Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ungkap Mafia Pajak

Politisi Demokrat dan Golkar Ingin Satu Pansus Perpajakan
Oleh : Surya
Selasa | 25-01-2011 | 17:08 WIB

Jakarta, Batamtoday - Politisi Partai Demokrat dan Partai Golkar meminta meminta Panja Perpajakan yang dibentuk Komisi XI (keuangan, perbankan) dan Pansus Mafia Perpajakan yang dibentuk Komisi III (hukum) dilebur menjadi Pansus Perpajakan. Sebab, dengan dilebur menjadi Pansus Perpajakan akan lebih efektif dalam mengungkap mafia perpajakan dan menghemat anggaran negara dalam mengungkap kasus tersebut.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi XI Ahsanul Qosasi (F-PD) dan Anggota Komisi III Nudirman Munir (F-PG) di sela-sela diskusi bertema 'Upaya Pemberantasan Mafia Pajak yang melibatkan Pejabat Negara' di Jakarta, Selasa (25/1/2011).

"Komisi XI telah meminta BPK melakukan audit, dan kita telah menerima audit itu 5 Januari lalu. Dari hasil audit itu kemudian Komisi XI DPR ingin meningkatkan dari Panitia Kerja (Panja) Perpajakan menjadi Panitia Khusus (Pansus) Perpajakan," kata Ahsanul.

Ahsanul mengatakan, tujuan dari pembentukan Pansus Perpajakan oleh Komisi XI adalah sama dengan Pansus Mafia Perpajakan yang dibentuk oleh Komisi III. "Kita berharap Panja Perpajakan yang telah dibentuk Komisi XI dan Pansus Mafia Perpajakan Komisi III lebih baik dilebur saja menjadi Pansus Perpajakan," katanya.

Hal senada juga disampaikan oleh Nudirman Munir dari Golkar. Nudirman menilai, Panja Perpajakan dan Pansus Mafia Perpajakan disatukan saja menjadi satu pansus, yakni Pansus Perpajakan. Sebab, tujuan Komisi III sendiri membentuk Pansus Mafia Perpajakan adalah dalam rangka meningkatkan penerimaan sektor perpajakan yang selama ini kurang karena dikorup mafia pajak. 

"Saya berharap tentunya tujuan kami (membentuk pansus soal pajak), demi meningkatkan penerimaan dari sektor perpajakan. Kalau sama ya mari kita bersama-sama antara pansus di Komisi III dan Komisi XI," kata Nudirman.
 
Namun, Nudirman lebih mendukung penggunaan Hak Angket tentang Pajak yang saat ini sudah mulai digalang oleh beberapa Anggota DPR. Hal itu agar semuanya lebih terbuka dan dipertanggungjawabkan oleh pemerintah yang selama ini terkesan ditutup-tutupi.

"Kita menyadari 70 persen keuangan negara itu berasal dari pajak, sementara penanganan terhadap mafia pajak selama ini berputar-putar saja, tidak jelas penyelesaiannya," katanya.

Nudirman juga meminta pajak PT Caltex Pacific Indonesia dan PT Wilmar Grup yang berlokasi di Riau sebesar Rp 2 triliun yang belum dibayarkan agar segera diungkap. Untuk itu, ia berharap seluruh perusahaan yang menghalang-halangi penerimaan pajak harus disikat, sehingga pemasukan negara dari sektor pajak semakin besar.

"Kalau pemasukan dari sektor pajak ini semakin besar, maka kesejahteraan rakyat juga meningkat. Tetapi kalau kita di DPR ini dan pemerintah gagal, maka akan ada parlemen jalanan. Demo-demo akan terus bergerak karena kerja-kerja politik DPR dan penegak hukum tidak jalan,” katanya.

Sebaliknya, Ahsanul menyatakan tidak sependapat terhadap penggunaan Hak Angket untuk Perpajakan. “Angket itu masih terlalu jauh karena datanya belum cukup. Misalnya kita mesti mengaudit 151 perusahaan itu terlebih dulu. Jadi, saya tidak sepakat dengan angket yang mengarah pada penyelidikan pemerintah, serahkan saja kepada KPK, Kejaksaan dan Kepolisian,” kata Ahsanul yang juga menjadi bendahara PSSI ini.