Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ingin Menjadi Ayah Idola? Ini Pedomannya
Oleh : Redaksi
Kamis | 30-08-2018 | 18:19 WIB
ayah-idola.jpg Honda-Batam
Ilustrasi Ayah idola. (Foto: Ist)

Oleh DR. Hasan Basri Tanjung

SYUKUR alhamdulillah, pelaksanaan ibadah haji tahun ini berjalan lancar dengan pelayanan yang lebih baik.Jamaah haji pun sudah mulai kembali ke Tanah Air sehabis menjalani rangkaian ibadah suci warisan Nabi Ibrahim AS, Ismail AS, dan Ibunda Siti Hajar.

 

Teriring doa, semoga meraih haji mabrur dan menjadi agen perubahan dalam gerakan kebaikan. Bagi yang belum mampu menunaikannya, semoga Allah SWT melapangkan jalan menuju Baitullah ditahun depan, aamiin.

Musim haji dan kurban boleh saja berlalu. Namun, nilai esensialnya harus tetap terjaga sebagai inspirasi dan motivasi. Perjuangan Nabi Ibrahim AS menjadi ayah yang dihormati anak keturunannya wajib dipanuti. Keteladanan dalam membangun keluarga yang baik (khair al-usra), hatta namanya disandingkan dengan Nabi SAW dalam shalawat.Allah SWT pun memuji keluarganya sebagaimana Keluarga Imran yang dihormati (QS.3:33).

Kini, pada era milenial yang penuh dengan ragam problematika, eksistensi seorang ayah pun dipertanyakan.Adakah kita sebagai ayah masih menjadi idola bagi anak- anak? Dr Bunyanul Arifin dalam buku Menjadi Muslim Super Dadmengungkap hasil penelitian tahun 2016 di 5 MAN Jakarta Barat.

Temuannya sangat mencengangkan, yakni sebanyak 45 persen anak tidak mengidolakan ayahnya, 35 persen anak mengidolakan, dan 20 persen menilai kadang tak layak dijadikan idola atau panutan. Tentu saja hal ini menjadi peringatan bagi kita agar setiap orang tua (ayah)menguatkan perannya sebagai pemimpin keluarga (QS 66:6).

Belajar dari sosok Nabi Ibrahim AS dapat ditarik ibrah (pelajaran) yang amat berharga untuk bisa menjadi ayah idola. Pertama, menantikan kehadiran anak. Setelah menunggu lama, Ibrahim AS dianugerahi belaian hati, yakni Ismail, dan lahir pula Ishak dari Ibunda Sarah (QS 14: 39).Rasa syukur atas kehadiran seorang anak akan memberi dampak besar dalam perkembangan kepribadiannya.

Kedua, menjadi panutan dalam keluarga. Ibrahim AS adalah teladan bagi umat manusia (QS 60: 4). Jika ingin menjadi idola, jadilah teladan yang baik (uswah hasanah).Antara kata, sikap, dan perbuatan mestilah selaras. Jika kontraproduktif, anak akan mengalami krisis keteladanan dan kepercayaan diri.

Ketiga, menjadi hamba yang taat. Nabi Ibrahim AS tunduk dan patuh kepada Allah SWT. Ketika ia diseru, "Tunduk patuhlah! Ibrahim menjawab: 'Aku tunduk kepada Tuhan semesta alam.'" (QS 2:131). Kepatuhannya kepada Allah SWT membuat anaknya patuh pula kepadanya.

Keempat, menjadi guru hebat. Guru yang hebat selalu melahirkan murid yang hebat. Nabi Ibrahim AS memulai pendidikan anak-anaknya dengan penanaman akidah tauhid (QS 2: 129-133), lalu membimbing mereka mendirikan ibadah, terutama shalat (QS 14: 37, 40).

Kelima, berbakti kepada orang tua. Walaupun ayahnya seorang pembuat patung (muysrik), ia tetap hormat dan mendoakan, Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku .... (QS 14:41). Sebab, berbakti kepada orang tua akan melahirkan anak-anak yang pandai berbakti pula (HR Tabrani).

Keenam, selalu memohon pertolongan Allah SWT.Betapa pun optimal upaya orang tua dalam mendidik anak, jangan sekali-kali lupa berdoa kepada Sang Pemiliknya.Nabi Ibrahim AS pun selalu berdoa agar dikaruniai anak yang saleh (QS 37: 100).

Jika ingin mempunyai anak seperti Ismail, jadilah sosok ayah semacam Ibrahim AS. Kita muliakan dan didik akhlak mereka agar lahir generasi beradab dan mengidolakan ayahnya (HR Ibnu Majah). Allahua'lam bish-shawab.

Sumber: Republika
Editor: Dardani