Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Penguatan DPD RI sebagai Artikulator Kepentingan Daerah Terus Didorong
Oleh : Irawan
Kamis | 07-10-2021 | 08:20 WIB
diskusi_obras.jpg Honda-Batam
Obrolan Senator (Obras) dengan tema 'Amandemen dan Bikameral: Upaya Penataan untuk Mewujudkan Demokrasi Modern Berdasarkan Konstitusi Kenegaraan',

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan jika lembaga yang dipimpinnya merupakan artikulator kepentingan daerah di tingkat nasional.

Untuk itu, LaNyalla menilai perlu penguatan terhadap lembaganya dalam memperjuangkan aspirasi daerah.

"Saya percaya, semua anggota DPD RI memiliki harapan untuk mewujudkan sistem ketatanegaraan yang ideal. Mewujudkan DPD RI yang benar-benar menjadi artikulator kepentingan daerah di tingkat nasional. Artinya, perlu penguatan kelembagaan terhadap DPD RI ini," ujar LaNyalla saat menjadi pembicara utama pada acara Obrolan Senator (Obras), Rabu (6/10/2021).

Pada acara yang mengambil tema 'Amandemen dan Bikameral: Upaya Penataan untuk Mewujudkan Demokrasi Modern Berdasarkan Konstitusi Kenegaraan', sejumlah tokoh dihadirkan sebagai narasumber.

Di antaranya adalah Wakil Ketua III DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin, Anggota DPD RI Tamsil Linrung, Anggota Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin serta Pakar Hukum Tata Negara Prof Denny Indrayana dan Margarito Kamis.

Senator asal Jawa Timur itu melanjutkan, jika diperkuat, DPD RI dapat menampung berbagai dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, yang sekaligus dapat menjamin keputusan di tingkat nasional yang terkait dengan kepentingan daerah, diambil melalui mekanisme double check yang menjamin tersalurkannya aspirasi kepentingan daerah.

Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, mendukung upaya penguatan kelembagaan DPD RI untuk mendapatkan kesetaraan hak di Senayan. Hal tersebut disampaikan Margarito pada acara Obrolan Senator (Obras), Rabu (6/10/2021).

Namun Margarito mengingatkan, penguatan itu tidak bisa diminta baik-baik. Karena dalam politik tidak ada minta. Yang ada harus dimainkan. Lakukan Skak Ster dulu. Baru kemudian bicara.

"Jadi DPD harus mainkan kartunya. Misalnya tidak berikan DIM atau pendapat, maka DPR juga tidak bisa meneruskan pembahasan, karena akan cacat hukum," tukasnya.

Menurut Margarito apa yang dialami DPD RI saat ini merupakan refleksi dari keangkuhan DPR RI. Katanya, keangkuhan dari DPR yang menyebabkan DPD tidak memiliki hak yang kuat di parlemen.

"Saya dukung DPD RI. Karena itu, DPD harus menunjukkan keangkuhannya juga. Tidak bisa nasibnya diserahkan atau berharap kebaikan hati pada orang orang yang 'di sana'. Dalam politik tak ada kasihan. Iya ya iya, tidak ya tidak," ujar Margarito.

Ia menilai saat ini DPD RI harus menunjukkan taringnya. Salah satunya dengan membuat stuck sistem ketatanegaraan.

"Bila ada pembahasan undang-undang di suatu daerah, jangan bahas. Mana ada politik pakai saling pengertian di awal. Karena berurusan dengan kepentingan-kepentingan yang berlawanan, itulah yang dipertandingkan," tutur dia.

Sebagai contoh pada saat seleksi anggota BPK RI beberapa waktu lalu. Margarito jelas mencatat, bahwa DPD tidak memberikan rekomendasi kepada si A, tetapi yang dipilih DPR justru si A tadi.

"Coba kalau DPD tidak membahas dan tidak mengeluarkan surat, tidak bisa itu (disahkan) dan macet," ujar dia.

Menurut dia, suka atau tidak suka, postur ketatanegaraan kita saat ini terlihat betul terjadi perbedaan. DPR RI didesain dengan kekuasaan penuh.

"Ada lembaga tata negara, secara demokrasi yang kita desain menjadi sub-ordinat. Dalam kata lain, ada lembaga yang full otoriti atas yang lain, seperti hubungan DPR dengan DPD ini. DPR itu menjadi tiran atas DPD," tegas Margarito.

Editor: Surya