Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Perkokoh Budaya Anti Korupsi Melalui Modernisasi Perbendaharaan Negara
Oleh : Redaksi
Kamis | 06-12-2018 | 20:04 WIB
edy-sutrisno.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Edy Sutriono, Kepala Bidang PPA II Kanwil Ditjen Perbendaharaan Kepri.

Oleh: Edy Sutriono

Hari anti korupsi sedunia (HAKORDIA) jatuh setiap tanggal 9 Desember. Dicetuskan pertama kali dalam United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) yang diselenggarakan di Meksiko pada tahun 2003.

Pertemuan yang diinisiasi sejumlah negara sebagai pernyataan kebulatan tekad memerangi korupsi yang dipandang sebagai permasalahan dan ancaman serius terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat, kredibilitas institusi pemerintah, nilai-nilai demokrasi, etika dan keadilan serta berbahaya terhadap kelanjutan pembangunan dan supremasi hukum.

Sama halnya di Indonesia, korupsi merupakan hal yang urgen dan penting untuk terus diperangi. Hal ini pula yang membuat orang nomor satu di Indonesia, Presiden Joko Widodo secara langsung menghadiri dan membuka peringatan HAKORDIA 2018 di Hotel Bidakara, Jakarta, pada Selasa, 4 Desember 2018.

Pada kesempatan tersebut, salah satu permintaan Presiden agar Kementerian negara, Lembaga dan Pemerintah Daerah memangkas regulasi atau debirokrasi untuk meningkatkan pelayanan yang sederhana, cepat, transparan, efisiensi, berorientasi pada tujuan dan bukan prosedur.

Sejalan dengan pesan Presiden di atas, makna hari anti korupsi tahun 2018 bagi Kementerian Keuangan khususnya Ditjen Perbendaharaan merupakan momen untuk memperkokoh budaya anti korupsi di jiwa setiap insannya dan meneruskan reformasi dan transformasi kelembagaan agar menjadi institusi yang bersih, profesional, kompeten dan bermartabat serta kredibel/terpercaya.

Upaya mereformasi layanan sebagaimana amanat Presiden telah dilakukan kepada seluruh mitra layanan kurang lebih 15 tahun yang lalu seiring dengan reformasi pengelolaan keuangan negara yang ditandai dengan lahirnya tiga paket Undang-Undang di bidang keuangan negara.

Dalam kaitan dengan pengelolaan perbendaharaan negara sebagai bagian penting dari pengelolaaan keuangan negara, lahirnya UU nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara telah menjadi pendorong modernisasi layanan di bidang pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan negara. Lahirnya paket undang-undang keuangan negara tersebut menjadi dasar dari berbagai upaya reformasi manajemen keuangan negara dalam pelaksanaan APBN sesuai dengan kaidah-kaidah yang baik dalam pengelolaan keuangan negara.

Pelaksanaan fungsi perbendaharaan yang meliputi perencanaan kas yang baik, penatausahaan penerimaaan negara, pencairan belanja pemerintah, serta pelaksanaan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN yang akurat dan akuntabel dilakukan mengingat sumber daya keuangan negara yang terbatas memerlukan adanya pengelolaan yang prudent, kredibel, transparan dan akuntabel.

Berbagai inovasi layanan dilakukan dengan menerapkan desain standar operating prosedur (SOP) pada layanan pencairan dana APBN pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) secara one stop service sesuai fungsi front office, middle office dan back office didukung layout kantor untuk menunjang percepatan penyelesaian pekerjaan dan penggunaan aplikasi berbasis IT dan tersedianya counter customer service di Front Office untuk melayani konsultasi masalah yang dihadapi satuan kerja selaku mitra kerja.

Konsep layanan tersebut diharapkan memperpendek alur birokrasi layanan serta memutus peluang terjadinya percaloan/mafia birokrasi dan potensi korupsi karena satuan kerja hanya berhubungan dengan petugas di Front Office. Standar norma waktu penyelesaian telah ditetapkan dalam SOP sehingga layanan tidak lagi harus berhubungan dengan banyak meja/petugas untuk mendapatkan layanan.

Untuk menjamin keberlangsungan konsep layanan ini dalam perkembangannya dilakukan sertifikasi ISO 9001:2008 dan terakhir dengan ISO 9001:2015.

Sementara itu perang melawan korupsi dilakukan pula dengan meningkatkan efektifitas, efisiensi, akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara dalam suatu sistem yang terintegrasi sesuai kerangka IFMIS. Sebagaimana disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa salah satu strategi dalam pemberantasan korupsi adalah melalui modernisasi pelayanan publik secara online dan sistem pengawasan terintegrasi agar tidak dapat melakukan korupsi.

Modernisasi perbendaharaan negara dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara melalui berbagai program pembangunan sistem tata kelola penerimaan negara, pengeluaran dan pertanggungjawaban APBN berbasis IT yakni Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) dan Modul Penerimaan Negara Generasi II (MPN-G2).

Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) yang secara resmi telah diresmikan oleh Presiden RI menjadi tonggak modernisasi pengelolaan perbendaharaan negara dengan memfasilitasi kebutuhan proses pelayanan mulai dari sisi hulu (penganggaran) hingga hilir (penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat). SPAN mengembangkan konsep database yang terintegrasi dengan otomatisasi proses bisnis untuk meminimalisir kesalahan input manual.

Inovasi Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) merupakan sistem pengelolaan keuangan terintegrasi yang dikembangkan di tingkat satuan kerja kementerian lembaga (K/L) sebagai Kuasa Pengguna Anggaran untuk menggantikan berbagai sistem pengelolaan keuangan yang saat ini digunakan oleh satker dan bersifat parsial (stand alone).

Dalam implementasinya aplikasi SAKTI nantinya akan diintegrasikan secara plug in dengan sistem SPAN yang dioperasikan oleh Ditjen Perbendaharaan sehingga keseluruhan proses pelaksanaan anggaran dari sisi Pengguna Anggaran Kementerian/Lembaga dan dari sisi Bendahara Umum Negara (BUN) dapat dikelola dalam suatu sistem terintegrasi.

Adapun dari sisi tatakelola penerimaan negara telah pula dikembangkan sistem Modul Penerimaan Negara Generasi 2 (MPN G2) dengan membangun sistem settlement dan terintegrasi secara langsung dengan sistem aplikasi billing yang dikembangkan oleh biller penerimaan negara yakni Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai dan Ditjen Anggaran (PNBP) serta dengan sistem perbankan.

Pelaksanaan pengelolaan keuangan negara berbasis IT dalam kerangka IFMIS tersebut merupakan wujud nyata komitmen dari segenap insan perbendaharaan dalam mendukung reformasi birokrasi guna mewujudkan good governance dalam pengelolaan keuangan negara. Kesan kurang baik yang selama ini melekat di benak masyarakat bahwa layanan instansi pemerintah cenderung berbelit-belit, sengaja diperlambat, memerlukan biaya, dan rawan kecurangan/tindakan suap, menjadi agenda utama yang harus terus dibenahi dalam agenda reformasi birokrasi.

Sebagai upaya untuk menghapus stigma negatif di masyarakat tersebut diperlukan adanya penyempurnaan proses bisnis dan peningkatan kualitas layanan kepada stakeholder secara terintegrasi berbasiskan teknologi informasi seiring dengan perkembangan layanan bersifat transaksional yang sudah memanfaatkan penuh teknologi informasi seperti di dunia perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Hal inilah yang menjadi dorongan utama perlunya penerapan IFMIS dalam pengelolaan perbendaharaan dan keuangan negara di Indonesia.

Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi (WBK) dan Menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) dan dengan komitmen bersama seluruh sumber daya manusia dengan didukung oleh segenap mitra kerja akan mampu menjalankan amanah pengelolaan keuangan negara dengan lebih baik dalam rangka mewujudkan institusi yang bersih, profesional, kompeten, dan bermartabat serta kredibel/terpercaya sebagaimana harapan Presiden. Mari perangi korupsi dan perkokoh budaya anti korupsi sebagai jiwa seluruh insan pengelola keuangan negara dan khususnya jiwa insan perbendaharaan.

Penulis adalah Kepala Bidang PPA II Kanwil Ditjen Perbendaharaan Kepri.

*). Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.