Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mendagri Tegur Dua Kepala Daerah Terkait Penyalagunaan Bansos untuk Pilkada
Oleh : Irawan
Senin | 10-08-2020 | 08:52 WIB
mendagri_tito_kanravian.jpg Honda-Batam
Mendagri Tito Karnavian (Foto: Kemendagri)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan kecurangan pilkada calon petahana bisa terjadi dengan memanfaatkan bansos Covid-19. Namun Tito mengatakan dirinya akan memberikan teguran keras bila hal itu ditemukan.

"Kecurangan Pilkada ini bisa sangat bisa terjadi. Kalau ada saya akan berikan teguran," ujar Tito dalam webinar Taruna Merah Putih yang disiarkan live di YouTube, Minggu (9/8/2020) malam.

Tito mengatakan, dirinya telah menegur dua kepala daerah yang diketahui menyalahgunakan bansos. Bila hal terserbut terulang, dia mengaku akan memberikan sanksi lebih. Namun, Tito enggan membeberkan dua kepala daerah yang telah ditegurnya.

"Saya sudah lakukan kepada dua kepala daerah teguran itu. Kemudian kalau berulang kita akan naikkan sanksi yang lebih berat," ujar Tito.

"Karena UU nomor 23 tahun 2014, Menteri Dalam Negri dapat memberikan sanksi mulai dari teguran sampai kesanksi yang jauh lebuh keras lagi," tambahnya.

Tito menyebut dirinya telah memberikan surat edaran bagi kepala daerah terkait bansos. Di mana bansos tersebut diminta tidak menggunakan identitas pribadi.

Tapi kalau mengenai APD, bansos, kami pertama sudah menyampaikan surat edaran kepada kepala daerah, tidak boleh menggunakan bansos dengan identitas-identitas pribadi. "Gambar pasangan calon kepala daerah petahana namanya tidak boleh," tuturnya.

Momentum
Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan pilkada serentak 2020 adalah momentum bagi para calon kepala daerah menunjukkan komitmen dan pikirannya membantu masyarakat menghadapi pandemi covid-19.

"Pilkada juga momentum untuk mendorong belanja yang saat ini menjadi concern terkait penurunan ekonomi salah satunya dipicu penurunan konsumsi domestik," kata Hasto dalam diskusi yang sama.

Menurut Hasto, pihaknya mendukung sikap Pemerintah dan DPR yang tetap melaksanakan pilkada serentak 2020 di tengah desakan penundaan akibat pandemi COVID-19.

Sebab bagi PDIP, lanjut dia, pilkada adalah pematangan demokrasi sehingga rakyat bisa memilih siapa pemimpinnya.

Di sisi lain, harus diakui bahwa melaksanakan pilkada di tengah pandemi covid adalah bukan perkara mudah. Namun justru karena pandemi itu pula, maka periodisasi kepemimpinan di daerah tak boleh ditunda.

"Rakyat harus mendapatkan kepastian. Tak boleh pemimpin daerah kosong karena pilkada ditunda. Maka PDI Perjuangan mendorong pilkada harus dilaksanakan. Karena itulah jawaban kita atas rakyat," kata Hasto dalam keterangan tertulisnya.

Sehingga pilkada adalah ujian bagi para calon kepala daerah untuk menunjukkan komitmen dan kedisiplinannya dalam menghadapi pandemi COVID-19. Mereka harus mampu menyajikan kepada rakyat apa saja solusi yang mereka miliki sebagai jawaban atas berbagai permasalahan rakyat akibat dampak pandemi.

"Jadi pilkada ini sekaligus momen bagaimana calon kepala daerah memiliki agenda prorakyat terkait isu sosial, ekonomi, dan lain-lain," ujar pria kelahiran Yogyakarta itu.

Hasto mengatakan pandemi Covid-19 telah menyebabkan kesulitan berkaitan dengan banyaknya pengangguran dan peningkatan kemiskinan. Semua mengetahui Pemerintahan Jokowi terus mengambil langkah komprehensif sehingga negara hadir membantu rakyat.

Oleh karena itu, tambah dia, pilkada ini menjadi momentum bagi para calon kepala daerah untuk mendorong agenda perubahan struktural di dalam kehidupan perekonomian rakyat.

Sedangkan Pengamat Politik dari Indikator Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan bahwa dirinya setuju jika pelaksanaan pilkada serentak memang bisa memiliki dampak baik terkait pembelanjaan domestik yang meningkat.

Namun di sisi lain, 63 persen responden dari survei Indikator Indonesia menunjukkan mereka masih berpikir pilkada harus ditunda.Burhanuddin sendiri mengatakan pilkada masih memungkinkan dilaksanakan tahun ini, namun dengan sejumlah catatan.

Pertama, Pemerintah, DPR, serta lembaga penyelenggara pemilu harus menunjukkan sinyal solid, bahwa apa yang dihadapi dalam kondisi covid ini bisa dimitigasi dengan protokol kesehatan ketat.

"Jadi ketika ada pelanggaran disiplin dan sanksi, harus tegas. Apalagi sudah ada Inpres 6/2020. Dengan begitu, dari responden yang meminta penundaan, bisa merubah pikirannya," kata Burhanuddin.

Editor: Surya