Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kecewa Izin Investasi Miras, Waketum MUI: Merusak Rakyat
Oleh : Redaksi
Jum\'at | 26-02-2021 | 11:32 WIB
miras-palsu11.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ilustrasi miras.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, menilai langkah pemerintah yang membuka izin investasi untuk industri minuman keras (miras) atau minuman beralkohol bakal merusak dan merugikan masyarakat.

"Semestinya pemerintah sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai pelindung rakyat tentu tidaklah akan memberi izin bagi usaha-usaha yang akan merugikan dan merusak serta akan menimbulkan ke-mafsadat-an bagi rakyatnya," kata dia, dalam keterangan resminya, Jumat (26/2/2021).

Anwar menegaskan aturan tersebut memperlihatkan pemerintah lebih mengedepankan kepentingan pengusaha dari pada kepentingan rakyat. Menurutnya, pemerintah sangat aneh membuat peraturan yang bertentangan dengan tugas dan fungsinya tersebut.

Ia menilai, manusia dan bangsa ini telah diposisikan oleh pemerintah dan dunia usaha sebagai objek eksploitasi bagi kepentingan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

"Bukannya pembangunan dan dunia usaha itu yang harus dilihat sebagai medium untuk menciptakan sebesar-besar kebaikan dan kemaslahatan serta kesejahteraan bagi rakyat dan masyarakat luas," kata dia.

Lebih lanjut, Anwar melihat bangsa ini telah kehilangan arah adanya kebijakan tersebut. Sebab, tidak lagi jelas yang menjadi pegangan bagi pemerintah dalam mengelola negara ini.

"Di mulutnya mereka masih bicara dan berteriak-teriak tentang Pancasila dan UUD 1945. Tapi dalam prakteknya mereka terapkan adalah sistim ekonomi liberalisme kapitalisme yang bukan merupakan karakter dan jati diri kita sebagai bangsa," kata dia.

Diketahui, aturan untuk membuka izin investasi bagi industri minuman beralkohol dari skala besar hingga kecil tertuang di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken kepala negara pada 2 Februari 2021.

Aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Syaratnya, investasi hanya dilakukan di empat provinsi. Keempatnya yaitu Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Yudha