Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Polusi Dalam Ruang Ancam Penduduk Pedesaan
Oleh : redaksi/hijauku
Selasa | 03-07-2012 | 17:07 WIB

BATAM, batamtoday - Di seluruh dunia, jumlah kematian yang dipicu oleh penggunaan kompor tradisional mencapai lebih dari 2 juta jiwa per tahun.


Hal ini terungkap dari penelitian Yale University di wilayah Bangladesh yang diterbitkan dalam jurnal “Proceedings of the National Academy of Sciences”, Jum’at lalu (29/6). Fenomena ini banyak terjadi terutama di wilayah pedesaaan yang belum memiliki aliran listrik.

Penduduk pedesaan di wilayah Bangladesh masih banyak menggunakan kayu bakar, limbah pertanian dan kotoran hewan (yang dikenal dengan nama “biomassa”) untuk memasak. Akibatnya, sebanyak 50.000 penduduk Bangladesh meninggal setiap tahun, akibat terpapar polusi dalam ruang (karbon hitam).

Di seluruh dunia, jumlah kematian akibat karbon hitam ini mencapai lebih dari 2 juta jiwa per tahun. Karbon hitam juga merupakan gas rumah kaca yang memicu perubahan iklim dan pemanasan global.

Sebagian besar responden – 94% – percaya, bahwa polusi karbon hitam berbahaya bagi kesehatan – lebih berbahaya dari air yang telah tercemar (76%) dan makanan basi (66%).

Namun walau mereka mengetahui bahaya polusi dalam ruang dan karbon hitam bagi kesehatan, para wanita di wilayah pedesaan Bangladesh masih memilih kompor tradisional agar mereka bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.

“Alat masak modern akan lebih sukses jika mampu memberikan nilai tambah seperti penghematan biaya pemakaian,” ujar Mushfiq Mobarak, profesor ekonomi di Yale School of Management yang turut menyusun laporan ini.

Jumlah penduduk Bangladesh yang menggunakan kompor tradisional berbahan bakar “biomassa” mencapai 98% dari 131 juta penduduk. Pemerintah Bangladesh dan sejumlah organisasi kesehatan telah bertahun-tahun mengampanyekan penggunaan alat masak modern yang lebih efisien dan memiliki cerobong asap. Namun 92% dari 2.280 penduduk Bangladesh yang disurvei antara bulan Juli dan September 2008 mengaku belum pernah melihat kompor ini.

“Proses peralihan ke kompor modern di negara-negara berkembang masih kurang menggembirakan,” ujar Puneet Dwivedi, peneliti pasca doktoral di Yale School of Forestry & Environmental Studies.

Ketika harus memilih antara subsidi langsung tunai atau kompor modern, responden sebagian besar memilih uang tunai yang akan mereka gunakan untuk berobat, membayar biaya sekolah, listrik, air bersih, membeli bibit atau membangun tanggul untuk melindungi lahan pertanian mereka dari banjir.

“Masalah keuangan keluarga masih jauh lebih penting dibanding risiko kesehatan yang berasal dari polusi karbon hitam,” ujar Robert Bailis, wakil profesor ilmu sosial lingkungan di School of Forestry & Environmental Studies.

Hal ini sangat memrihatinkan. Karena tidak hanya di Bangladesh, di negara-negara berkembang lain, masih banyak keluarga yang menggunakan biomasa untuk memasak. Dan hasil penelitian ini telah menunjukkan, solusi untuk mengurangi kematian akibat polusi karbon hitam tidak cukup dengan menyediakan bahan bakar yang lebih bersih namun juga bahan bakar yang lebih terjangkau bagi masyarakat.