Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Analisis Berita

Blunder Rezim Jokowi Sikapi Aksi #2019GantiPresiden
Oleh : Redaksi
Rabu | 29-08-2018 | 17:16 WIB
massa-gp.jpg Honda-Batam
Massa pendukung deklarasi #2019GantiPresiden. (Foto: Ist)

 

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Heboh pembubaran aksi #2019GantiPresiden dianggap merugikan Joko Widodo sebagai pihak petahana yang maju kembali dalam pemilihan presiden 2019.

Direktur Eksekutif Vox Pol Center, Pangi Syarwi Chaniago menilai Jokowi justru ikut andil membesarkan gerakan tersebut yang berpotensi memunculkan simpati publik dan menguntungkan pihak oposisi.

"Ini jelas merugikan [Jokowi], masyarakat awalnya nggak tahu menjadi paham dan tahu, panasaran menggapa digalang halangi, sama saja Jokowi mengasih panggung ke oposisi," kata Pangi saat dihubungi CNNIndonesia.com kemarin.

Selain itu, Pangi menilai Jokowi telah melakukan blunder politik karena terjebak pada pemerintahan antikritik terhadap masyarakat.

Ia mengatakan pencekalan tersebut justru mencoreng citra Jokowi sebagai pemimpin yang tak siap menjamin hak politik dan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Jokowi sudah melakukan blunder besar dan terjebak dalam pusaran pemerintahan yang antikritik dan membungkam dan memasung hak-hak minimal warga negara yang dilindungi penuh konstitusi kita," kata dia

Lebih lanjut, Pangi mengatakan aksi #2019gantipresiden tak bertentangan dengan aturan yang berlaku dan dijamin sebagai hak konstitusional warga untuk menyalurkan aspirasi.

Bahkan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai tagar #2019GantiPresiden tidak termasuk dalam tindakan kampanye karena tidak melanggar Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017.

"Ini jelas merugikan citra Jokowi di panggung politik Internasional sebagai petahana yang enggak siap dengan nilai-nilai kebebasan berpendapat, karena aksi semacam itu tak dilarang oleh undang-undang kita," tambahnya

Pangi juga menyarankan agar partai penguasa yakni PDIP dapat belajar dari sejarah masa lalu ketika mengalami represi di zaman orde baru.

Saat itu, kata Pangi, kondisi PDIP yang tertekan oleh rezim justru mendapatkan simpati yang luas dari masyarakat.

Hasilnya, dukungan bagi partai besutan Megawati Soekarnoputri itu terus mengalir dan berhasil memenangkan Pemilu 1999 usai Orde Baru runtuh.

"Semakin banyak dukungan dan simpati publik maka semakin besar kans dipilih masyarakat. Ingat dengan terminologi underdog effect, karena terkesan dizalimi dan dirugikan maka masyarakat empati dan simpati," ungkapnya.

Melihat hal itu, Pangi menyarankan agar rezim tak perlu takut dan panik terhadap gerakan tersebut jika kinerja Jokowi menunjukan hal yang positif di mata masyarakat.

Ia mengatakan hasil kinerja pemerintah yang positif bakal berdampak lurus terhadap dukungan masyarakat pada pemilu mendatang.

"Padahal kalau mereka kerja saja, masyarakat pasti puas dan pasti memilihnya kembali. Yang menjadi kita habis berfikir bagaimana mereka panik dan takut dengan sebuah hastag," ujarnya.

Pemilih Mengambang

Pengamat Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Adi Prayitno menilai Jokowi dapat kehilangan pemilih mengambang (swing voter) di pilpres mendatang usai peristiwa penolakan gerakan #2019GantiPresiden.

Sebab, Adi menilai karakter swing voter kebanyakan memiliki perilaku rasional yang mengedepankan kinerja dan isu pada suatu calon tertentu untuk dipilih ketimbang ideologi dan identifikasi parpol. "Jadi bisa beralih. Mereka melihat situasi rezim yang enggak adil bisa beralih dukungannya ke oposisi ya," ujar Adi.

Lembaga riset dan konsultan Saiful Mujani menyampaikan terdapat 38,4% swing voters pada pemilu 2019. Adi mengatakan angka tersebut sangat besar dan menentukan peluang kemenangan bagi kandidat tertentu.

Oleh karena itu, ia menyarankan agar Jokowi dan tim suksesnya mampu menyikapi dengan cara-cara yang elegan untuk menghadapi gerakan tersebut.

Sebab, kebanyakan pemilih swing voters bakal kecewa dengan kinerja Jokowi yang bertindak represif dan tak demokratis terhadap kelompok tertentu.

"Justru karena mereka rasional, mereka tahu dikecewakan dengan cara pemerintah yang represif terhadap masyarakatnya, jadi ogah milih lagi," pungkasnya.

Pada Sabtu (25/8/2018) lalu, penyanyi Neno Warisman diadang di Pekanbaru, Riau, saat akan menghadiri aksi #2019GantiPresiden. Pembatalan aksi serupa juga dialami Ahmad Dhani dan kelompoknya di Surabaya beberapa waktu lalu.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Dardani