Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menelisik Dugaan Pelanggaran Timses Prabowo
Oleh : Redaksi
Selasa | 23-10-2018 | 17:16 WIB
ilustrasi-capres-cawapres.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ilustrasi pasangan capres dan cawapres. (Foto: Ist)

Oleh Fajar S Zulfadli

SEMAKIN mendekat kepada hari pesta demokrasi nasional pada tahun 2019 untuk memilih pemimpin Indonesia selama 5 tahun kedepannya. Semakin gencar lah taktik dan strategi yang akan dikeluarkan tim calon Presiden dan calon Wakil Presiden untuk memenangkan diri.

Sehingga, sekecil apapun isu itu meskipun tidak ada kaitannya dan tidak merugikan sekali pun akan di besar-besar kan asal berpotensi untuk menghancurkan pihak lawan politik, apalagi jika mengetahui suara dan elektibilitas yang saat ini dimiliki masih lebih sedikit.

Demikian juga yang dilakukan pasangan calon Prabowo untuk meraup suara masyarakat. Yang saat ini sedang dihebohkan adalah adanya 31 Juta DPT yang di dapati Kemendagri belum masuk ke dalam daftar KPU untuk Pilpres 2019 sehingga tim pemenangan Prabowo mempertanyakan hal ini ke KPU agar ditindak lanjuti dan menginginkan membuka informasi terkait pemilih dan menganggap bahwa ini adalah pemilih siluman yang disiapkan Kemendagri untuk memenangkan Presiden Jokowi.

Hal ini akan kita bedah awalnya DP4 sebesar 196.545.636 kemudian disandingkan dengan DPT hasil perbaikan tahap I sebanyak 185.084.629 sehingga memang ada perbedaan sebesar 31 juta pemilih. Setelah penetepan tahap I oleh KPU, Kemendagri memberikan saran dan data secara real kepada KPU bahwa ada 31 juta orang yang belum masuk dalam DPT.

Langkah yang diambil kemendagri tidaklah salah karena hanya memberikan saran secara kepada KPU karena wewenang hanya dimiliki oleh KPU. Sekaligus dengan pernyataan tersebut Kemendagri sudah memberikan hak akses ke KPU. Sebanyak 514 KPU kabupaten/kota, 31 KPU Provinsi dan KPU RI. Dengan pasword ini KPU bebas membuka data Dukcapil setiap kali dibutuhkan.

Namun jika meminta data perseorangan diminta melalui CD atau file dilarang karena UU Adminduk menekankan tidak boleh memberikan data by name by address kecuali ada perintah UU. Data perseorangan tidak boleh berikan kepada perorangan atau lembaga yang meminta. Misalnya data Pak Zudan atau Pak Jokowi, tdk boleh diberikan, karena dalam Pasal 79 UU Adminduk sudah diamanatkan bahwa data perseorangan harus dijaga kerahasiaannya dan dilindungi.

Bisa dinilai bahwa Kemendagri sudah sangat transparan dalam memberikan saran dan bukti akan pernyataan yang dikeluarkan ditambah lagi 31 juta tersebut belum di tetapkan KPU untuk ditambahkan ke dalam DPT. Sehingga apa masalahnya?. Kali ini kita akan belajar logika mengenai data.

Disdukcapil terus mengupdate data penduduk per 6 bulan yang digunakan KPU adalah data semester I 2018 namun saat ini kita telah masuk kepada semester II 2018, bisa dikatakan data paling akhir dimiliki oleh Kemendagri, menurut saya hal tersebut masuk akal selama jelang 6 bulan semakin banyak angka penduduk yang telah mencapai batas hak memilih yaitu menjelang 17 Tahun, dan Kemendagri ingin memperjuangkan hak para pemilih pemula tersebut, sehingga tidak bisa dikatakan siluman.

Perumusan dan Penetapan DPT pasti akan di temani oleh Tim masing masing partai untuk melihat dan menilai bersama hasil dan diberikan hak untuk memprotes jika ada data yang tidak sesuai oleh temuan salah satu calon, sehingga Pemilu dapat berjalan secara damai.

Kasus ini seperti sengaja diperbesar untuk memberikan cap buruk kepada Presiden Jokowi dengan menggunakan kewenangannya melalui Kemendagri untuk mengintervensi DPT, padahal Kemendagri sama sekali tidak memiliki wewenang tersebut bahkan yang disarankan Kemendagri adalah kenyataan dan secara terbuka. Dimana letak salahnya? Apa yang diperbesar?

Oleh karena itu, masyarakat harus mampu menilai suatu isu yang dikembangkan dan membaca berita secara mendetail dan mengetahui fungsi masing masing Lembaga. Apakah Prabowo ingin melanggar UU 79 tentang Adminduk? Dengan meminta data perseorang by name by address?

Atau memaksa Lembaga melanggar UU demi kepentingan pribadi dan tuduhan asal-asalan? Tim Prabowo semakin kelihatan menggunakan manajemen panik dengan menggunakan apapun dimulai dari kasus hoax Ratna Sarumpat hingga kini menjudge pemerintahan menggelapkan daftar pemilih. Apa tujuan sebenarnya? Bagaimana nanti? *

Penulis adalah Mahsiswa FISIP UNJ