Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Momentum Peringatan Harkitnas

Menggugah Negeri dengan Semangat Kebangsaan
Oleh : Redaksi
Selasa | 22-05-2012 | 16:48 WIB

Oleh: Ari Pianto

SETIAP TANGGAL 20 MEI, bangsa kita memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), hari yang menjadi momentum perjuangan seluruh rakyat di kepulauan Nusantara, yang ditandai dengan kelahiran organisasi Boedi Oetomo pada tahun 1908. Bertepatan dengan hari nasional 20 Mei 1908, menurut sejarah perjalanan bangsa Indonesia, berdiri satu organisasi yang bernama Budi Utomo (Boedi Oetomo), yang dikemudian hari dikenang sebagai Hari Kebangkitan nasional.

Boedi Oetomo dibentuk dari suatu perkumpulan kaum muda intelektual yang jenuh dengan perlawanan terhadap penjajah Belanda secara fisik saja, pertempuran-pertempuran di daerah sudah terlalu banyak memakan korban di Pihak Nusantara dimana Pihak Belanda tetap berjaya dengan politik devide et impera (memecah belah bangsa).

Boedi Oetomo diprakarsai oleh: Dr. Soetomo, Dr. Wahidin, Dr. Goenawan dan Soerjadi Soerjaningrat serta didirikan oleh sembilan pelopornya, yaitu mahasiswa kedokteran STOVIA. Mengapa organisasi Boedi Oetomo, sedangkan saat itu banyak organisasi yang lain, karena organisasi ini mempunyai visi, misi, sistem, pemimpin, anggota dan segala komponen yang dibutuhkan dalam organisasi yang berhubungan dengan memerdekakan bangsa dari penjajahan Belanda saat itu.

Kebangkitan dalam kesadaran atas kesatuan kebangsaan yang lahir pada tanggal 20 Mei 1908 ini kemudian menjadi tonggak perjuangan yang terus berlanjut dengan munculnya Jong Ambon 1909, Sarikat Islam 1911, Muhammadiyah 1912, Jong Java dan Jong Celebes 1917, Jong Sumatera, Jong Minahasa 1918, serta Nahdatul Ulama 1926 dan Partai Nasional Indonesia 1027

Menata Kembali Pranata Sosial

Sebagai negara dengan sumber daya alam melimpah harus menata ulang pranata-pranata sosial jika ingin bangkit dan tidak menuju "kebangkrutan nasional". Harus ada "musuh bersama" sehingga dapat dijadikan momentum kesadaran kolektif seluruh elemen bangsa. Apa yang harus dijadikan musuh bersama oleh bangsa kita? Tidak mungkin Amerika, karena negara ini bersifat terbuka.

Tidak mungkin negara lain dijadikan musuh. Musuh bersama sejati negara kita adalah "Kebodohan". Para pendiri bangsa ini sudah sangat tepat dalam merumuskan sistem negara. Demokrasi adalah pilihan tepat. Tetapi tidak didukung oleh sumber daya manusia yang tepat. Semangat untuk mencerdaskan bangsa juga sudah tercantum dalam undang-undang. Kebodohan tidak hanya diukur oleh tingkat pendidikan. Negara telah tepat mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan 20 persen dari total anggaran APBN.

Tetapi apa kenyataannya, daya serap dari program-program Kementerian Pendidikan sebagai lembaga eksekutor APBN tersebut sangat rendah. Anggaran tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya. Kementerian Pendidikan kebingungan dalam mengelola anggaran yang begitu besar (bukan artinya mereka bodoh, tetapi juga bukan artinya mereka cerdas karena jika cerdas tentu anggaran sebesar itu dapat dijadikan modal bagi kebangkitan bangsa).

Kultur bangsa kita perlu ditingkatkan ke arah penguasaan ilmu pengetahuan. Jangan pernah bermimpi untuk bisa bangkit jika tidak menguasai ilmu pengetahuan. Lihat saja, misalnya berbagai ketidaktepatan pengambil kebijakan. Presiden sesungguhnya telah tepat dalam merumuskan garis-garis kebijakan. Anggaran pendidikan dibesarkan, pajak diminta ditinjau ulang, infrastuktur diinstruksikan untuk ditingkatkan. Hanya saja tidak didukung oleh eksekutor yang cerdas.

Jika kita lihat dari beberapa bangsa di dunia, Amerika dan Eropa sebagai negara maju dan menjadi pusat peradaban dunia di bidang ilmu pengetahuan saat ini juga dapat dijadikan contoh. Predikat tersebut tidak diperoleh begitu saja, akan tetapi mengalami sejarah panjang. Pergulatan historis dalam menumbuhkan nilai-nilai kultural pada masyarakatnya, terutama penekanan untuk menguasai ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dibela mati-matian meskipun harus berhadapan dengan dominasi gereja. Cofernicus berani dihukum mati oleh pihak gereja hanya untuk mempertahankan temuannya di bidang sains. 

Iran, negara Islam dengan mengadopsi sistem demokrasi Barat, adalah contoh lainnya. Iran yang sekarang tumbuh pesat di bidang ilmu pengetahuan, juga tumbuh dari budaya kultural. Ia mewarisi budaya Persia yang sudah sejak lama mencintai ilmu pengetahuan. Filsafat—sebagai bapaknya Ilmu Pengetahuan—nyaris mati di dunia Islam lain, tetapi tidak untuk Iran.

Refleksi Serta Harapan ke Depan

Di era Orde Baru, semangat Harkitnas selalu direfleksikan dalam berbagai kegiatan di tengah-tengah masyarakat yang pada prinsipnya merupakan wujud nyata sikap nasionalisme bangsa Indonesia. Setiap Harkitnas digelar beraneka acara seperti, Lomba Karya Tulis, Seminar, Pameran Pembangunan, Bazar Produksi Dalam Negeri, dan berbagai kegiatan yang dilaksanakan di tingkat nasional maupun di seluruh daerah dan pelosok tanah air.

Di era reformasi sekarang ini, kegiatan yang berhubungan atau setidaknya agenda dalam rangka memperingati Harkitnas seolah pudar oleh hingar bingar permasalahan yang justru mengingkari semangat nasionalisme dan kebangsaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Bukankah reformasi sejatinya merupakan tuntutan yang didasari oleh keinginan supaya bangsa Indonesia kembali pada rel perjuangan, sebagaimana yang diamanatkan oleh kebangkitan nasional 20 Mei 1908 dan cita-cita perjuangan kemerdekaan RI 17 Agustus 1945? Justru di saat akan memperingati hari kebangkitan nasional, bangsa Indonesia terpaksa harus menyaksikan tindakan penghianatan atas rasa kebersamaan, persatuan dan kesatuan serta sikap gotong royong yang selama ini menjadi ciri khasnya.

Tindak kekerasan, aksi premanisme, korupsi dan berbagai penyelewengan yang dilakukan oleh orang-orang yang justru mengemban amanat rakyat di posisi yang terhormat, krisis kepercayaan terhadap lembaga peradilan, tindakan kriminal, perkelahian antarpelajar dan antarmahasiswa, seakan menjadi akrab dengan kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia dan merata di seluruh tanah air.

Semoga ke depan bangsa Indonesia bisa menata kehidupan yang lebih baik sesuai dengan cita-cita perjuangan bangsa sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dan tentu saja amanat reformasi tahun 1998. Selamat memperingati Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2012.

Penulis adalah Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Pekanbaru dan Mahasiswa PKn/FKIP/Universitas Riau.