Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pusat Rehabilitasi Sosial Non-Panti Teluk Pandan Bukan Kawasan Prostitusi
Oleh : Hendra Mahyudi
Selasa | 14-01-2020 | 11:28 WIB
sintai1.jpg Honda-Batam
Pekerja perempuan di pusat rehabilitasi sosial non-panti Teluk Pandan, Tanjunguncang saat sosialisasi pemilu serentak 2019 silam. (Foto: Hendra)

BATAMTODAY.COM, Batam - Dua tahun yang lalu, kawasan Pusat Rehabilitasi Sosial Non-Panti Teluk Pandan atau sering disebut Sintai pernah menjadi sorotan karena mempekerjakan gadis di bawah umur sebagai PSK.

Hal ini membuat seorang pemilik bar pernah di penjara karena mendatangkan secara paksa perempuan penghibur dari luar kota Batam.

Kini, di awal tahun 2020 kejadian serupa kembali menghampiri. Dua remaja berusia 15 tahun asal Depok, Jawa Barat diterbangkan ke Batam untuk melayani nafsu hidung belang.

Bahkan informasi yang didapat di lapangan, dua orang gadis bawah umur itu dikatakan telah sempat mendapat suntikan kontrasepsi agar aman saat menjalankan tugas mereka.

Hingga saat ini, kasus yang masih ditangani pihak kepolisian ini menjadi sorotan masyarakat karena sepanjang perjalanannya, kawasan rehabilitasi ini kerap berhadapan dengan masalah hukum karena melenceng dari tujuan awal, yakni pusat rehabilitasi bagi perempuan bunga latar yang ingin bebas dari pekerjaan malam mereka.

"Ini adalah pusat rehabilitasi non-panti, jika fungsionalnya telah melenceng harusnya pemerintah mengambil tindakan jangan diam saja," ujar Jamal, warga Tanjunguncang, Selasa (14/1/2020).

Perlu diketahui kawasan Pusat Rehabilitasi Sosial Non-Panti di Teluk Pandan, Kelurahan Tanjunguncang, Batuaji ini kini telah menjadi kawasan prostitusi terbesar di kota Batam.

Puluhan bar pada masanya beroperasi menyediakan minuman keras dan jasa pelayanan perempuan demi kebutuhan biologis semalam. Kawasan prostitusi ini sudah populer di kota Batam meskipun sebutannya sebagai Pusat Rehabilitasi Sosial Non-Panti.

Merunut sumber di lapangan, lokasi ini memiliki masa kejayaan 5 hingga 6 tahun yang lalu, 2013-2014, kala itu sekitar 40 bar beroperasi setiap malam dengan pekerja kurang-lebih di atas 1.000 orang.

Kendati begitu, hingga sekarang ini eksistensinya tetap terjaga, walau pendukung utamanya industri galangan kapal telah banyak mengalami penutupan.

Data terakhir dari pengelola, di kawasan ini kini ada sekitar 30'an bar atau kafe dengan jumlah pramuria sekitar 250 orang.

Para pekerja sering didatangkan dari luar kota oleh pemilik bar, hingga pada intinya yang sangat dibutuhkan bagi kawasan ini adalah pengawasan serius Pemerintah Kota Batam.

"Persoalan ini, atau perihal gadis di bawah umur itu, pada dasarnya tak akan terjadi, jika memang Pemerintah Kota Batam serius dalam mengawasinya. Dan, harusnya dibuatkan payung hukum yang lebih jelas," tutup Ikhsan, salah seorang mahasiswa Sosiologi dan pengamat sosial saat dijumpai pewarta beberapa waktu yang lalu.

Editor: Yudha