Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ditolak PKS dan Demokrat, DPR dan Pemerintah Sahkan RUU Cipta Kerja
Oleh : Irawan
Selasa | 06-10-2020 | 08:04 WIB
Paripurna_cipta_kerja.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Rapat Paripurna pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) pada Rapat Paripurna, Senin (5/10/2020).

Dalam Rapat Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin itu, dari 9 fraksi yang ada, tujuh fraksi setuju dan dua fraksi menolak diundangkan. Dari tujuh fraksi tersebut, 6 fraksi menyetujui RUU Ciptaker menjadi UU tanpa catatan, sementara 1 fraksi menyetujui dengan catatan.

Dalam rapat paripurna tersebut dihadiri juga oleh Menteri Kabinet Indonesia maju. Seperti Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono hingga Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.

Adapun 6 fraksi yang menyetujui tanpa catatan adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Fraksi Golkar, Partai Gerindra, Fraksi Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Sementara itu, ada satu fraksi yang menerima dengan catatan yakni Partai Amanat Nasional. Dan dua fraksi yang menolak yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

"6 Fraksi menerima, 1 menerima dengan catatan dan 2 menolak. Mengacu pada pasal 164, pimpinan dapat mengambil pandangan fraksi. Sepakat?" ujar Azis diiringi sengan ketokan palu, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (5/10/2020).

Sebelum diputuskan sebenarnya, rapat sempat memanas. Sebab fraksi Demokrat kekeuh untuk menolak dan meminta agar RUU Ciptaker ditunda pengesahannya untuk dibahas lebih dalam.

Sementara Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), meski menyetujui disahkannya RUU Ciptaker menjadi undang-undang, namun disertai beberapa catatan kritis. Sebanyak tujuh catatan tersebut disampaikan langsung Ketua Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay.

Catatan itu antara lain, PAN menilai pembahasan RUU Ciptaker terlalu tergesa-gesa serta minim partisipasi publik. PAN menilai mestinya penyusunan aturan turunan undang-undang Ciptaker harus menyerap aspirasi publik secara luas.

"Karena itu, tidak berlebihan jika kemudian dikatakan bahwa hasil dari RUU ini kurang optimal," kata Saleh.

Dalam bidang ketenagakerjaan, PAN juga belum melihat penjelasan lebih khusus mengenai aspek rencana penggunaan tenaga kerja asing. PAN menilai sebaiknya hal itu dicantumkan secara spesifik agar di belakang hari tidak terjadi multi interpretasi.

PAN mengkhawatirkan semakin banyaknya perusahaan-perusahaan yang menggunakan pekerja kontrak. Padahal, menggunakan pekerja kontrak itu bertentangan dengan amanat Pasal 27 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi 'Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan

Selanjutnya, PAN menyoroti isi Pasal 88B dari UU Ciptaker yang menyebutkan bahwa upah para pekerja akan ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan/atau hasil.

Saleh mengatakan bahwa pasal tersebut berpotensi melahirkan ketidakadilan bagi kesejahteraan para pekerja/buruh.

"Penghasilan yang diterima bisa berada di bawah upah minimum yang seharusnya. ketentuan ini hanya cocok diterapkan kepada pekerja profesional, bukan ke buruh atau pekerja biasa," jelas Saleh.

Sementara mengenai pesangon, PAN mengusulkan agar jumlah pesangon para pekerja tidak dikurangi, melainkan tetap 32 kali gaji. Namun jika sebelumnya hal tersebut dibebankan ke pengusaha maka melalui Ciptaker juga dibebankan pembayarannya kepada pemerintah.

"Saat terjadi PHK, pemberi kerja wajib membayar pesangon sebesar 23 kali gaji. Sedangkan pemerintah membayar 9 kali gaji melalui skema Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Hal ini meringankan beban pemberi kerja," usul Saleh

Saleh mengusulkan agar skema tersebut bisa dipertimbangkan untuk diatur dan dipertimbangkan lebih lanjut sebab dapat menjadikan APBN gelembung.

"Skema ini perlu diatur dan diperdalam lebih lanjut. Sebab skema JKP ini direncanakan juga akan menyerap Anggaran Penerimaan Belanja Negara (APBN)," pungkas Saleh

Editor: Surya