Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Peneliti LIPI Sebut Polemik Amandemen UUD 1945 Bukti Kemunduran Demokrasi
Oleh : Irawan
Jum\'at | 13-12-2019 | 13:04 WIB
diskusi-amandemen1.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Dialektika demokrasi, 'Reformasi Partai Politik: Melanjutkan Agenda Reformasi dan Menyelamatkan Demokrasi' di Komplek Parlemen, Senayan Jakarta. (Foto: Irawan)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Peneliti Utama LIPI Siti Zuhro menilai polemik amandemen UUD NRI 1945 akhir-akhir ini termasuk apakah presiden dan wapres akan kembali dipilih oleh MPR RI, pilkada oleh DPRD atau masih tetap langsung oleh rakyat, ini sebagai bukti bahwa sistim politik dan demokrasi Indonesia selama ini sudah menafikan demokrasi dan politik lokal.

"Pasca 21 tahun reformasi ini, demokrasi lokal seolah tercerabut dari akarnya yang bernama keindonesiaan. Kita mengalami kemunduran atau declaining demokrasi, sehingga demokrasi yang ada adalah modern tidak, tapi justru meninggalkan nilai-nilai keindonesiaan," demikian Siti Zuhro.

Hal itu disampaikan dalam dialektika demokrasi, 'Reformasi Partai Politik: Melanjutkan Agenda Reformasi dan Menyelamatkan Demokrasi' bersama anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Komarudin Watubun, anggota Fraksi PKS DPR RI Sukamta, Humphrey Djemat (PPP) dan Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (12/12/2019).

Alhasil lanjut Siti Zuhro, akibat berkiblat ke Amerika Serikat, terus terjadi otak-atik sistem pemilu dan politik. Mislanya pilpres langsung, pilkada langsung, pilkada serentak, dan tahun 2024 pemilu serentak.

"Jadi, apa tidak berpikir untuk mengkaji kembali dengan baik, karena di pemilu April 2019 antara pilpres dan pileg saja telah memakan seribuan korban jiwa penyelenggara pemilu? Dalam politik kita ini tak ada kepastian hukum, dan anehnya parpol ramai-ramai melakukan distorsi demokrasi itu sendiri," katanya kecewa.

Karena itu, ia mengusulkan kembali pada demokrasi politik ala Indonesia yaitu dengan mengakomodir prinsip-prinsip demokrasi dan politik lokal dengan dikawal Pancasila dan konstitusi.

"Parpol dan masyarakat harus mendorong terwujudnya demokrasi yang beretika, beradab, tegaknya hukum, dan keadilan. Untuk itu, parpol harus dibiayai oleh negara. Kalau tidak, ini terus dibiarkan, maka tak akan nyambung dengan demokrasi universal," tambahnya.

Dengan demikian Siti Zuhro meminta parpol berintrospeksi akan budaya, adat, kultur politik dan demokrasi Indonesia sendiri. Parpol sebagai jantung demokrasi harus sadar karena memiliki tanggungjawab moral untuk menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan berintegritas.

"Hanya parpol yang bisa mengusung presiden, wapres, kepala daerah dan pejabat lainnya," tambahnya.

Sementara itu Komaruddin Watubun dan Sukamta mengakui jika di partainya kaderisasi itu sudah berjalan dengan baik, dan kaderisasi tersebut tak harus ada pergantian ketua umum partai.

"Selain di luar parpol, PDI-P sudah melakukan kaderisasi melalui sekolah politik kebangsaan," kata Komaruddin yang juga Ketua Dewan Pembina Sekolah Kebangsaan PDI-P itu.

Editor: Yudha