Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mewaspadai Radikalisme
Oleh : Redaksi
Sabtu | 15-12-2018 | 11:16 WIB
radikalisme21.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ilustrasi radikalisme. (Foto: Ist)

Oleh Amri Badarudin

GENCARNYA pergerakan organisasi terlarang HTI agar kembali mendapatkan ruang di Indonesia semakin masif. Berbagai upaya baik dari aparat maupun lembaga pemerintah tak kalah untuk menangkal propaganda dari oraganisasi berbau radikalis ini. Dalam Seminar Rethingking Nasionalims tentang bahaya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terhadap ideologi Pancasila yang diselenggarakan Polres Bangkalan mengangkat tema 'Jangan Suriahkan Indonesia'. Berbagai tokoh NU hadir untuk memberikan ceramah menjelaskan bahaya dan ancaman organisasi radikal Hizbut Tahrir secara bergantian.

Hizbut Tahrir secara internasional telah diakui sebagai organisasi terlarang. Beberapa negara seperti Arab Saudi dan negara-negara Arab lainnya, mengungkap bahwa organisasi ini sangat merusak tatanan ideologi negara yang sudah berkembang dengan baik di negara tersebut.

Pemaksaan Hizbut Tahrir untuk menerapkan ideologi khilafah di berbagai negara merupakan kesalahan besar. Telah banyak kehancuran negara-negara arab dan fenomena Arab Spring, yang sebagian besar tidak terlepas dari peran Hizbut Tahrir melalui provokasinya kepda masyarakat untuk menggulingkan pemerintahan yang sah.

Tahun 2011 merupakan awal kehancuran bagi negara Suriah. Keterlambatan pemerintah Suriah dalam mengantisipasi dan melarang keberadaan organisasi radikal seperti Hizbut Tahrir seakan menjadi bom waktu. Hizbut Tahrir yang terus-menerus melakukan provokasi baik melalui media sosial maupun aksi demonstrasi, berhasil mengecoh sistem pemerintahan Suriah.

Di sisi lain, fakta yang tidak terbantahkan adalah bahwa Hizbut Tahrir yang awalnya lahir di Palestina, belum memiliki konsep yang matang, namun dipaksa berkembang di negara lain. Padahal di negara asalnya pun organisasi ini tidak cocok dan tidak disukai masyarakat karena intoleransi yang tinggi kepada selain pengikutnya.

Hizbut Tahrir mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an dan melakukan perekrutan anggota dengan memakai janji-janji palsunya. Sesungguhnya, masyarakat Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai keberagaman dan toleransi, sehingga akan sulit ditembus organisasi yang menamai dirinya Hizbut Tahrir Indonesia. Lebih dari 30 tahun HTI ada di Indonesia mulai mencoba Mensuriahkan Indonesia. Aksi provokasi dan penyebaran paham intoleransi dengan membawa ayat-ayat Al-Quran dan Hadist mereka gunakan sebagai senjata andalan untuk menggulingkan pemerintah Indonesia.

Tentu saja, pemerintah Indonesia tidak diam saja. Langkah yang cukup tegas pun telah dikeluarkan yakni dengan membubarkan dan melarang organisasi HTI berkembang di negara yang makmur ini. Kini, HTI sudah bubar. Namun paham dan anggota-anggotanya masih hidup di Indonesia dan masih tidak menerima kekalahannya. Untuk itu, peran kita untuk menjaga saudara-saudara dan teman-teman agar tidak termakan paham HTI dan juga paham radikal lainnya.

Masyarakat Indonesia sebenarnya sudah cukup cerdas menghadapi paham-paham radikal. Kultur dan budaya Indonesia secara alami telah menolak bentuk-bentuk permusuhan dan intoleransi, terlebih dengan membawa nama agama. Negara Indonesia didasari kebhinekaan yang kuat sehingga paham dan ajaran radikal seperti HTI tidak cocok berkembang di negeri yang damai ini.

Hizbut Tahrir yang pada dasarnya adalah organisasi/ajaran dari luar, mencoba masuk ke Indonesia seperti penjajah, bertujuan menghancurkan negara dan menggulingkan pemerintah yang sah, agar nanti mereka berkuasa dengan semena-mena. Tolak HTI, Tolak Radikalisme.*

Penulis adalah Mahasiswa Universitas Trunojoyo Bangkalan Madura