Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dukungan Publik pada Penangkapan Kelompok Teroris
Oleh : Opini
Rabu | 25-05-2022 | 12:52 WIB
A-DENSUS-TERDUGA-TERORIS.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Tim Densus 88 Anti Teros Mabes Polri saat menangkap terduga teroris. (Foto: Ist)

Oleh Ismail

MASYARAKAT mendukung penangkapan kelompok teroris yang selama ini memicu ketakutan dan menimbulkan korban jiwa. Dengan adanya penangkapan tersebut, aksi brutal teroris diharapkan dapat dicegah.

Kelompok teroris kerap meresahkan banyak masyarakat, aksi mereka terkadang justru membuat suasana damai berubah menjadi ketakutan. Parahnya aksi mereka ini juga berpotensi melahirkan kerugian bagi fisik maupun moril. Pemerintah tentu harus tegas dalam menangkap para teroris agar tercipta suasanya yang damai di NKRI.

Sebelumnya, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri telah berhasil meringkus 24 anggota teroris yang tergabung dalam kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) jaringan Poso, Sulawesi Tengah dan Kelompok Daulah Islamiah State of Iraq and Syria (ISIS).

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, puluhan teroris itu berhasil ditangkap di Sulawesi Tengah, Bekasi dan Kalimantan. Kendati demikian, Ramadhan belum menjelaskan secara terperinci identitas dari 24 orang teroris yang ditangkap Densus 88 tersebut.

Ramadhan hanya menjelaskan bahwa 22 orang tersebut berhasil dibekuk di Sulawesi Tengah, 1 orang di Bekasi dan 1 orang di Kalimantan Timur. Ia mengungkapkan bahwa ke-24 orang tersebut telah mengucapkan sumpah setia atau baiat kepada pimpinan baru ISIS Abu Hasan Al-Hashemi Al-Qurashi.

Para teroris tersebut terindikasi telah mengucapkan ikrar setia kepada ISIS secara mandiri melalui grup media sosial (Medsos) yang dikirimkan oleh salah satu tersangka berinisial HJ.

Tidak hanya itu, mereka juga telah mengikutkan kegiatan i'dad atau persiapan melakukan serangan di Sulawesi Tengah. Hal ini tentu saja tidak bisa dibiarkan, jangan sampai teroris merasa leluasa untuk melancarkan aksi brutalnya.

Saat ini, pergeseran pola penyebaran paham terorisme dari media offline ke media online telah terjadi, sehingga pemerintah memiliki peran yang semakin penting nan rumit dalam upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme.
Terlebih jumlah pengguna Internet di Indonesia yang mengalami kenaikan sebesar 15,5%, total pada tahun ini tak kurang 202,6 juta orang pengguna internet di Indonesia.

Guru Besar Ilmu Politik UPI, Prof Cecep Darmawan mengatakan, terorisme merupakan kejahatan luar biasa yang universal dan mengancam nilai-nilai kemanusiaan, perdamaian, keamanan, persatuan bahkan peradaban. Terorisme adalah musuh terbesar kemanusiaan sepanjang masa.

Bagaimana tidak, aksi peledakan Bom tentu tidak dapat dibenarkan meski mendapatkan pelabelan jihad sekalipun, secara Logika bagaimana Tuhan bisa menyayangi hambanya yang melukai makhluk-Nya yang lain. Pelabelan Jihad dalam aksi teror bom tentu saja merupakan suatu pemikiran yang sangat dangkal.

Prof Cecep juga menambahkan, akar permasalahan dari aksi terorisme diakibatkan karena rendahnya pemahaman seorang tentang nasionalisme dan wawasan kebangsaan, dangkalnya pengetahuan dan pemahaman agama, dan rendahnya pemenuhan kebutuhan dasar rakyat yakni kesejahteraan dan ketimpangan sosial ekonomi.

Selain itu, salah satu faktor yang menyebabkan seseorang bisa melakukan aksi teror disinyalir karena ketidakharmonisan keluarga, namun tidak semua pelaku teroris yang terjadi di tanah air tidak berangkat dari kegelisahan faktor keluarga, tetapi ada pula seseorang yang berasal dari keluarga bahagia namun karena terpengaruh oleh sesuatu hal akhirnya masuk dalam kelompok teroris.

Perlu diketahui bahwa Islam itu agama yang rahmatan lil'alamin yang memiliki arti bahwa orang Islam merupakan rahmat bagi semesta alam sebenarnya. Sehingga apabila ada orang Islam yang membuat kerusakan serta keonaran, jelas ada yang tidak benar dari Islam yang ada pada dirinya dan patut dipertanyakan di mana ia belajar Islam.

Sebelumnya, Kepolisian Republik Indonesia juga telah mengajak kepada seluruh komponen negara dan masyarakat untuk bersatu dan menjadikan kejahatan terorisme sebagai musuh bersama.

Polri mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tetap tenang tanpa mengurangi kewaspadaan, serta tetap melaksanakan aktifitas keseharian seperti biasa. Selain itu, Polri juga mengingatkan agar seluruh anggota masyarakat tetap bekerja sama dalam melakukan pengamanan di lingkungannya masing-masing.

Di sisi lain, pendidikan agama juga penting ditanamkan sikap untuk saling menghargai sesama, karena perbedaan keyakinan bukan lantas menjadi alasan untuk bermusuhan.

Menghadapi teroris memang perlu ketegasan melalui penegakan hukum yang tepat dan terukur. Dengan adanya ketegasan tersebut, aksi teror dapat diredam dan kedamaian masyarakat dapat terjaga.*

Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute Jakarta