Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pajak Ekspor Tambang Dinilai Tak Akan Efektif
Oleh : Redaksi/Inilah.com
Selasa | 24-04-2012 | 14:59 WIB

JAKARTA, batamtoday - Rencana pengenaan pajak ekspor (PE) bahan baku barang mineral (tambang) dinilai tidak akan efektif kalau hanya bertujuan untuk menekan eksploitasi berlebihan.

"Kalau (PE ekspor tambang) hanya bertujuan untuk menekan eksploitasi yang berlebihan, saya kira tidak efektif tanpa dibarengi dengan penertiban izin usaha tambang (IUP) yang tidak efektif," ujar Executive Secretary Asosiasi Pertambangan Indonesia (API) Hendra Sinadia di Jakarta, Selasa (24/4/2012).

Dia pun melihat pemerintah agak panik dengan adanya isu eksploitasi tambang yang berlebihan yang terkuak saat ini. "Padahal, menurut saya, eksploitasi besar-besaran ini kan terjadi karena perundang-undangan kita, baik di Undang-undang pertambangan mineral dan batu bara atau ke induknya juga undang-undang otonomi daerah. Undang-undang otonomi daerah sudah mendelegasikan kewenangan seluas-luasnya dan inilah yang dimanfaatkan pengusaha-pengusaha dari luar yang sudah barang tentu kebanyakan dari China dan India."

Menurut Hendra, para pengusaha memanfaatkan celah dari regulasi yang dibuat pemerintah, sehingga mereka bisa langsung ke bupati-bupati yang bersangkutan dan tidak perlu melalui kementerian.

"Karena dengan adanya undang-undang otonomi daerah bupati lah yang memang berwenang mengeluarkan izin tambang. Ini yang membuat pemerintah pusat tidak bisa mengontrol perkembangannya, termasuk berapa produksi dan ijin usaha yang sudah dikeluarkan. Dan sekarang pemerintah sepertinya baru sadar bahwa telah terjadi eksploitasi besar-besaran dan mulai menganggap perlu adanya koreksi dari undang-undang."

Namun, Hendra memperkirakan para pengusaha tambang yang selama ini menjalankan kegiatannya sesuai dengan prosedur pasti akan keberatan dengan pengenaan pajak ekspor tersebut. "Selain itu, bupati-bupati di daerah tambang juga tetap saja akan mengeluarkan izin tambang, kita hanya tambal sulam saja meskipun pajak ekspor akan diterapkan," ungkapnya.

Sebelumnya diberitakan pemerintah berencana mengenakan pajak ekspor bahan baku barang mineral untuk menertibkan eksploitasi lahan tambang secara berlebihan.Langkah ini dianggap penting sebelum diberlakukan pelarangan ekspor tambang mentah 2014 mendatang.

Pemerintah pernah berwacana pajak ekspor itu maksimal 50%, yang akan diberlakukan secara bertahap. Untuk tahun ini diharapkan sudah bisa diterapkan di level 25%.

Komisi Energi DPR juga mendukung langkah pemerintah itu karena dinilai mampu menahan laju ekspor yang berlebihan. DPR menilai, jika penerapan pajak ekspor tambang tidak dilakukan saat ini, dikhawatirkan, ketika aturan penghentian ekspor bahan mentah tambang pada 2014 efektif diberlakukan, kekayaan tambang di Indonesia sudah habis.

"Pemerintah sudah tepat untuk mengeluarkan kebijakan itu. Aturan itu untuk menahan laju ekspor mineral yang naik 800% dalam waktu kurang dari tiga tahun dari berlakunya Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba) Nomer 4 tahun 2009," ujar anggota Komisi VII DPR Bobby Rizaldy di Jakarta, Senin(16/4) lalu.

Ditanya berapa kisaran angka untuk pajak pertambangan yang ideal, Bobby mengatakan, angka 50% sudah tepat. Alasannya, selama ini pendapatan negara dari sektor tambang Minerba masih sangat kecil dibanding dengan skema production sharing contract (PSC) di sektor migas. "Di migas, dengan skema PSC, pajak perusahaan 48-56%," ujarnya.

Dia juga mengatakan, pendapatan migas hanya dengan 100 perusahaan sudah hampir sepertiga APBN. Sementara, tambang minerba yang jumlah perusahaannya mencapai delapan ribu kontribusinya ke APBN kecil. "Kalau pengusaha protes, itu biasa, tapi selama penambang tersebut punya iktikad baik seperti rencana proses nilai tambah yang secepatnya disampaikan ke pemerintah, itu tidak masalah," tandasnya.