Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

PPHN Diperlukan agar Ada Keselarasan dan Keberlanjutan Pembangunan Antara Pusat dan Daerah
Oleh : Irawan
Senin | 13-09-2021 | 17:20 WIB
Djarot_pdip_taufik_b.jpg Honda-Batam
Ketua Badan Pengkajian MPR Djarot Saiful Hidayat dan Anggota MPR Taufik Basari (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Salah satu masalah mendasar dihadirkannya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) adalah karena munculnya ketidakselarasan dan ketidakberlanjutan pembangunan antara pusat dengan daerah, bahkan antara gubernur, bupati dengan walikota.

Oleh karena itu, PPHN memiliki peran strategis untuk mencapai cita-cita pembangunan nasional dan pembangunan daerah.

Pernyataan tersebut mengemuka dalam diskusi 4 Pilar Kebangsaan MPR RI dengan tema 'Urgensi PPHN dalam Pembangunan Nasional' di Media Center Parlemen, Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin (13/9/2021).

Ketua Badan Pengkajian MPR RI Djarot Saiful Hidayat mengatakan PPHN memiliki peran penting dan strategis. Sebab, tanpa Haluan negara maka akan terjadi ketidakselarasan antara visi misi presiden dengan gubernur, bupati dan wali kota seperti yang terjadi sekarang ini.

Bahkan, juga tidak ada keberlanjutan pembangunan di daerah antara gubernur dengan bupati dan walikota.

Awalnya, Indonesia memiliki haluan negara yang dahulu bernama Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) lalu semangat reformasi memunculkan amandemen yang salah satunya menghapus GBHN. Djarot mengaku penghapusan GBHN merupakan salah satu hal yang dianggap kebablasan.

"Ketika sudah tidak ada lagi yang namanya haluan negara, yang ada undang-undang. Maka yang kita alami sekarang adalah adanya ketidakselarasan antara visi misi gubernur visi misi Bupati walikota, visi misi presiden, tidak ada lagi keberlanjutan antara presiden sekarang dengan presiden berikutnya tidak ada. Demikian juga gubernur, walikota, bupati keberlanjutannya tidak ada," kata Djarot.

Badan Pengkajian MPR, kata Djarot sudah melakukan serangkaian diskusi dengan para pakar, para akademisi forum rektor, dengan masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat sejak tahun hingga saat ini dan semuanya mengatakan mendukung dan mengakui keberadaan dan kehadiran haluan negara adalah urgen dan sangat penting.

Haluan negara ini adalah sebagai peta jalan, mau menuju kemana bangsa dan negara Indonesia selama 20 tahun ke depan atau bahkan 50 tahun ke depan yang semua itu harus dirumuskan melalui haluan negara.

"Sehingga yang kita pikirkan kita diskusikan selama di badan pengkajian adalah setelah Pak Jokowi ini apakah ada jaminan, bahwa landasan yang sudah ditetapkan dilaksanakan, bisa dilanjutkan oleh penggantinya, demikian juga di level provinsi kota dan kabupaten," ujar Djarot.

Kehadiran PPHN pun, kata tidak ujuk-ujuk dimunculkan tetapi merupakan rekomendasi dari MPR RI periode sebelumnya (periode 2009-2019). Namun, perdebatan dalam pembahasannya saat ini adalag apakah PPHN dibentuk melalui TAP MPR RI atau cukup oleh Undang-Undang (UU) saja.

FPDIP, kata Djarto salah satu fraksi yang menginginkan lewat TAP MPR RI agar bersifat kuat karena tidak bisa di-judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kalau melalui TAP MPR RI lebih kuat dan tak bisa digugat ke MK," katanya.

Persoalannya, kata Djarot, kalau penetapannya melalui TAP MPR RI maka harus dilakukan amandemen terbatas khusus untuk PPHN. Khususnya pasal 3 dan pasal 23 UUD 1945.

Pembicara lainnya, Anggota MPR RI dari Fraksi NasDem, Taufik Basari menilai amandemen khusus untuk PPHN belum perlu, karena belum melalui proses yang masif.

Yaitu, melalui uji publik yang harus melibatkan seluruh elemen masyarakat, agar aspirasi itu benar-benar dari bawah (buttom up) bukan suara elit (top down).

Saat ini, ungkap Taufik Basari, Fraksi NasDem sedang melakukan survei dan pada Oktober 2021 nanti akan diumumkan ke masyarakat apakah amandemen PPHN itu sebenarnya merupakan keinginan masyarakat atau bukan.

"Pada prinsipnya semua isu dan pertanyaan yang berkembang di tengah masyarakat harus terjawab lebih dulu, agar tak ada yang khawatir dengan amandemen terbatas PPHN itu. Saya setuju bahwa PPHN itu penting dan strategis," kata Taufik Basari.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Asep Warlan Yusuf sependapat bahwa PPHN memiliki peran penting dan strategis. Namun, ia menegaskan penetapannya tidak harus dirumuskan melalui amademen terbatas UUD 1945, karena kondisinya belum memungkinkan.

Kecuali benar-benar darurat; dimana proses demokrasi, perekonomian, politik itu tidak jalan, dan sudah melibatkan seluruh elemen masyarakat.

Untuk itu, Guru Besar Fakultas Hukum/Tata Negara Universitas Parahyangan Bandung ini mengusulkan penetapan PPHN bisa dilakukan dengan mengubah TAP-TAP MPR RI yang masih berlaku.

"TAP-TAP MPR itu mungkin secara substansial bisa disempurnakan. Baik yang terkait dengan perencanaan pembangunan, demokrasi, HAM, perekonomian, politik, Pendidikan, budaya dan sebagainya," ungkapnya.

Editor: Surya