Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Angka Makro Ekonomi RI Membaik, Tapi Kemiskinan Makin Kronis
Oleh : Redaksi/detikFinance
Selasa | 03-01-2012 | 11:34 WIB
kumuh.jpg Honda-Batam

Ilustrasi.

JAKARTA, batamtoday - Baiknya indikator makro ekonomi yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi RI hingga 6,5 persen di tahun 2011 ternyata belum bisa menyelesaikan persoalan kemiskinan, ketimpangan dan kebodohan di negeri ini. Pemerintah sangat kesulitan hanya mengurangi 1% tingkat kemiskinan saja.

"Lucu. Ada kemiskinan kronis ditengah baiknya angka pertumbuhan ekonomi makro. Pemerintah harus segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap strategi pembangunan," kata Anggota Komisi XI Arif Budimanta, seperti dikutip dari detikFinance, Selasa (3/1/2012).

Menurut Arif, kemiskinan di Indonesia disebabkan karena memusatnya pertumbuhan di kota dan tidak berhasilnya program kedaulatan pangan dan pendidikan. Dikatakan Arif, hal ini terihat dari pengeluaran penduduk miskin yang 73% di dominasi oleh bahan makanan dimana rata-rata 30% disumbangkan oleh pengeluaran untuk membeli beras.

"Artinya penduduk miskin sangat sensitif terhadap perubahan harga pokok makanan terutama beras. APBN yang memiliki fungsi stabilisasi harusnya dapat lebih dipacu lagi untuk dapat mengendalikan bahan-bahan makanan tersebut dengan cara mengenjot produksi beras serta bahan pangan lainnya dan industrialisasi pedesaan," paparnya.

Apabila produktivitas pangan dan industrialisasi perdesaan digalakkan, Arif optimistis kemiskinan di perdesaan akan menurun secara signifikan.

"Saat ini populasi penduduk miskin dua kali lipat banyak di desa dimana mencapai 18,97 juta dibandingkan di kota yang berjumlah 10,59 juta," tegasnya.

Lebih jauh Arif meminta pemerintah juga harus memberikan akses yang lebih besar bagi penduduk miskin terutama di pedesaan untuk mendapatkan pendidikan.

Hal ini ditunjukkan oleh ketidakmampuan penduduk desa yang dua kali lebih rendah untuk membiayai pendidikan dibandingkan oleh penduduk di perkotaan.

"Pengeluaran pendidikan untuk penduduk miskin perkotaan adalah 2,75% dari total pengeluaran bulanan, sedangkan pengeluaran untuk penduduk miskin di perdesaan hanya 1,21% dari total pengeluaran," tuturnya.

"Apabila pemerintah memberikan akses pendidikan lebih baik, maka implikasinya adalah dapat meningkatkan produktivitas dan daya beli dari penduduk, karena rakyat mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan yang lebih tinggi," imbuh Politisi PDIP ini.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menilai kemiskinan di Indonesia sudah pada tahap kronis. Pemerintah sangat kesulitan hanya mengurangi 1% tingkat kemiskinan saja.

"Penduduk miskin itu lambat sekali penurunannya karena kita sudah pada kondisi masyarakat kemiskinan kronis atau hard core poorly jadi susah. Ini juga terdiri dari buta huruf," ujar Direktur Ketahanan Sosial BPS Hamonangan Ritonga, Senin (2/1/2012).

Menurut Hamonangan, kemiskinan di Indonesia akan stagnan di level 10%. Hal ini karena masyarakat miskin berada pada daerah yang tidak terjangkau.

Berdasarkan data BPS, sebanyak 29,89 juta penduduk Indonesia (12,36%) masih miskin hingga September 2011. Angka itu memang turun 130 ribu orang (0,13%) dibandingkan Maret 2011 yang sebesar 30,02 juta orang (12,49%).