Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Masyarakat Mendukung Keberadaan TNI-Polri di Papua
Oleh : Opini
Rabu | 01-01-2020 | 10:00 WIB
tni-di-papua.jpg Honda-Batam
Prajurit TNI yang bertugas di Papua. (Foto: Ist)

Oleh Rebecca Marian

MENYELESAIKAN polemik di Papua tak mungkin dengan penarikan pasukan TNI-Polri. Mengingat Daerah terduga ialah rawan konflik serta sarang bercokolnya Organisasi Papua Merdeka (OPM). Keberadaan TNI-Polri juga mendapat dukungan penuh dari masyarakat karena dianggap mampu menjaga stabilitas keamanan.

Duka Papua masih terus berjalan, konflik demi konflik bermunculan. Meski awalnya para OPM inilah penyebab kekacauan Bumi Cendrawasih, namun ada pejabat publik di Papua yang justru meminta hal sebaliknya.

Mereka menyerukan agar Pasukan TNI-Polri segera ditarik dari wilayah konflik, Nduga. Mereka menilai jika keberadaan aparat keamanan justru membuat warganya menjadi terhambat. Khususnya saat menjalani kegiatan sehari-hari secara normal.

Sejalan dengan laporan tersebut, Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi menyatakan Gubernur Papua Lukas Enembe dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) tak seharusnya meminta pihak TNI-Polri menarik seluruh pasukannya dari Kabupaten Nduga, Papua.

Ia mengatakan jika TNI-Polri ditarik, maka aparat bisa dianggap melakukan pembiaran. Sebab menurutnya, di Nduga telah terjadi pelanggaran hukum berat dan perlu mendapatkan penindakan hukum secara tegas.

Aidi menegaskan, bahwa kehadiran pasukan TNI-Polri di Nduga guna menjalankan tugas utama melindungi dan menjaga wilayah Indonesia. Ia menyatakan kelompok separatisme di Papua telah melakukan pelanggaran HAM serta melawan kedaulatan NKRI.

Selain itu, Aidi menambahkan masih ada sekitar empat orang karyawan PT Istaka Karya yang hingga kini belum diketahui nasibnya dan masih hilang. Pihaknya masih terus mencari keberadaan keempat korban tersebut. Aidi dengan tegas tidak akan menarik pasukan dari Kabupaten Nduga.

Ia bahkan menilai permintaan menarik pasukan menunjukkan bahwa Gubernur serta Dewan tidak memahami tugas pokok dan fungsi sebagai pemimpin dan wakil rakyat.

Ia mengatakan jika, seharusnya Lukas Enembe mampu bertindak sesuai peraturan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Bahwa kewajiban kepala daerah ialah mempertahankan dan memelihara keutuhan NKRI dan melaksanakan program strategis nasional.

Bila Gubernur bersikap mendukung perjuangan separatis Papua Merdeka dan menolak kebijakan program strategis nasional maka Gubernur dianggap telah melanggar UU Negara dan patut dituntut sesuai dengan hukum, imbuhnya.

Aidi kembali menjelaskan, kehadiran pasukan TNI-Polri di Papua bukan untuk menakuti apalagi membunuh masyarakat Papua. Sehingga rakyat tak perlu merasa terganggu. Justru yang harus terganggu adalah mereka pelaku kejahatan yang telah tega membantai warga sipil yang tak berdosa.

Wakapendam XVII/Cenderawasih Letkol Inf Dax Sianturi, juga urun pendapat. Dirinya menegaskan ada beberapa pertimbangan untuk menugaskan prajurit TNI tetap ada di wilayah Nduga.

Menurutnya, fakta-fakta dalam satu tahun belakangan menunjukkan gangguan keamanan di Nduga itu frekuensinya cukup tinggi dengan jumlah korban yang cukup banyak. Selain itu, Nduga adalah bagian NKRI. Hal ini berarti, masyarakat yang ada di wilayah tersebut bukan hanya warga asli setempat, namun juga warga negara Indonesia lainnya.

Fakta lain yang diungkap Dax terkait korban-korban kekejaman OPM yang bermarkas di situ rata-rata adalah warga pendatang sehingga TNI harus hadir guna melindungi setiap warga Indonesia.

Dax menekankan keberadaan kelompok kriminal Separatis bersenjata (KKSB) pimpinan Egianus Kogoya di Nduga juga menjadi bahan pertimbangan keberadaan TNI yang juga memiliki fungsi untuk melakukan penegakan hukum. Berdasarkan fakta-fakta inilah TNI/Polri akan tetap menempatkan pasukannya di Nduga.

Mengenai pernyataan yang mengatakan masyarakat Nduga ketakutan dengan keberadaan pasukan TNI, Dax-pun membantahnya. TNI-Polri bertugas melindungi warga Papua di sana. Justru Dax mempertanyakan posisi bupati Nduga yang seharusnya menjadi kepanjangan tangan pemerintah pusat guna menjalankan roda pemerintahan dan mensukseskan pembangunan.

Pun dengan kasus Wabup (Wakil Bupati) Wentius Nimiangge yang mengundurkan diri karena merasa kecewa atas penembakan terhadap warganya yang terus terjadi. Hal ini sangat disayangkan. Jika mereka menuntut mundurnya aparat keamanan, lalu kenapa mereka tak meminta KKSB maupun OPM yang merupakan warga asli setempat untuk berhenti melakukan kekacauan.

Pada hakikatnya, keberadaan TNI-Polri sejatinya ingin melakukan perlindungan terhadap warga Papua, dan bukan ingin mengintervensi. Jika para pemimpin wilayah, Gubernur hingga Bupati menginginkan pasukan untuk cabut dari daerah konflik, bagaimana nasib warga? Bukankah ini sama saja dengan bunuh diri?

Toh, selama ini nyatanya kelompok Separatis masih terus berkeliaran di wilayah tersebut. Maka dari itu langkah pemerintah beserta TNI-Polri untuk tetap mengerahkan pasukan di Nduga adalah keputusan yang tepat. Demi terwujudnya kondusifitas dan keamanan di Nduga.*

Penulis mahasiswi Papua tinggal di Jakarta