Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Peristiwa Tenggelamnya KLM Indra Jaya

Kami Tak Bisa Bayangkan Nasib Teman yang Lain
Oleh : Hendra Zaimi/Dodo
Senin | 09-07-2012 | 12:11 WIB

BATAM, batamtoday - Dimas (23), Taufik Hidayat (23) dan Rahman (25), tiga Anak Buah Kapal (ABK) KLM Indra Jaya 188 yang selamat dalam peristiwa tenggelamnya kapal pengangkut 6.100 sak semen di Selat Tungkil, perairan Pulau Abang, Minggu (8/7/2012) sekitar pukul 9.30 WIB mengaku masih trauma atas kejadian tersebut.


"Saya masih trauma dengan peristiwa kemarin, dan tak bisa membayangkan nasib teman-teman yang lain," ujar Dimas kepada batamtoday di Mako Lanal Batam, Senin (9/7/2012).

Dimas mengaku tak bisa membayangkan nasib mereka di dalam kapal, sebab kejadian terjadi begitu cepat dan kapal akhirnya tenggelam dengan posisi tegak akibat buritan yang bocor akibat dihantam ombak besar.

"Apakah mereka masih hidup atau tidak, yang jelas meraka ada di dalam kapal saat tenggelam. Kami tak bisa membayangkan mereka waktu itu sampai saat ini," tambah Dimas dengan raut wajah yang sedih.

Senada yang dikatakan Taufik, ketiga ABK ini hanya bisa berpikir untuk menyelamatkan diri masing-masing dengan melompat dari anjungan agar tak tersedot air laut dari dalam kapal.

"Tak ada cara lain untuk menyelamatkan diri selain melompat dari anjungan ke laut. Sebab jika masih di dalam kapal kami pasti ikut bersama kapal ke dasar laut," ujar Taufik.

Taufik mengatakan saat itu dirinya pasrah saja ketika terombang-ambing di laut usai berhasil melompat dari kapal, dan badai saat itu sangat kuat sampai akhirnya berhasil diselamatkan kapal patroli dari Lanal Batam.

Disinggung batamtoday apakah masih berani untuk bekerja sebagai ABK, Taufik mengatakan dirinya masih trauma dan ingin istirahat dahulu usai peristiwa naas yang menimpa dirinya.

"Masih trauma sekarang ini, tapi kalau nanti masih kerja di kapal saya akan mencari rute yang dekat-dekat saja," terangnya.

Sama seperti yang dikatakan Rahman, untuk sekarang ini dirinya ingin balik ke kampung halamannya dulu ke Tanjung Balai Karimun untuk menemui keluarga, dan jika sudah tenang akan memikirkan untuk kembali melaut.

"Kami ini pelaut, bagaimana pun peristiwa yang pernah kami alami akan menjadi bekal berharga. Tapi kami akan tetap melaut kembali," tutur Rahman.