Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sudah 17 Tahun, Saatnya Amandemen Konstitusi untuk Mewujudkan Bikameral yang Setara
Oleh : Redaksi
Senin | 08-11-2021 | 08:04 WIB
fahira_idrisb22.jpg Honda-Batam
Anggota DPD RI Fahira Idris (Foto: DPD RI)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Sejak kelahiran DPD RI 17 tahun lalu, sejatinya sistem perwakilan dan parlemen di Indonesia berubah dari sistem unikameral menjadi sistem bikameral atau dua kamar.

Sistem bikameral ini adalah pilihan yang sangat tepat untuk negara demokrasi seperti Indonesia karena mengedepankan kesetaraan dan check and balances sehingga lebih dapat mencerminkan kehendak dan kepentingan nasional.

Namun dalam perjalannya, fungsi dan wewenang DPD RI sebagai kamar kedua sesuai pasal 22D UUD 1945 setelah amandemen semakin jauh dari tujuan pembentukan DPD RI di Indonesia yaitu menciptakan keseimbangan sistem perwakilan dan parlemen.

Anggota DPD RI Fahira Idris mengatakan diskursus penguatan kewenangan DPD RI dan menciptakan sistem bikameral yang setara lewat amandemen terbatas UUD 1945 harus terus disuarakan dan akan tetap menjadi agenda penting DPD RI demi memperbaiki sistem perwakilan dan parlemen di Indonesia.

Konstitusi Indonesia telah memilih sistem bikameral agar ada distribusi tugas dan wewenang yang jelas dan tegas antara lembaga-lembaga negara.

Sementara di parlemen, sistem bikameral memastikan terjadi mekanisme check and balances antara kamar pertama (DPR RI) dan kamar kedua (DPD RI) serta antara kedua kamar ini dengan lembaga-lembaga yang lainnya (eksekutif dan legislatif).

Namun, dalam praktiknya tujuan sistem bikameral ini tidak pernah terwujud karena kewenangan DPD RI tidak setara dengan DPR RI.

"Sudah 17 tahun sistem bikameral yang kita pilih ini dalam praktiknya tidak menciptakan kesetaraan. Saatnya amandemen konstitusi untuk mewujudkan bikameral yang setara. Kewenangan DPD RI harus disetarakan sehingga tujuan dari sistem bikameral benar-benar dirasakan rakyat dampaknya," ujar Fahira Idris di Jakarta, (5/11/2021).

Fahira mengungkapkan, setelah Reformasi 1998 bangsa ini bersepakat memilih sistem dua kamar karena punya keyakinan bahwa kekuasaan satu kamar harus dibatasi karena memberi peluang untuk penyalahgunaan kekuasaan Sistem dua kamar juga kita pilih agar kerja-kerja di parlemen lebih baik, bijak, tertib, teliti, hati-hati, dan menghindari parlemen mengambil keputusan yang tergesa-gesa, tidak mencerminkan keadilan atau berat sebelah.

Sistem dua kamar juga kita pilih untuk tidak mengulang kesalahan masa lalu yaitu mencegah kemungkinan timbulnya kesewenang-wenangan dalam perundang-undangan.

"Salah satu wujud kedaulatan rakyat itu adalah kewenangan yang memadai pada lembaga-lembaga perwakilan yang diwujudkan dalam mekanisme saling mengawasi dan mengimbangi (check and balances). Namun, kita tidak konsisten menjalankan sistem bikameral ini karena kewenangan DPD RI sama sekali belum setara dengan DPR, padahal keduanya sama-sama dipilih langsung rakyat. Fungsi legislatif yang dimiliki DPD RI masih terbatas yaitu mengajukan dan membahas rancangan undang-undang tertentu saja dan itu pun tidak ikut dalam pengambilan keputusan. Demikian juga dalam fungsi penganggaran, dan fungsi pengawasan," pungkas Senator Jakarta ini.

Editor: Surya