Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dinilai Tidak Netral dan Profesional

Tim Kuasa Hukum Meliyanti akan Laporkan Bawaslu Bintan ke DKPP Terkait Putusan Kasus Money Politics
Oleh : Asyri
Minggu | 06-12-2020 | 11:33 WIB
Tim_kuasa_meliayati.jpg Honda-Batam
Tim Kuasa Hukum Meliyanti, pelapor dugaan tindak pidana Pilkada Kabupaten dari Jhonson Panjaitan & Patner (Foto: Asyri

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Tim Kuasa Hukum Meliyanti, pelapor dugaan tindak pidana Pilkada Kabupaten dari Jhonson Panjaitan & Patner menyatakan, keberatannya terhadap keputusan Bawaslu Bintan yang memutuskan tidak ada unsur tindak pidana pilkada politik uang (money poitics) dalam pelaporan Meliyanti tersebut. Keberatan itu disampaikan tiga kuasa hukum Meliyanti, Johnatan Andre Baskoro, Eka Prasetia dan Moris Moy Putra,

"Secara tegas kita tidak menerima hasil keputusan yang dikeluarkan oleh Bawaslu. Bawaslu mengatakan bahwa laporan yang kami sampaikan tidak memenuhi unsur pidana pilkada," terang tim pengacara kepada wartawan di Tanjungpinang, Sabtu (5/12/2020).

Tim Kuasa Hukum Meliyati menegaskan, bagaimana tidak memenuhi unsur, padahal sudah jelas saksi-saksi yang dihadirnya memberikan keterangan secara detil dan dilengkapi alat bukti.

"Saksi kami hadir dan sudah menceritakan kronologis sedrmikian rupa dan sudah jelas alat bukti sudah kami sampaikan lengkap baik berupa foto, video, rekaman suara sampai amplop juga telah kami serahkan kepada bawaslu, "ungkap mereka.

Dengan keluarnya keputusan Bawaslu tersebut, maka Tim Kuasa Hukum Meliyanti menilai Bawaslu Bintan tidak netral dan tidak profesional.

"Kami mempertanyakan kenetralitasan Bawaslu. Bawaslu kita tuntut untuk profesional, sebagimana undang-undang dan trasparansi khususnya untuk kasus money politics. Yang kami sayangkan lagi, pembeberan pembuktian itu dilayangkan kepada masyarakat yang seharusnya negara sebagai penyelenggara harus turut serta mendalami mengkaji betul-betu. Karena Bwaslu sudah mengakui laporan ini sudah bawaslu karena ini nasuk dalam kajian kedua artinya disitu memang betul ada pelanggaran money politics," terang mereka.

Mereka mempertanyakan netralitas Bawaslu, karena pelaku adalah penguasa saat ini dan miliki jaringan dimana-mana, sementara pelapor adalah seorang anak berusia 17 tahun.

"Untuk kasus money poltics, beban pembuktiannya dibebankan kepada anak pelopor tersebut dan palapor malah ditekan," ungkapnya.

Menurut mereka, tidak mungkin kasus money politics ini dibongkar jika pembuktiannya dibebankan kepada pelapor. Seharusnya Bawaslu mewakili negara yang harus membantu mengungkap kasus ini. Hal ini sama saja Bawaslu tidak serius dan Gakkumdu juga tidak serius dalam membongkar kasus politik uang money politics.

"Bukti sudah jelas ada rekaman, seharusnya bawaslu dalami maksud dari rekaman itu, siapa pelakunya, uang milik siapa. Kalau kayak begini, percuma pasal itu ada karena masyarakat jadi takut menjadi saksi waktu diperiksa Bawaslu. Bawaslu menanyakan kepada pelapor tentang pasal 187 bahwa pemberi dan penerima itu bisa dikenakan pidana. Ini sama artinya masyarakat dibebankan untuk pembuktian yang seharusnya jangan kepada masyarakat tapi negara yang menindaklanjutinya," kesal mereka.

Yang paling aneh lagi, menurutnya, masalah ini sudah masuk tahap kedua sudah ada unsur pidananya. Jika syarat formil tidak tidak terpenuhi dari awal seharusnya sudah ditolak, karena dua dua alat bukti sudah terpenuhi.

"Bawaslu sudah tidak transparan dan analisis gelap di ruang gelap. Ya akhirnya begini jadinya, sehingga susah untuk pembuktian money politics," kesal mereka lagi.

Terkait keputusan Bawaslu Bintan tersebut, Tim Kuasa Hukum Meliayanti akan melaporkan Bawaslu Bintan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jakarta untuk mendapatkan perhatian serius, karena putusannya dinilai tidak netral dan profesional.

Editor: Surya