarkan rekomendasi dari organisasi islam yang menaunginya, memiliki SK dari pimpinan di atasnya (jika LAZ Nasional) serta mendapatkan rekomendasi dari BAZ.

Kepemilikan legalitas ini sangat penting mengingat ketentuan pada pasal 38 dan pasal 41 dalam UU Nomor 23 Tahun 2011, bahwa terdapat ancaman sanksi bagi masyarakat yang mengelola zakat namun tidak memiliki izin dari pemerintah.

Sanksi tersebut bahkan berupa sanksi pidana dengan pidana penjara maksimal 1 (satu) tahun atau denda maksimal Rp. 50.000.000. Jika merujuk pada keumuman teks, maka amil zakat harus bernaung pada lembaga yang memiliki legalitas izin operasional dari pemerintah.

Aspek reputasi adalah yang paling penting bagi sebuah lembaga, khususnya Lembaga Amil Zakat (LAZ).

Membangun reputasi membutuhkan waktu yang lama dan kerja keras semua pihak. Seluruh pengurus LAZ harus fokus dalam upaya membangun reputasi ini, dengan cara bekerja dengan optimal.

Oleh karena itu, layaknya korporasi, LAZ tidak dapat dikerjakan dengan sambil lalu, atau dikelola dengan sisa energi dan sisa waktu setelah melakukan pekerjaan utama lainnya.

Reputasi akan terbangun dengan baik jika LAZ telah terbukti mampu mengoperasikan keseluruhan aspek dengan baik, ditambah dengan kegiatan publisitas yang massif. Reputasi LAZ akan terbentuk dengan optimal jika LAZ juga menerapkan sistem manajemen risiko di tubuh organisasinya.

Pengurus LAZ dapat melakukan identifikasi risiko apa saja yang mungkin muncul di kemudian hari, serta dapat menilai seberapa besar potensi risiko yang dapat mengancam kelangsungan lembaga. Dengan demikian, pengurus LAZ bisa segera mengambil langkah cepat untuk menangani risiko tersebut.

Sebagai contoh, LAZ yang sadar risiko dapat dengan segera mencegah masuknya dana-dana mencurigakan terkait dengan kegiatan pencucian uang dan mencegah tersalurkan dana ZIS ke kegiatan yang berhubungan dengan terorisme. LAZ dapat meminimalkan potensi risiko ini dengan menerapkan metode avoid dan mitigasi. Misalnya, dengan memahami peraturan terkait dengan penghimpunan dan penyaluran dana ZIS.

Selain itu, manajemen risiko juga mengarahkan lembaga untuk mematuhi aspek legal agar terhindar dari masalah hukum serta tuduhan melakukan pungutan liar. Tidak hanya sampai di situ, manajemen risiko juga memastikan LAZ telah memenuhi aspek syariah dengan pengawasan oleh dewan syariah.

Sehingga para sumber dana yakin bahwa zakat yang dikeluarkan, disalurkan dan dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan syariah. Demikian juga dengan tata kelola keuangan yang harus diaudit secara berkala, untuk memitigasi risiko penyalahgunaan dana ZIS.

Mengingat pentingnya penerapan manajemen risiko dan kaitannya dengan reputasi organisasi, maka sudah saatnya pengurus dan amil BAZ serta LAZ mulai mempelajari bagaimana melakukan identifikasi risiko, bagaimana menganalisis risiko serta mengukur nilai risiko untuk menentukan skala prioritas dan metode penanganan risiko, agar BAZ/LAZ tidak dihadapkan pada masalah besar yang mungkin akan muncul di kemudian hari.*

Penulis adalah mahasiswa Magister Manajemen Universitas Internasional Batam dan Sekretaris BP LAZISMU Kepulauan Riau