Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

KPK Harus Introspeksi & Tindaklanjuti Kongkalikong Penegak Hukum
Oleh : Redaksi
Selasa | 09-10-2018 | 18:04 WIB
bambang-w.JPG Honda-Batam
Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. (Foto: Kompas)

Oleh Bambang Widjojanto

SAYA membaca liputan investigasi bersama media yang tergabung di Indonesialeaks terkait dugaan aliran korupsi dan kongkalikong penegak hukum di negeri tercinta ini. Kemudian saya merasa perlu memberikan catatan dan pernyataan kritis terhadap hal tersebut. Berikut beberapa poin pernyataan saya:

“Duuaar,” dentuman itu menggelegar, merobek-robek dan melumat nurani keadilan. Nyaris lebih dahsyat dari gempa dan tsunami yang terjadi di Palu-Donggala takala Indonesialeaks merilis hasil investigasinya. Ada dugaan terkait para petinggi penegak hukum di republik tercinta ini dan indikasi kongkalikong untuk menutupi rekam jejak kasus ini.

Tak hanya buku bank bersampul merah atas nama Serang Noor IR yang memuat indikasi transaski kejahatan. Akan tetapi juga ada fakta tindakan merobek 15 lembar catatan transaksi “jadah” atas buku bank serta sapuan tip-ex di atas lembaran alat bukti. Kasus penyuapan atas Patrialis Akbar oleh Basuki Hariman. Hal yang melegakan, kejadian itu juga diketahui penyidik KPK lainnya serta terekam dalam CCTV di ruang kolaborasi lantai 9 gedung KPK pada tanggal 7 April 2017.

Tak pelak lagi, perobekan atas buku bank sampul merah PT Impexindo Pratama karena buku itu berisi catatan pengeluaran perusahaan pada 2015-2016. Total sejumlah Rp 4,337 miliar dan US$ 206,1 ribu. Salah satu motif utamanya, diduga, ditujukan untuk menggelapkan, meniadakan dan menghapuskan nama besar petinggi penegak hukum yang mendapatkan transaksi ilegal dari perusahaan milik Basuki Hariman.

Hal yang lebih mengerikan terjadi seolah menghancurkan wajah dewi keadilan. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat penyidik KPK, Surya Tarmiani pada 9 Maret 2017 yang memuat keterangan saksi Kumala Dewi Sumartono. Saksi tersebut membuat rincian catatan laporan transaksi keuangan dalam kapasitasnya sebagai Bagian Keuangan CV Sumber Laut Perkasa. Laporan tersebut justru tidak ada di dalam berkas perkara. Justru yang tersebut di dalam berkas perkara adalah BAP dari pelaku yang diduga menyobek 15 lembar transaksi jadah itu;

Padahal BAP yang dibuat penyidik Surya itu, memuat keterangan adanya 68 transaksi yang tercatat dalam buku bank merah atas nama Serang Noor. Selain itu, ada 19 catatan transaksi untuk individu yang terkait dengan institusi Kepolisian RI.

Indonesialeaks menyatakan “Tertulis dalam dokumen itu bahwa nama Tito Karnavian tercatat paling banyak mendapat duit dari Basuki, langsung maupun melalui orang lain.” Baik ketika menjabat sebagai kapolda Metro, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme pada Maret-Juli 2016, maupun ketika sudah dilantik sebagai Kepala Kepolisian RI.

Hal yang harus dipersoalkan dalam seluruh kekisruhan ini, ada di mana posisi hukum dan nurani keadilan dari komsioner KPK yang sekaligus Pimpinan KPK. Kejahatan yang paling hakiki dengan derajat luar biasa terjadi di depan mata, hidung dan telinga mereka. Namun, Pimpinan KPK tinggal diam, “mati” akal-nurani keadilannya dan “mati suri” .

Hal yang tidak bisa dimaafkan dan sulit untuk dimengerti, Pimpinan KPK dapat dituding telah secara sengaja menyembunyikan dan juga melakukan kejahatan. Tindakan ini merusak kehormatan dan reputasi Lembaga KPK yang dibangun bertahun-tahun dengan susah payah sehingga dapat dipercaya rakyat serta menjadi “pelepas dahaga harapan”.

Tidak ada pilihan lain, Pimpinan KPK harus segera bangkit, bertindak waras dan menegakan keberaniannya. Jangan lagi mau dipenjara ketakutannya sendiri untuk melawan kejahatan yang makin sempurna. Tidak bisa lagi ada upaya sekecil apapun untuk menyembunyikan kebusukan yang tengah terjadi apalagi melakukan kejahatan.

Misalnya, menyatakan bahwa kedua penyidik KPK yang diduga melakukan perbuatan penghilangan barang bukti telah dihukum berat. Mereka harus mengembalikan ke instansi kepolisian agar fakta yang sebenarnya muncul di pemeriksaan pengadilan.

Perlu diajukan pertanyaan yang lebih teliti, apakah betul sudah ada pemeriksaan yang dilakukan oleh Pengawas Internal KPK atas kasus di atas? Apakah benar, hasil pemeriksaan dari Pengawas Internal telah disampaikan pada Pimpinan untuk kemudian ditindaklanjuti oleh Dewan Pertimbangan Pegawai.

Jika hal itu tidak benar maka Pimpinan KPK telah secara sengaja tak hanya menyembunyikan kejahatan, tapi juga melindungi pelaku kejahatannya dan memanipulasi proses pemeriksaan. Proses ini seharusnya sesuai fakta yang sebenarnya. Jika demikian, artinya Pimpinan KPK melakukan kejahatan.

Tindakan penyidik KPK yang diduga merobek 19 catatan transaksi adalah tindakan penyalahgunaan kewenangan. Paling tidak, menggunakan kewenangan untuk kepentingan di luar KPK (Pasal 1 angka 9 jo Pasal 5 huruf a dan k). Tidakan tersebut dapat mengakibatkan dikualifikasi sebagai Pelanggaran Disiplin Berat sesuai Pasal 8 hurug g, l, dan n dari Peraturan KPK No. 10 Tahun 2016 tentang Disiplin Pegawai dan Penasihat KPK.

Jika merujuk pada Pasal 8 huruf s jo Pasal 11 peraturan di atas, tindakan itu dapat dikualifikasikan perbuatan yang dikatagorikan sebagai tindak pidana (setidaknya merintangi proses pemeriksaan atau obstruction of justice). Kerugian pun telah timbul, maka harus dikenakan pasal pidana selain mengganti kerugian yang timbul bukan sekedar mengembalikan ke instansi asalnya.

Saya mendesak, Ketua KPK Agus Raharjo, tidak lagi bersilat lidah denganmenyatakan “Itu sanksi berat yang bisa diberikan terhadap pegawai dari Kepolisian, Kejaksaan, dan lembaga lain”. Pimpinan KPK berhentilah bertameng kenaifan karena sudah sangat menyebalkan.

Saatnya Dewan Etik dibuat dan ditegakkan karena ada indikasi sebagian Pimpinan KPK telah mengetahui kejahatan yang terjadi tapi justru “menyembunyikan” dan berpura-pura tidak tahu. Paling tidak, mereka telah melakukan tindakan yang tidak patut. Seharusnya menegakan nilai-nilai dasar KPK (integritas, keadilan, profesionalitas, kepemimpinan dan religiusitas) tapi justru mengingkarinya sebagaimana tersebut di dalam alenia keempat dan kelima Peraturan KPK tentang Disiplin Pegawai dan Penasihat KPK.

Kini, Pimpinan KPK tengah diuji dan publik di seantero republik sedang mengamati. Apakah masih punya “sedikit” nyali untuk membongkar kasus ini hingga tuntas, setidaknya memanggil dan memeriksa Tito Karnavian. Kala itu ia menjabat berbagai jabatan penting di republik ini.

Pemeriksaan penting untuk mendapatkan konfirmasi sesuai klaim dari Muhammad Iqbal selaku Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri saat itu. Muhammad Iqbal membantah aliran dana kepada Tito dengan menyatakan “catatan dalam buku merah itu belum tentu benar”. Oleh karena itu mari kita cari kebenaran dengan menggunakan hasil investigasi dari Indonesialeaks ini.*

Penulis adalah Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Sumber: ceknricek.com
Editor: Dardani