Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jadi Terdakwa Kasus IUPHHK-HT, Mantan Kadishut Riau Divonis 5 Tahun Penjara
Oleh : batamtoday
Jum'at | 05-11-2010 | 11:32 WIB

JAKARTA-Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menvonis mantan Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Riau Asral Rahman, sesuai tuntutan Jaksa Penutut Umum (JPU) KPK, meskipun diwarnai perbedaan pendapat atau dessenting opinion salah satu anggota Majelis Hakim yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Nani Indrawati.

"Terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam kasus penerbitan izin usaha pemanfaatan hutan di Kabupaten Siak dan Pelalawan dalam kurun waktu 2002-2005 dengan kerugian negara mencapai Rp 889,2 miliar. Terdawkwa dijatahui hukuman selama 5 tahun," kata Nani Indrawati, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (5/11).

Asral dianggap telah memperkaya diri sendiri dan orang lain karena menerima hadiah atau imbalan atas penerbitan izin keputusan BKT-RKT mengenai IUPHHK-HT dari lima perusahaan yakni PT Bina Daya Bintara, PT Seraya Sumber Lestari, PT Balai Kayang Mandiri, PT Rimba Mandau Lestari, dan PT National Timber and Forest Product.

Sedangkan, untuk perusahaan di Kabupaten Pelalawan, Asral juga menerbitkan keputusan yang mengesahkan BKT-RKT tentang IUPHHK-HT. Asral lantas mengeluarkan izin tanpa mensurvei wilayah yang dimohonkan. Padahal, permohonan izin diajukan di wilayah hutan alam yang dilarang ditebang. Setelah diberi izin, perusahaan lantas memberikan imbalan kepada Asral sebesar Rp994 juta dan Bupati Siak Arwin A.S sebesar Rp 550 juta.

Selain dihukum 5 tahun, Asral juga dikenai denda sebesar Rp200 juta subsider 3 bulan penjara. "Terdakwa juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp 1,54 miliar yang dikompensasikan dengan uang yang sudah dibayar terdakwa, sebesar Rp600 juta. Sehingga diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp 944 juta, yang harus dibayar setelah putusan mendapat kekuatan hukum tetap, jika tidak diganti pidana penjara salam 1 tahun," jelas Nani.

Perbuatan Asral, kata Nani, telah menyebabkan kerugian negara yang cukup besar sebagai dasar pertimbangan yang memberatkan terdakwa. "Sedangkan hal yang meringankan adalah, terdakwa telah berlaku sopan dipersidangan,"katanya.

Anggota Majelis Hakim Soefialdi, menyatakan perbedaan pendapat atau dessenting opinion. Menurutnya, Asral tidak terbukti melakukan penyalahgunaan wewenang. Anggota majelis keempat ini menilai, Asral terbukti telah menerima hadiah atau janji terkait dengan pemberian izin sesuai dengan Pasal 11 UU pemberantasan korupsi.

Pada sidang sebelumnya, Asral dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang diketuai Muhammad Rum dengan hukuman 5 tahun penjara, denda Rp250 juta, subsider 3 bulan kurungan. Sebagai terdakwa, Asral Rahman dikenakan pasal 2 ayat 1, jo pasal 18/ undang-undang tindak pidana korupsi, serta jo pasal 55, jo 65 KUH Pidana.

Saat menjadi Kadishut selama kurun waktu 2002-2003, Asral diduga telah menerima uang dari sejumlah perusahaan Rp 1,54 miliar, sebagai imbalan karena telah meloloskan permohonan IUPHHK-HT. Akibat tindakan terdakwa menerima suap, negara dirugikan mencapai Rp889 miliar.

"Dengan rincian, kerugian dalam penerbitan izin, dalam pengelolaan hutan di Pelalawan mencapai Rp587 miliar. Sementara di Kabupaten Siak kerugian mencapai Rp302 miliar," kata Muhammad Rum, Koordinator JPU KPK.

Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus korupsi yang terjadi Kabupaten Pelelawan, yang telah mempidanakan mantan Bupati Pelalawan Tengku Asmun Jaafar, dengan 11 tahun penjara yang merugikan negara Rp1,8 triliun. Usai vonis Asmun, KPK kemudian menetapkan tiga mantan Kadishut Riau, yakni Asral Rahman, Burhanuddin Husin (Bupati Kampar) dan Suhada Tasman pada Juli 2008 lalu.

Kemudian pada Agustus 2009, KPK menetapkan Bupati Siak Arwin As sebagai tersangka. Hingga kini Burhanuddin Husin, Suhada Tasmam dan Arwin AS belum dilakukan penahanan, serta diperiksa sejak dijadikan tersangka oleh KPK. Sementara Asral Rahman ditahan KPK sejak 10 Pebruari 2010 setelah menjalani pemeriksaan kedua.