Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pertama Sejak Krismon, Angka Kemiskinan di Titik Terendah
Oleh : Redaksi
Sabtu | 13-10-2018 | 11:40 WIB
Kemiskinan.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ilustrasi angka kemiskinan. (Foto: Ist)

Oleh Teguh Wibowo

ERA Pemerintahan Presiden Joko Widodo mencatatkan sebuah sejarah baru di bidang perekonomian. Untuk pertama kalinya dalam sejarah perekenomian Indonesia pasca Krisis Moneter (Krismon) 1998 lalu, tingkat kemiskianan di Indonesia berada di titik terendah.

Merujuk pada data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tingkat kemiskinan penduduk Indonesia per Maret 2018 9,82 persen. Persentase ini merupakan yang terendah sejak era Krismon satu dekade silam. Sebagai perbandingan, tingkat kemiskinan Indonesia kala itu mencapai 24,2 persen.

"Maret 2018 untuk pertama kalinya persentase penduduk miskin berada di dalam 1 digit. Kalau dilihat sebelumnya, biasanya 2 digit, jadi ini memang pertama kali dan terendah," kata Kepala BPS Suhariyanto saat menggelar konferensi pers di kantornya, Senin (16/7/2018) sebagaimana dilansir Kompas.com.

Dengan persentase tersebut, pada Maret 2018 lalu, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 25,95 juta. Angka ini menurun dibandingkan pada September 2017 yang menembus 26,58 juta penduduk miskin di Tanah Air.

Baik penduduk miskin di perkotaan maupun di pedesaan persentasenya sama-sama menurun dalam periode yang sama. Pada Maret 2018, persentase penduduk miskin di Indonesia 7,02 persen atau turun dari 7,26 persen dari September 2017. Sementara penduduk miskin di pedesaan menurun dari 13,47 persen pada September 2017 menjadi 13,20 persen pada Maret tahun ini.

Penurunan angka kemiskinan ini, dipicu oleh sejumlah faktor. Inflasi umum yang tergolong rendah menjadi salah satunya. Pada periode tersebut, tingkat inflasi umum 1,92 persen.

Rata-rata pengeluaran perkapita per bulan untuk rumah tangga yang berada di 40 persen lapisan terbawah meningkat menjadi 3,06 persen. Pemberian bantuan sosial dari pemerintah yang lebih tinggi juga memiliki dampak dalam hal ini.

Sebagai perbandingan pada kuartal pertama 2017 lalu bantuan sosial tunai dari pemerintah masih mentok di 3,39 persen dan meningkat menjadi 87,6 persen pada kuartal yang sama di tahun 2018.

Pemberian bantuan lain baik berupa beras sejahtera (rastra) dan bantuan pangan non-tunai pada kuartal 1 tahun ini yang sesuai jadwal pun turut berkontribusi pada semakin minimnya angka kemiskinan.

Sementara itu, pembangunan infrastruktur yang terus getol dilakukan di era Jokowi ini diharapkan juga akan memberi dampak pada perbaikan perekenomian Indonesia di masa-masa yang akan datang. Seperti diketahui, masa pemerintahan saat ini pengembangan infrastruktur digenjot begitu massif tak hanya di Jawa, tetapi juga di luar Jawa.

Kabar soal peresmian jalan tol baru, bandara, pelabuhan baru hampir selalu mewarnai berbagai kanal media masa setiap harinya. Hal ini menandai adanya keseriusan pemerintah dalam membangun infrastruktur yang tak lain merupakan elemen krusial dalam membangun perekenomian bangsa. Dengan adanya infrastruktur yang baik, diharapkan masyarakat akan semakin mudah dalam menjalankan aktivitas perekenoniannya.

Apalagi mereka yang ada di kawasan terpencil dan terdepan. Ketiadaaan infrastruktur yang memadai selama ini menjadi penyebab utama masyarakat pedesaan kehilangan akses untuk menjajakan komoditi andalan mereka. Wal hasil, perekonomian masyarakat tidak mengalami peningkatan.

Diharapkan dengan adanya perbaikan dan pembangunan infrastruktur, utamanya di kawasan-kawasan yang semula terisolasi, membuat mereka menjadi lebih memiliki akses ke luar daerah dan terciptanya kesejahteraan ekonomi masayarakat yang lebih baik.

Pembangunan yang gencar di lalukan pemerintah baik di bidang infrastruktur maupun non infrastruktur disebut Jokowi sebagai cara untuk memajukan bangsa. Oleh karena itu, pembangunan infrsatruktur juga harus diimbangi dengan pembangunan karakter dan membangun peradaban. Mental dan karakter pun menjadi modal penting dalam hal ini.

"Satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam membangun mental dan karakter bangsa," tandas presiden yang mengawali karir politiknya sebagai Wali Kota Solo itu, sebagaimana disampaikan dalam Pidato Kenegaraan Sidang Bersama di Gedung MPR pada 16 Agutus 2018 lalu.

Kepala negara menjelaskan bahwa saat ini Indonesia bukan sekedar melakukan pembangunan fisik, melainkan tengah membangun peradaban. "Padahal, sesungguhnya kita sedang membangun peradaban, membangun konektivitas budaya, membangun infrastruktur budaya baru," ungkapnya.

Sebelumnya, presiden juga pernah menandaskan bahwa pembangunan fisik yang dilakukan bukan sekedar urusan ekonomi. Lebih dari itu, pembangunan ini dilakukan memiliki kaitan erat dengan upaya mempersatukan Indonesia.

"Kenapa kita bangun infrastruktur besar-besaran, itu karena memang kita ingin anggaran ini fokus, kerjain satu, tapi fokus. Untuk apa? Bukan karena masalah ekonomi, mobilitas barang dan orang, tetapi dengan infrastruktur akan menyatukan kita Indonesia," kata Presiden saat membawakan pidato pada pembukaan Kongres ke-XX Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di Manado, Rabu (15/11/2017) silam.

Dengan adanya konektivitas antar budaya, berbagai budaya yang berbeda di Nusantara bisa dipertemukan. "Orang Aceh bisa mudah terhubung dengan orang Papua, orang Rote bisa terhubung dengan saudara-saudara kita di Miangas, sehingga bisa semakin merasakan bahwa kita satu bangsa, satu Tanah Air, kembali Presiden Jokowi menegaskan hal tersebut dalam Pidato Kenegaraan Sidang Bersama di Gedung MPR pada 16 Agutus 2018 silam.*

Penulis Adalah Pengamat Sosial Ekonomi