Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jadi Penyalur TKI Ilegal, Syafruddin Dkk Dihukum 3 Tahun 6 Bulan Penjara
Oleh : Paskalis RH
Senin | 26-04-2021 | 17:32 WIB
putusan-penyalur-TKI.jpg Honda-Batam
Sidang online pembacaan putusan perkara penyalur TKI ilegal di PN Batam, Senin (26/4/2021). (Foto: Paskalis RH)

BATAMTODAY.COM, Batam - Terdakwa Syafruddin, penyalur Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau TKI ke luar negeri secara ilegal, divonis 3 tahun 6 bulan penjara di Pengadilan Negeri (PN) Batam.

Vonis yang dijatuhkan terhadap terdakwa Syafruddin disampaikan ketua majelis hakim Taufik Nainggolan didampingi Dwi Nuramanu dan Egi Novita melalui video teleconference di PN Batam, Senin (26/4/2021).

Dalam persidangan yang beragendakan pembacaan putusan, majelis hakim menjelaskan bahwa perbuatan terdakwa Syafruddin telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara ilegal keluar negeri.

"Menyatakan terdakwa Syafruddin telah bersalah melanggar Pasal 4 UU RI nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang," kata Taufik membacakan amar putusannya.

Dalam kasus tersebut, terang hakim, Syafruddin berperan sebagi agen yang bisa memberangkatkan calon pekerja migran Indonesia (PMI) di Korea Selatan sebagai pekerja di pabrik baja, tekstil dan kertas dengan upah hingga Rp 50 jutaan.

"Perbuatan terdakwa terbukti telah bersalah, sehingga sudah seharusnya mendapat hukuman setimpal dengan perbuataanya," ujarnya.

Namun sebelum menjatuhkan vonis, majelis hakim telah mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang meringankan terdakwa menyesali perbuatannya. Sedangkan hal yang memberatkan, perbuatan para terdakwa dapat mengancam nyawa para PMI selama bekerja di Singapura dan menyebabkan para korban mengalami kerugian hingga puluhan juta Rupiah.

"Mengadili, menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa Syafrudin dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan, dikurangi selama terdakwa di tahan," tegas Taufik.

Selain pidana penjara, kata Taufik, terdakwa Syafruddin juga dihukum membayar Restitusi kepada saksi korban Andri Juniansyah sebesar Rp 85 juta. Apabila Restitusi tersebut tidak dibayarkan, sebut Taufik, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan penjara.

Vonis yang dijatuhkan majelis hakim ternyata lebih ringan 2 tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum Rumondang yang sebelumnya menuntut agar terdakwa dihukum dengan pidana penjara selama 5 tahun.

Usai membacakan putusan, majelis hakim lalu memberikan kesempatan kepada terdakwa dan jaksa untuk mengajukan upaya hukum lain, apabila tidak sependapat dengan vonis yang dijatuhkan hakim.

Dalam perkara yang sama dan berkas terpisah, terdakwa Hery Agustono, Muhammad Hasbar Yasir alias Daeng dan Sukaryanto divonis 3 tahun 6 bulan penjara. Mereka, berperan membantu Syafrudin untuk pengurusan dokumen pemberangkatan TKI ke Singapura.

"Saudara terdakwa dan jaksa penuntut umum, apabila kalian tidak sependapat dengan vonis yang dijatuhkan, majelis hakim memberikan waktu selama 7 untuk melakukan upaya hukum lain," pungkas Taufik.

Diterangkan dalam surat dakwaan, perkara pidana yang menjerat terdakwa Syafruddin berawal saat saksi korban Andri Juniansyah yang sedang belajar di LPK (Lembaga Pelatiha Kerja) mendapat informasi bahwa terdakwa Syafrudin bisa memberangkatkannya bekerja di Korea Selatan.

Atas informasi itu, saksi Andri Juniansyah kemudian menghubungi terdakwa Syafudin untuk mengurus keberangkatannya ke  Korea Selatan (Korsel) sebagai Pekerja Migran Indonesi (PMI).

"Setelah menghubungi terdakwa, saksi korban pun menemui terdakwa di Jakarta. Dari pertemuan itu, terdakwa meminta uang senilai Rp 50 juta untuk biaya keberangkatan ke Korea Selatan," terangnya.

Untuk meyakinkan saksi korban, terdakwa pun mengaku bekerja di PT Duta Putra Group yang bergerak di bidang penyalur Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri.

Saat pertemuan itu, saksi korban menyerahkan uang Rp 5 juta sebagai biaya pembuatan pasport di kantor Imigrasi Tanjung Periuk. Di hari yang sama, saksi juga menyerahkan KTP, KK dan Foto untuk pengurusan BST (Basic safety Training).

"Setelah dokumen lengkap, saksi korban pun mentransfer sisa uang sebesar Rp 45 juta ke rekening terdakwa," kata jaksa saat menguraika surat dakwaan.

Selanjutnya, terdakwa Syafruddin pun memberangkatkan saksi korban ke Korea Selatan melalui Singapura. Setibanya di Singapura, saksi korban dan calon PMI lainnya bukan di berangkatkan ke Korsel, melainkan di suruh menaiki kapal Lu Qing Yuan Yu 123 yang berada di tengah laut perairan Singapura untuk bekerja di kapal tersebut.

"Setelah sebulan bekerja di kapal Lu Qing Yuan Yu 123, para saksi korban di pindahkan ke kapal Lu Qing Yuan Yu 901 untuk bekerja mencari ikan dan cumi di perairan Samudera Hindia," tandasnya.

Pada saat bekerja di kapal tersebut, sambungnya, para saksi korban selalu mendapatkan perlakukan kasar dari kapten kapal dan kru kapal warga Negara Cina. Bahkan, sebutnya, gaji mereka selama bekerja pum tidak dibayarkan.

"Mendapat perlakuan seperti itu, salah satu korban (Reynalfi) berhasil kabur saat kapal berangkat dari perairan Samudera Hindia menuju perairan Singapura. Ia akhirnya selamat usai ditolong para nelayan Tanjung Balai Karimun yang saat itu sedang melaut," tutupnya.

Dari peristiwa itu, para saksi korban mengalami kerugian materil hingga puluhan juta Rupiah.

Editor: Gokli