Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mengkaji Potret Pendidikan Nasional
Oleh : Redaksi
Rabu | 02-05-2012 | 17:57 WIB

Oleh : Achmad Yani*

PENDIDIKAN ideal harus mampu memberikan jawaban atas pertanyaan ilmiah mendasar, yaitu epistemologi pendidikan, ontologi pendidikan dan aksiologi pendidikan. Meresource realitas historis pendidikan nasional, maka kita akan memperoleh adanya deskripsi menyeluruh adanya perubahan paradigma konsep pendidikan.

Artinya, adalah sebuah kenyataan bahwa lahirnya pendidikan sejalan dengan proses survivalitas tumbuh dan berkembangnya individu untuk bisa melangsungkan kehidupan pada masa yang akan datang, hal mana tidak akan pernah menafikan faktor lingkungan sebagai entitas cukup dominan dalam pencapaian tujuan pendidikan itu sendiri.

Pola pendidikan masa lalu tidak hanya menitik beratkan pada adanya knowledge transfer yaitu adanya pewarisan ilmu pengetahuan tetapi juga menjawab hubungan humanis yang menjawab pola pendidikan yang tidak hanya diartikan sebatas pada hubungan konvensional peserta didik dengan pengajar tetapi juga pada proses memberikan pendalaman nilai pada peserta didik sehingga menjadi manusia seutuhnya.

Ini berarti pola pendidikan masa lalu tidak hanya menitik beratkan pada aspek kognitif semata, akan tetapi juga memberikan porsi yang seimbang pada pengembangan aspek afektif dari peserta didik. Penguatan aspek ilmu pengetahuan yang disinergikan dengan pengembangan aspek moralitas anak didik menjadi entry point lahirnya  generasi pengganti yang lebih relevan dalam mengarungi abad informasi.

Paradigma pendidikan masakini dengan karakteristik globalisasi informasi dan liberalisasi ekonomi menggeser paradigma anak didik hanya menjadi suplay tenaga kerja untuk kepentingan kapitalis. Mentalitas menjadi pekerja dijadikan sebagai new spririt  yang menggiring justifikasi lembaga pendidikan mereformulasi kurikulum hanya memenuhi tuntutan dunia kerja semata, sehingga mereduksi kurikulum pendidikan karakter yang idealnya berkelindan, bersatu padu dan tidak bisa dipisahkan dengan tujuan pendidikan ideal.

Tidak heran kita mendengarkan dan juga menyaksikan dengan kepala sendiri atas akses negatif adanya fenomena tersebut, sebut saja, prilaku-prilaku koruptif justeru disumbangkan oleh pribadi intelek yang miskin nurani.

Konsepsi Paulo Freire, seorang tokoh pendidikan Brazil dengan konsepsi tujuan pendikan ideal untuk mampu “memanusiakan manusia” bisa dipandang luas, bahwa idealnya pendidikan harus mampu membentuk pribadi yang matang secara intelektual, memiliki kepribadian yang mampu mempertahankan kualitas kemanusiaannya. 

Manifesto nilai budaya dalam pendidikan 

Meneropong  paradigma pendidikan masa depan mengharuskan kita kembali merujuk kepada education father  bangsa kita, sebut saja Ki Hajar dewantara dengan slogannya “Tut Wuri Handayani” yang mampu menangkap permasalahan bangsa yaitu kejumudan berfikir menjadi akses penjajah dalam melakukan penguasaan.

Maka menjawabnya hanya dengan menggesa lahirnya lembaga pendidikan yang mampu secara sistematis melakukan olah transfer pengetahuan untuk menjadikan anak bangsa menjadi melek informasi sehingga mampu menimbulkan kesadaran berjuang untuk lepas dari penindasan.

Mengutip perkataan Sir Francis Bacon, seorang tokoh pemikir Inggris “Knowledge is Power” mengesahkan adanya penjajahan baru atas kelompok intelektual atas “kaum awam” menjadi hal yang patut pada masa depan pendidikan. Bukankah otorisasi ilmu pengetahuan hari ini mampu menjadi sebuah kekuatan ekonomi baru dunia?

 

* Penulis adalah

  • Presiden Mahasiswa Universitas  Batam  Periode 2009/2010
  • Ketua Umum Ikatan Mahasiswa/Pelajar Indonesia Sulawesi Selatan Periode 2010/2011
  • Ketua Umum HMI Cabang Batam  Periode 2011/2012
  • Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Hukum Kepri (LPPH Kepri)