Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Komite II DPD RI Nilai Tidak Semua Perizinan Transportasi Harus Diurus Pusat
Oleh : Irawan
Rabu | 08-07-2020 | 08:04 WIB
RDP_komite2_transportasib.jpg Honda-Batam
RDP Komite II DPD RI membahas RUU Tentang Cipta Kerja bidang Transporasi (Foto: DPD RI)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Tidak semua perizinan terkait transportasi harus diurusi oleh pusat, RUU Cipta Kerja terkait Bidang Transportasi harus membangun efisiensi dan keberdayaan daerah.

Hal tersebut terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Umum antara Komite II DPD RI membahas RUU Tentang Cipta Kerja Bidang Transportasi dengan Pakar dan Masyarakat Transportasi Indonesia Fifiek Woleandara Mulyana, Djoko Setijowarno, dan Muslih Zainal Asikin, di Ruang Rapat Komite II DPD RI, Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (7/7/2020).

Wakil Ketua Komite II DPD RI Bustami Zainudin saat membuka rapat mengungkapkan, RDPU Komite II ini merupakan tindak lanjut dari aspirasi masyarakat terhadap dampak dari RUU Cipta Kerja Bidang Transportasi yang berusaha mengkompilasi mulai dari UU Penerbangan, Pelayaran, Lalu Lintas Angkutan Jalan juga Perkeretaapian.

‘"Kita lihat RUU Cipta Kerja Bidang Transportasi ini seperti evaluasi terhadap sistem desentralisasi, saat lihat belum secara komprehensif dilakukan oleh negara. Dalam bidang transportasi ini tidak semua masalah regional terutama masalah perizinan, baik izin berusaha izin transportasi lainnya harus terkonsentrasi ke pusat, pusat cukup menjadi pengawas, dan memberikan pembinaan," ujar Bustami yang merupakan Senator asal Lampung itu.

Dalam kesempatan itu, Anggota DPD RI asal NTT Angelius Wake Kako mengungkapkan bahwa transportasi dan perhubungan banyak bicara di darat padahal dalam konteks Indonesia juga negara maritim, pendekatan transportasi kita keberadaan jalur pelayaran nasional kita juga terdampak oleh RUU Cipta Kerja ini.

"Bagaimana kesempatan dan tugas tanggung jawab pemerintah daerah mengatur dan menjaga lalu lintas pelayaran nasional ini, saya kira tidak semua harus diurus pemerintah pusat, ini situasi yg kita hadapi saat ini, kami melihat kewenangan dibagikan ke daerah, tapi pusat tidak membagikan sumber daya manusianya untuk meningkatkan daerah, bagi saya Indonesia sebagai negara kepulauan pusat harus memperhatikan ini," ucapnya.

Pakar Transportasi Muslih Zainal Asikin mengungkapkan, RUU Cipta Kerja Bidang Transportasi kembali ke zaman sebelum reformasi, kasarnya zaman reformasi menghasilkan konsep otonomi yang sudah berjalan 20 tahun kemudian ditarik kembali. Seharusnya pusat cukup melakukan pembenahan dan pembinaan terhadap daerah dengan pembinaan SDM.

"Ini akan sulit karena berkaitan dengan arah pembagian kekuasaan kalau semua ditarik ke pusat. Contohnya uji kendaraan KIR dan sebagaimana mengapa harus sampai ke pusat, era sudah profesionalisme cukup di daerah juga mampu dibuka peluang bagi daerah untuk memiliki fasilitas dan negara mensertifikasi, kemudian masalah jembatan timbang cukup gunakan teknologi informasi dengan memasang sensor di jalan, begitupula izin usaha lainnya. Kurangnya RUU Cipta Kerja justru memperumit sesuatu yang seharusnya mudah, hal yang lokal akan menjadi boros jika harus diurus ke pusat," kata Muslih.

Senada dengan itu, Pakar Transportasi lainnya Djoko Setijowarno mengungkapkan bahwa perlu mempermudah perizinan di sektor transportasi.

"Pada intinya aturan hukumnya menyoroti kenapa ini ditarik ke pusat padahal banyak moda transportasi lingkup daerah yang tidak perlu dimintakan ijin ke pusat cukup di daerah," cetusnya.

Sedangkan Fifiek Mulyana menyoroti izin berusaha yang akan ditarik kembali ke pusat. ‘’UU sekarang ini, yaitu Izin Penyelenggaraan Orang Dalam Trayek, Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek, Angkutan Barang Khusus/Alat Berat dulu ke pemda sekarang harus mengajukan perizinan ke pusat, baik perpanjangan maupun baru, yang tadinya bisa dilakukan di tingkat provinsi dan kabupaten kota,’’ cetusnya.

I Made Mangku Pastika, Anggota DPD RI asal Bali, melalui virtual memaparkan bagaimana implikasi RUU nanti ke depan jika disahkan.

"Saya kira pemerintah pusat cukup memberikan pedoman pembinaan pengawasan. Tidak perlu sampai ke tahap eksekusi mengambil kewenangan daerah. Jika seluruh Indonesia harus menunggu izin dari pusat saya kira kurang bijak. Pemerintah pusat cukup mengawasi saja, izin tidak sekedar mengeluarkan surat tapi harus harus melihat kebutuhan regional," pungkasnya.

Editor: Surya