Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

FSPMI Tolak Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan dalam Menentukan UMK
Oleh : CR1
Kamis | 25-10-2018 | 15:28 WIB
fspmi-batam1.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ketua Konsulat Cabang FSPMI Batam, Alfitoni. (Foto: Hendra)

BATAMTODAY.COM, Batam - Dewan Pengupahan Kota (DPK) Batam menggelar rapat ke-4 penentuan upah minimun kota (UMK) Batam 2019, dengan agenda pemaparan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan nomor B.240/M-Naker/PHISSK-UPAH/X/2018 terkait besaran UMK (Upah Minimum Kota/Kabupaten).

Rapat dihadiri oleh perwakilan DPK Batam bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia di kantor Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Batam, Kamis (25/10/2018).

Dalam rapat itu, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Batam mengatakan kalau pihak pemerintah terlalu memaksakan kenaikan UMK Kota Batam ini dengan menggunakan surat edaran menteri.

"Kita dari unsur buruh tidak sepakat, apabila besaran kenaikan UMK tahun depan ini menggunakan surat edaran menteri," ujar Ketua Konsulat Cabang FSPMI Batam, Alfitoni, Kamis (25/10/2018).

Salah satu alasan FSMPI menolak surat edaran itu adalah karena seharusnya yang menentukan UMK adalah DPK.

"Tidak ada urusan menteri dalam hal ini, apalagi di SE itu pemerintah terlihat sangat otoriter sekali. Bahkan Gubernur, Wali Kota dan Bupati dilarang dan akan dihentikan jika tidak mengikutinya," lanjutnya.

Bagi Alfitnoi, ini sudah sangat aneh dan berlebihan. Padahal yang memilih Wali Kota dan Bupati tersebut adalah rakyat Kepri sendiri bukan menteri.

Alasan kedua pihak FSPMI menolak surat edaran ini adalah karena memang bertentangan dengan Undang-undang dalam penentuan upah minimum kota.

"UU Nomor 13 ketenagakerjaan tahun 2013, pasal 84 menjelaskan untuk besaran kenaikan atau penyesuaian upah UMK tahun berikutnya itu ditentukan dengan KHL di tambah dengan pertubuhan ekonomi dan inflansi nasional, serta lagi produktivitas di setiap daerah," paparnya.

Sedangkan dalam surat edaran itu dalam menentukan UMK hanya dua faktor saja yaitu pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

"Apa ini upah berkeadilan bagi buruh," tegasnya.

Sedangkan yang ketiga adalah karena baru pada rezim pemerintahan inilah menteri atau presiden menentukan besaran UMK setiap daerah.

"Masak besarannya disama ratakan semua di setiap daerah, yaitu 8,03 persen. Di mana letak undang-undang upah minimum yang berkeadilan," pungkasnya.

Editor: Yudha